Emiten Farmasi Siasati Depresiasi Rupiah dengan Genjot Penjualan

Rabu, 26 Juni 2019 | 06:54 WIB
Emiten Farmasi Siasati Depresiasi Rupiah dengan Genjot Penjualan
[]
Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang Garuda kembali menguat. Kemarin, Rabu (25/6), berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah menguat 0,19% ke level Rp 14.138 per dollar AS.

Meski begitu, menguatnya kurs rupiah belum mengkompensasi penurunan yang telah terakumulasi selama ini. Sejak awal tahun, kurs rupiah telah melemah 2,38%.

Analis Invovesta Praska Putrantyo mengatakan, lesunya pergerakan rupiah memang bisa mempengaruhi kinerja operasional emiten farmasi. Sebab, bahan baku obat masih didominasi oleh impor.

Namun, hal tersebut saat ini tak lagi menjadi isu utama. Sentimen membesarnya beban akibat depresiasi rupiah terkompensasi oleh terus meningkatnya kebutuhan farmasi setiap tahunnya.

Ambil contoh, penjualan bersih PT Kimia Farma Tbk (KAEF) kuartal I-2019 yang naik 21% menjadi Rp 1,81 triliun. Lalu, penjualan KLBF yang juga naik 7% menjadi Rp 5,36 triliun.

"Sepanjang emiten memiliki kapasitas untuk terus berkembang dan bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, sektor farmasi masih menarik dicermati," terang Praska, Selasa (25/6).

Meski begitu, depresiasi rupiah tetap memberikan dampak. Yang paling terlihat adalah, dari sisi margin.

KLBF misalnya. Margin laba kotor perusahaan turun menjadi 46% dari sebelumnya 48%. Sedangkan margin laba kotor KAEF stagnan di level 34%.

Strategi emiten

Sekecil apa pun risikonya, itu tetap risiko. Emiten tetap perlu menyiapkan strategi menghadapi potensi depresiasi rupiah.

Direktur Utama KLBF, Vidjongtius menjelaskan, perusahaannya selalu menyiapkan duit cash dalam bentuk dollar Amerika Serikat (AS). Cadangan tersebut berkisar antara US$ 50 juta hingga US$ 60 juta setiap tahunnya.

Tidak berhenti sampai disitu. KLBF juga menyiapkan stok bahan baku untuk tiga hingga empat bulan. "Sehingga, jika terjadi pelemahan rupiah, dampaknya tidak segera," imbuh Vidjongtius.

KAEF memiliki strategi lain. Emiten pelat merah ini membeli bahan baku dalam jumlah yang besar. Selain untuk stok, hal tersebut juga membuat perusahaan memiliki bargain yang lebih kuat untuk melakukan tawar menawar.

"Pembelian bahan baku impor sudah dilakukan dengan kontrak hampir seluruhnya menggunakan rupiah," ujar Direktur Utama KAEF Honesti Basyir.

Secara industri, Praska mengambil sikap netral terhadap industri farmasi. Tapi, jika spesifik pada emitennya, dia menjagokan KLBF.

Pasalnya, menurut Praska, bisnis KLBF memiliki diversifikasi yang baik. Emiten ini tak hanya fokus pada bisnis obat-obatan, tapi juga rumah sakit dan konsumer melalui sejumlah produk makanan dan minumannya.

Dari sisi saham, KLBF juga lebih lincah dibanding saham emiten farmasi lainnya.

Praska merekomendasikan investor untuk buy KLBF. Melihat harga sekarang yang mulai rebound ke Rp 1.470 sehingga jangka pendek menengah masih netral. Namun target harga jangka panjang di Rp 1.600.

Saat penutupan perdagangan kemarin, saham KLBF menguat 15 poin atau setara 1,02% ke level Rp 1.480 per saham. Tak mau ketinggalan, saham KAEF juga ditutup menguat sebesar 30 poin atau setara 0,9% ke level Rp 3.380 per saham.

Bagikan

Berita Terbaru

MPX Logistics (MPXL) Diversifikasi Bisnis di Tahun Depan
| Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:10 WIB

MPX Logistics (MPXL) Diversifikasi Bisnis di Tahun Depan

MPXL bakal mengoptimalkan strategi diversifikasi bisnis, termasuk dengan pengembangan angkutan komoditas.

Lanjutkan Pengejaran Pajak Kelas Kakap
| Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:09 WIB

Lanjutkan Pengejaran Pajak Kelas Kakap

Kanwil LTO membidik 35 wajib pajak konglomerat dengan tunggakan Rp 7,52 triliun​                    

Natal, Harmoni Kasih dan Kebersamaan
| Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:05 WIB

Natal, Harmoni Kasih dan Kebersamaan

Setiap pemeluk agama yang ada di negeri ini perlu untuk menyuguhkan kebajikan agar menjadi pesona dunia.

Suri Tauladan
| Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:05 WIB

Suri Tauladan

Pemberian pinjaman dari Danantara ke Krakatau Stell harusnya mengekor ke Biofarma dan Indofarma perihal info tenor dan suku bunga pinjaman.

Potensi Lonjakan Uang Beredar Belum Mencerminkan Fundamental Ekonomi
| Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:52 WIB

Potensi Lonjakan Uang Beredar Belum Mencerminkan Fundamental Ekonomi

Uang beredar pada periode Desember 2025 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sekitar 11% hingga 13% yoy

Strategi Mandom Indonesia (TCID) Memoles Penjualan
| Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:50 WIB

Strategi Mandom Indonesia (TCID) Memoles Penjualan

Kinerja TCID sepanjang 2025 menunjukkan tren yang cukup baik. Merujuk laporan keuangan Januari–September 2025, penjualan tumbuh dua digit.

Suku Bunga Turun, ROI Dana Pensiun Terancam Melorot
| Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38 WIB

Suku Bunga Turun, ROI Dana Pensiun Terancam Melorot

Hingga Oktober 2025, kinerja investasi dapen masih mencetak pertumbuhan, dengan tingkat return on investment (ROI) di level 7,03%.

Rupiah Masih Relatif Tertekan Sepanjang Minggu
| Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:25 WIB

Rupiah Masih Relatif Tertekan Sepanjang Minggu

Mata uang Garuda di pasar spot ditutup melemah 0,02% secara harian ke Rp 16.745 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (26/12)

Marjin Bisnis Gadai Bakal Makin Tebal
| Sabtu, 27 Desember 2025 | 04:15 WIB

Marjin Bisnis Gadai Bakal Makin Tebal

Dengan suku bunga yang lebih rendah, perusahaan gadai bisa mendapat biaya dana yang lebih ringan yang bisa berdampak positif pada profitabilitas.

Logisticsplus (LOPI) Amankan Kontrak Baru Pada 2026 Senilai Rp 80 Miliar
| Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56 WIB

Logisticsplus (LOPI) Amankan Kontrak Baru Pada 2026 Senilai Rp 80 Miliar

PT Logisticsplus International Tbk (LOPI) menutup tahun buku 2025 dengan recognized revenue konsolidasi sekitar Rp 105 miliar.

INDEKS BERITA

Terpopuler