Fitch Ratings Memangkas Peringkat Utang Indosat (ISAT)

Jumat, 22 Maret 2019 | 17:18 WIB
Fitch Ratings Memangkas Peringkat Utang Indosat (ISAT)
[]
Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Fitch Ratings akhirnya menurunkan peringkat perusahaan telekomunikasi PT Indosat Tbk (ISAT). Sebelumnya, pada Februari lalu, Fitch telah menurunkan prospek peringkat Indosat dari stabil menjadi negatif.

Dalam rilisnya hari ini, Jumat (22/3), Fitch menurunkan peringkat  utang jangka panjang dalam mata uang asing dan mata uang lokal dan peringkat senior tanpa jaminan dalam mata uang Indosat dari BBB+ ke BBB. Fitch juga menetapkan prospek peringkat Indosat di kategori negatif.

Pada saat bersamaan, Fitch Ratings Indonesia merevisi prospek peringkat nasional jangka panjang Indosat dari stabil menjadi negatif. Peringkat nasional jangka panjang Indosat tetap berada di posisi AAA.

Analis Utama sekaligus Direktur Fitch Ratings Singapore Pte Ltd Janice Chong mengatakan, penurunan peringkat mencerminkan pemulihan EBITDA Indosat yang lebih lambat dari ekspektasi.

Sebelumnya, Fitch memperkirakan, margin EBITDA Indosat akan pulih ke level atas dari 30%. Namun, proyeksi Indosat yang menyebutkan margin EBITDA hanya ada di level bawah 30% untuk 2019 menunjukkan perbaikan yang lambat yang disebabkan pengeluaran operasional yang lebih tinggi daa rangka mendorong pertumbuhan pendapatan yang lebih kuat.

Ditambah lagi, Fitch menyebutkan, pelebaran arus kas bebas yang negatif dari tingkat belanja modal yang direncanakan dan biaya bunga yang lebih tinggi selama tiga tahun ke depan kemungkinan akan membuat pengurangan rasio utang tertunda.

Prospek peringkat negatif, menurut Fitch, mencerminkan ekspektasi bahwa rasio utang bersih, yang diukur dari utang bersih yang disesuaikan terhadap EBITDAR operasional, akan tetap di atas 4 kali pada 2020-2021.

Untuk memperoleh prospek stabil, Fitch menyebutkan, Indosat perlu meningkatkan EBITDA mendekati Rp 9 triliun yang didukung oleh pertumbuhan pendapatan yang kuat, pembalikan terminasi pelanggan, dan peningkatan margin agar rasio utang bersih turun di bawah 4 kali.

Peringkat Indosat di posisi BBB berada tiga titik di atas profil kredit mandiri Indosat yang berada di posisi BB. Ini lantaran Indosat memiliki hubungan yang erat dengan Ooredoo QPSC (A-/Stabil) selaku pemegang saham dengan kepemilikan sebesar 65%.

Obligasi dan dokumen pinjaman Ooredoo mengandung klausul cross-default yang mencakup anak perusahaan yang signifikan, termasuk Indosat Ooredoo yang menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi Ooredooo dengan kontribusi sebesar 20% terhadap total pendapatan Oreedoo di 2018.

Menurut Fitch, ada enam faktor utama yang mendorong penurunan peringkat bagi perusahaan yang sahamnya merupakan anggota indeks Kompas100 ini.

Pertama, pemulihan EBITDA yang lebih lambat. Fitch menurunkan proyeksi EBITDA Indosat pada 2019-2021 menjadi Rp 8 triliun dari proyeksi sebelumnya sebesar Rp 9 triliun-Rp 10 triliun.

Kedua, visibilitas arus kas terbatas. Laju peningkatan arus kas tergantung pada eksekusi yang kuat dan kemampuan Indosat untuk mendapatkan kembali pangsa pasar yang hilang dan mendorong pertumbuhan pelanggan yang pada akhirnya  akan membutuhkan lebih banyak investasi operasional untuk sementara.

Ketiga, kapasitas pengurangan tingkat utang lebih lemah. Arus kas Indosat tidak akan cukup untuk memenuhi kenaikan biaya bunga dan investasi belanja modal di tiga tahun ke depan. Fitch memperkirakan rencana belanja modal sebesar US$ 2 miliar pada tiga tahun ke depan akan didanai dari pinjaman bank dan dana internal.

Hasil dari penjualan menara telekomunikasi dapat memberikan Indosat Ooredoo tambahan likuiditas. Namun, karena Fitch memperlakukan modal sewa (capital lease) sebagai utang, hal ini mungkin tidak akan mengurangi leverage.

Keempat, belanja modal tinggi. Fitch memperkirakan, rasio belanja modal terhadap pendapatan kemungkinan akan meningkat menjadi sekitar 40% pada 2019. Ini lantaran Indosat tengah memulai program transformasi jaringan.

Indosat berencana untuk mengalokasikan lebih banyak belanja modal ke investasi 4G dan untuk ekspansi ke pasar di luar Jawa.

