KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus bilyet deposito di Bank BNI mulai terungkap, dan lebih benderang. Bahkan, kini mulai menguak sejumlah fakta baru.
Kuasa hukum BNI, Ronny L. D. Janis mengungkapkan, bilyet deposito itu fiktif. Ini lantaran BNI menemukan kejanggalan pada bilyet deposito beberapa nasabah bermasalah tersebut. Awal kejanggalan terungkap, saat beberapa pihak datang ke bank, lalu menunjukkan dan membawa bilyet deposito. Mereka meminta pencairan atas bilyet deposito tersebut kepada BNI cabang Makassar.
Awal Februari 2021, nasabah BNI yakni RY (Rocky) dan AN (Anne) membawa dan menunjukkan dua bilyet deposito BNI tertanggal 29 Januari 2021 dengan total senilai Rp 50 miliar. Lalu Maret 2021, berturut-turut datang atas nama IMB (Andi Idris Manggabarani) membawa tiga bilyet deposito tertanggal 1 Maret 2021 atas nama PT AAU, PT NB, dan IMB dengan total Rp 40 miliar. AAU ini perusahaan milik IMB.
Lalu, nasabah lain HDK (Hendrik) membawa tiga bilyet deposito atas nama HDK dan satu bilyet deposito atas nama HPT (Heng Pao Tek) dengan total senilai Rp 20,1 miliar. "Yang disebutkan, bilyet deposito tersebut diterima dari oknum pegawai BNI bernama MBS (Melati Bunga Sombe)," ujar Janis (14/9).
Berdasarkan hasil investigasi BNI, ditemukan ada lima kejanggalan yang kasat mata. Pertama, seluruh bilyet deposito hanya berupa cetakan hasil scan. Kedua, seluruh bilyet deposito yang ditunjukkan RY, AN, HDK dan HPT memiliki nomor seri bilyet deposito yang sama. Bahkan bilyet deposito atas nama PT AAU, PT NB dan IMB nomor serinya tidak tercetak jelas, huruf kabur, atau buram.
Ketiga, seluruh bilyet deposito tersebut tidak masuk ke dalam sistem Bank BNI dan tidak ditandatangani oleh pejabat Bank BNI yang sah.
Keempat, tidak ditemukan adanya setoran nasabah untuk pembukaan rekening deposito itu. (lihat infografis)
Janis bilang, tiba-tiba akhir Februari 2021, RY dan AN menyatakan menerima pembayaran atas bilyet deposito itu langsung dari MBS sebesar Rp 50 miliar, bukan dari bank dan tak melibatkan bank.
Hal yang sama terjadi pada pengembalian dan penyelesaian klaim deposito kepada HDK sekitar Rp 3,5 miliar yang juga dilakukan langsung oleh MBS, bukan bank, serta tanpa melibatkan bank. Dengan kata lain, BNI secara resmi tidak pernah membayarkan apapun, termasuk bunga deposito.
Tempuh jalur hukum
Andi Idris Manggabarani (IMB), salah nasabah BNI yang terlibat masalah deposito ini menegaskan, Bank BNI jangan membela diri. "Dana kami di rekening, bukannya (ditempatkan) di deposito. Tapi ditempatkan di rekening rekayasa yang dibuat manajemen BNI. Diduga merupakan permufakatan jahat yang dilakukannya dengan pihak-pihak lain," ujarnya, kepada KONTAN, Selasa (14/9).
Idris ingin BNI fokus menyelesaikan penggelapan uang miliknya, yang dipindahkan dari rekeningnya ke rekening bodong. "Kami akan sabar menunggu pembuat rekening bodong BNI ditersangkakan dan dihukum sesuai hukum yang berlaku di Indonesia," ujar Andi ke KONTAN, Selasa (14/9).
Rudi Kadiaman, kuasa hukum Heng Pao Tek (HPT) dan Hendrik (HDK) dari kantor hukum Amerta Justitia Lawfirm mengatakan, kliennya tertarik tawaran produk deposito berbunga 8,25% oleh MBS, staf pemasaran BNI.
Sejak menempatkan dana di deposito BNI pada 2018, HPT yang juga ayah HDK tak pernah menarik dana. Sementara HDK sempat beberapa kali menarik dananya.
Maret 2021, Hendrik datang ke BNI emerald di Menara Bosowa, berniat mencairkan satu bilyet deposito senilai Rp 9 miliar, tapi ternyata tidak bisa dicairkan. "Hendrik mencoba mencairkan seluruh deposito miliknya, termasuk juga milik sang ayah, tapi berujung kegagalan dengan alasan deposito Hendrik dan Heng Pao Tek tidak tercatat dalam sistem," ujar Rudi.
Rudi mendaftarkan gugatan kepada BNI dan MBS di Pengadilan Negeri Makassar pada 24 Mei 2021 terkait wanprestasi.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.