Diuntungkan Perubahan Komposi Indeks LQ45, Analis Sarankan Beli Saham INDF

Kamis, 18 Juli 2019 | 06:37 WIB
Diuntungkan Perubahan Komposi Indeks LQ45, Analis Sarankan Beli Saham INDF
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dipandang masih memiliki prospek positif di semester II-2019. Tak hanya dari sisi bisnis, saham emiten ini bakal lebih menarik akibat kebijakan free float bagi indeks LQ45.

Memang, per Agustus, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menghitung market cap emiten anggota indeks LQ45 berdasarkan saham free float. Analis Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma menilai, INDF menjadi salah satu emiten yang diuntungkan.

Pasalnya, porsi free float INDF sudah mencapai 50%. Bobot INDF di indeks LQ45 tercatat sebesar 1,58%. Angka ini lebih rendah ketimbang anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang mencapai 1,99%.

Namun, ketika aturan pembobotan baru diterapkan, bobot INDF bakal naik jadi 1,9% sedangkan ICBP turun ke 1,27%. "Bobot saham INDF menjadi lebih tinggi dari ICBP yang selama ini dikenal sebagai salah satu saham berharga premium," ungkap dia.

Selain mengalami peningkatan bobot saham di indeks LQ45, valuasi yang dimiliki emiten ini juga tergolong murah. Dus, INDF bakal semakin atraktif. Buat info saja, price earning to ratio (PER) INDF saat ini tercatat cuma 11,34 kali. Angka ini lebih mini ketimbang ICBP yang memiliki PER 23,15 kali.

Sementara itu, bisnis INDF pun di atas kertas masih solid. Segmen bisnis makanan yang dijalankan oleh ICBP dan segmen Bogasari masih jadi penopang utama kinerja.

Sekadar catatan, pendapatan ICBP di kuartal I-2019 lalu mencapai Rp 10,82 triliun atau naik 13,4% dari tahun sebelumnya. Begitu pula dengan pendapatan Bogasari yang mencapai Rp 5,72 triliun.

Adapun pendapatan INDF secara keseluruhan naik 8,7% menjadi Rp 19,17 triliun. "Kontribusi ICBP dan Bogasari mencapai 70%–80% dan sepertinya akan terus seperti itu ke depan," ujar Suria.

Suria menambahkan, kondisi rupiah yang ada di bawah Rp 14.000 per dollar AS menjadi sentimen positif bagi INDF. Pasalnya, harga bahan baku gandum yang diimpor oleh ICBP untuk kebutuhan produksi mi instan turun.

Kepala Riset Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe menambahkan, walau beban impor bahan baku berkurang, INDF tak dapat langsung menurunkan harga produk makanan seperti mi instan. Sebab, biasanya perusahaan berupaya menghabiskan terlebih dahulu stok yang lama.

Setelah stok menipis atau habis, perusahaan akhirnya menjual produk makanan yang lebih baru ke pasar. "Jadi kalau 2-3 bulan ke depan kurs rupiah stabil seperti sekarang, kemungkinan INDF bakal lebih untung," jelas Kiswoyo.

Harga CPO

Meski begitu, prospek bisnis segmen agribisnis yang masih suram bakal membuat kinerja keuangan INDF sedikit tertekan. Performa segmen agribisnis kurang memuaskan seiring lemahnya harga crude palm oil (CPO) sepanjang 2019 berjalan. Di semester I-2019, harga CPO tercatat merosot sekitar 11,08%.

Jika merujuk pada laporan keuangan INDF di kuartal satu lalu, pendapatan segmen agribisnis sebenarnya masih tumbuh sekitar 2,7% (yoy) menjadi Rp 3,26 triliun. Akan tetapi, EBIT marjin segmen tersebut turun tajam 760 bps menjadi 3,4%.

Kiswoyo menyebut, segmen agribisnis masih akan sulit lepas dari tekanan, mengingat kinerjanya sangat bergantung pada pergerakan harga CPO di pasar global. "Pendapatan INDF mungkin masih sulit untuk menembus level dua digit jika segmen agribisnis belum membaik," tutur dia.

Meski begitu, Kiswoyo tetap merekomendasikan beli saham INDF. Ia mematok target harga saham ini Rp 8.500 per saham.

Rekomendasi beli juga disematkan oleh Suria dengan target serupa, yaitu Rp 8.500 per saham. Ia memprediksi, pendapatan INDF akan mencapai Rp 79,23 triliun pada akhir tahun ini. Sedangkan laba bersihnya diprediksi mencapai Rp 4,56 triliun.

Analis Ciptadana Sekuritas Asia Stella Amelinda juga menyarankan beli saham INDF dengan target harga Rp 8.100 per saham.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Serapan Belanja Modal Siber Perbankan Capai 50%
| Jumat, 22 November 2024 | 23:44 WIB

Serapan Belanja Modal Siber Perbankan Capai 50%

Bank Tabungan Negara (BTN) misalnya, telah menyerap 60% capex untuk teknologo informasi (TI) yang dianggarkan mencapai Rp 790 miliar di 2024

Beredar Rumor, Prajogo Pangestu Ditawari Divestasi Saham BBYB Oleh Akulaku
| Jumat, 22 November 2024 | 15:14 WIB

Beredar Rumor, Prajogo Pangestu Ditawari Divestasi Saham BBYB Oleh Akulaku

Kepemilikan Prajogo Pangestu dalam emiten Gozco Group, diakitkan dengan investasi Gozco di PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB),  

Draf Kabinet Donald Trump Pro Energi Fosil, Begini Dampaknya ke Emiten Energi di RI
| Jumat, 22 November 2024 | 14:33 WIB

Draf Kabinet Donald Trump Pro Energi Fosil, Begini Dampaknya ke Emiten Energi di RI

Dua nama calon menteri Donald Trump yang pro energi fosil, yakni Doug Burgum calon Menteri Dalam Negeri dan Chris Wright calon Menteri Energi.

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal
| Jumat, 22 November 2024 | 09:50 WIB

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal

Tahun ini BPDPKS menargetkan setoran pungutan ekspor sawit sebesar Rp 24 triliun, turun dari target awal

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan
| Jumat, 22 November 2024 | 09:32 WIB

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan

Ribuan masyarakat Indonesia menandatangani petisi yang menolak rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% tersebut

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana
| Jumat, 22 November 2024 | 09:14 WIB

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana

Menurut Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto, tax amnesty tidak bisa diterapkan terus-menerus dalam waktu singkat

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru
| Jumat, 22 November 2024 | 09:12 WIB

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru

Kendati harga saham pendatang baru sudah naik tinggi hingga ratusan persen, waspadai pembalikan arah

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD
| Jumat, 22 November 2024 | 08:58 WIB

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD

Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) sepanjang tahun 2024 bisa melebar jadi 0,9% PDB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun
| Jumat, 22 November 2024 | 08:52 WIB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun

PT Wika Beton Tbk (WTON) memperkirakan, hingga akhir 2024 ini nilai kontrak baru hanya akan mencapai ke Rp 6 triliun.

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi
| Jumat, 22 November 2024 | 08:15 WIB

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi

Keberadaan tiga BUMD pangan yang ada di Jakarta jadi kunci pengendalian inflasi di Provinsi DKI Jakarta

INDEKS BERITA

Terpopuler