Indosat saat ini baru memiliki 11.636 base transceiver station (BTS) untuk jaringan 4G. Sementara XL Axiata memiliki 28.028 BTS dan Telkomsel memiliki 50.755 BTS. Fitch memperkirakan, tidak ada pembayaran dividen pada 2019 karena manajemen menginvestasikan kembali arus kas ke dalam operasi.

Kelima, profil mandiri Indosat yang berada di posisi BB. Indosat sekarang turun pangkat menjadi operator seluler terbesar ketiga dari nilai pendapatan setelah Telkomsel dan XL Axiata (EXCL). Ini merupakan dampak terminasi pelanggan di tengah rezim registrasi kartu SIM di Indonesia.

Dampak program registrasi SIM telah mereda sejak semester II-2018. Operator seluler juga telah menaikkan tarif. Namun, Fitch melihat, tekanan terhadap arus kas bebas Indosat akan terus berlanjut karena rencana belanja modal yang tinggi untuk memperkuat jaringan dan posisinya.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Tren Bullish Diproyeksi Masih Akan Ikuti Samudera Indonesia (SMDR) Tahun 2026
| Jumat, 05 Desember 2025 | 15:00 WIB

Tren Bullish Diproyeksi Masih Akan Ikuti Samudera Indonesia (SMDR) Tahun 2026

SMDR tahun ini mengalokasikan belanja modal senilai Rp 4 triliun ayang dialokasikan untuk menambah kapal baru.

Menguatnya Saham Tommy Soeharto (GTSI) Didominasi Volume Pembelian
| Jumat, 05 Desember 2025 | 14:00 WIB

Menguatnya Saham Tommy Soeharto (GTSI) Didominasi Volume Pembelian

Target GTSI adalah juga mencari sumber pendapatan baru agar tidak tergantung dari LNG shipping dan FSRU.

Didorong Sentimen Rights Issue, Begini Proyeksi Saham IMAS dan IMJS Menurut Analis
| Jumat, 05 Desember 2025 | 12:50 WIB

Didorong Sentimen Rights Issue, Begini Proyeksi Saham IMAS dan IMJS Menurut Analis

Pendapatan IMAS sampai dengan September 2025 ditopang dari PT IMG Sejahtera Langgeng senilai Rp 14,79 triliun atau tumbuh 15,46% YoY.

Butuh Duit Jumbo Menyerap Kenaikan Free Float, Mampukah Pasar?
| Jumat, 05 Desember 2025 | 10:03 WIB

Butuh Duit Jumbo Menyerap Kenaikan Free Float, Mampukah Pasar?

Dengan target transaksi harian hanya Rp 14,5 triliun, besaran dana untuk menyerap saham free float 15% sekitar Rp 203 triliun termasuk besar.

Melambung Tinggi, Saham Teknologi Masih Terus Unjuk Gigi
| Jumat, 05 Desember 2025 | 09:53 WIB

Melambung Tinggi, Saham Teknologi Masih Terus Unjuk Gigi

Pergerakan saham teknologi ke depan akan jauh lebih selektif dan berbasis kinerja, bukan lagi sekadar euforia sentimen.

WALHI Beberkan Akumulasi Alih Fungsi Hutan 10.795 Ha Pemicu Banjir di Sumut
| Jumat, 05 Desember 2025 | 09:00 WIB

WALHI Beberkan Akumulasi Alih Fungsi Hutan 10.795 Ha Pemicu Banjir di Sumut

Banjir ini mencerminkan akumulasi krisis ekologis yang dipicu ekspansi tambang, proyek energi, hingga perkebunan sawit skala besar.

Prospek Elok Emiten Milik Happy Hapsoro (RATU) Ditopang Ekspansi Bisnis yang Agresif
| Jumat, 05 Desember 2025 | 07:32 WIB

Prospek Elok Emiten Milik Happy Hapsoro (RATU) Ditopang Ekspansi Bisnis yang Agresif

RATU memiliki tujuh rencana akuisisi global hingga tiga tahun ke depan, dua diantaranya ditargetkan selesai kuartal IV-2025 dan semester I-2026.

WSKT Diskon Tarif Tol di Jawa dan Sumatra
| Jumat, 05 Desember 2025 | 07:12 WIB

WSKT Diskon Tarif Tol di Jawa dan Sumatra

WSKT juga menargetkan peningkatan pendapatan selama periode tersebut, meski Buyung enggan menyebut angkanya secara spesifik.  

Pertamina Pasok BBM dengan Pesawat Perintis
| Jumat, 05 Desember 2025 | 07:08 WIB

Pertamina Pasok BBM dengan Pesawat Perintis

Pengiriman menggunakan pesawat perintis merupakan langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan energi di wilayah terdampak

Layanan Internet Darurat FiberStar di Lokasi Bencana
| Jumat, 05 Desember 2025 | 07:03 WIB

Layanan Internet Darurat FiberStar di Lokasi Bencana

FiberStar juga menghadirkan layanan internet darurat menggunakan teknologi Starlink untuk mendukung komunikasi bagi penyintas, relawan dan aparat

INDEKS BERITA

Terpopuler