Prospek Peringkat Indosat (ISAT) Turun Menjadi Negatif, Ini Lima Pendorongnya

Selasa, 19 Februari 2019 | 17:41 WIB
Prospek Peringkat Indosat (ISAT) Turun Menjadi Negatif, Ini Lima Pendorongnya
[]
Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menurunkan prospek peringkat PT Indosat Tbk (ISAT) dari stabil menjadi negatif.

Pada saat bersamaan, Fitch menegaskan peringkat utang jangka panjang dalam mata uang asing maupun mata uang lokal di posisi BBB+. Peringkat utang senior tanpa jaminan dalam mata uang asing juga ditegaskan di posisi BBB+.

Sementara itu, Fitch Ratings Indonesia juga menegaskan peringkat nasional jangka panjang Indosat di posisi AAA dengan prospek stabil.

Penurunan prospek peringkat utang jangka panjang Indosat, menurut Fitch, mencerminkan ekspektasi bahwa rasio dana dari operasi alias funds from operations (FFO) terhadap utang bersih yang disesuaikan akan tetap di atas 3 kali pada 2019 dan 2020.

Proyeksi ini telah mempertimbangkan pemulihan EBITDA Indosat yang moderat pada 2019-2021 meskipun tidak cukup untuk mendukung rencana peningkatan belanja modal selama tiga tahun ke depan.

Menurut Fitch, penundaan dalam penurunan rasio utang bisa mengakibatkan penurunan peringkat. Fitch memperkirakan, rencana belanja modal tiga tahun ke depan sebesar US$ 2 miliar akan didanai oleh utang dan dana internal.

Fitch menyebutkan, ada lima pendorong utama pemeringkatan Indosat.

Pertama, dukungan dari induk. Peringkat Indosat BBB+ berada tiga titik di atas profil kredit mandiri Indosat yang berada di posisi BB+. Ini lantaran Indosat memiliki hubungan yang erat dengan Ooredoo QPSC selaku pemegang saham dengan kepemilikan sebesar 65%.

Obligasi dan dokumen pinjaman Ooredoo mengandung klausus cross-default yang mencakup anak perusahaan yang signifikan, termasuk Indosat Ooredoo yang menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi Ooredooo dengan kontribusi sebesar 19% terhadap total pendapatan Oreedoo.

Peringkat jangka panjang Indosat satu tingkat lebih tinggi dibandingkan peringkat Pemerintah Indonesia. Karena itu, peringkat jangka panjang nasional berada di posisi tertinggi pada skala nasional. Fitch meyakini, Ooredoo sebagai induk Indosat akan memberikan dukungan keuangan untuk menghadapi utang luar negeri sehingga memungkinkan peringkat mata uang asing Indosat melebihi peringkat Pemerintah Indonesia.

Kedua, profil kredit mandiri yang lemah. Indosat saat ini menjadi operator seluler terbesar ketiga di Indonesia berdasarkan pendapatan. Posisi Indosat turun di bawah PT XL Axiata Tbk (EXCL) sebagai dampak berkurangnya pelanggan akibat kebijakan registrasi kartu SIM.

Sejak kuartal III 2018, dampak registrasi kartu SIM telah berkurang dan operator sudah mulai menaikkan tarif. Namun, Fitch memperkirakan, tekanan pada arus kas bebas Indosat masih akan terus berlanjut lantaran belanja modal yang besar yang direncanakan untuk memperkuat jaringan. Berkurangnya pelanggan dan kontribusi pendapatan yang lebih besar dari layanan data menyebabkan penurunan EBITDA sebesar 48% per September 2018

Ketiga, pengurangan utang yang lambat. Hasil penjualan menara sebetulnya bisa memberikan Indosat lebih banyak likuiditas. Namun, karena Fitch memperlakukan sewa modal sebagai utang, hasil penjualan menara tidak selalu mengurangi tingkat utang.

Rasio utang bersih tahunan Indosat, termasuk kewajiban sewa, terhadap EBITDA pada akhir September 2018 sebesar 3,4 kali. Hingga akhir September 2018, Indosat memiliki utang sebesar Rp 24 triliun, termasuk kewajiban dalam sewa pembiayaan. Namun, utang dalam dollar Amerika Serikat (AS) hanya US$ 20 juta, turun dari US$ 90 juta pada akhir 2017. Hal ini mengurangi kerentanan Indosat terhadap depresiasi rupiah.

Keempat, belanja modal yang tinggi. Fitch memperkirakan, rasio belanja modal terhadap pendapatan Indosat kemungkinan akan meningkat menjadi sekitar 40% pada 2019 dan tetap akan tinggi di atas 30%. Indosat berencana memulai program transformasi jaringan dan mangalokasikan lebih banyak belanja modal untuk investasi 4G dan ekspansi di pasar di luar Jawa.

Indosat saat ini baru memiliki 11.636 base transceiver station (BTS) untuk jaringan 4G. Sementara XL Axiata memiliki 28.028 BTS dan Telkomsel memiliki 50.755 BTS. Fitch memperkirakan, tidak ada pembayaran dividen pada 2019 karena manajemen menginvestasikan kembali arus kas ke dalam operasi.

Kelima, pemulihan EBITDA yang moderat. Fitch mengasumsikan, EBITDA Indosat akan pulih menjadi sekitar Rp 9 triliun - Rp 11 triliun per tahun pada 2019-2021. Pemulihan ini didorong oleh optimasi biaya, peningkatan jaringan, dan ekspansi ke luar Jawa yang diharapkan mampu mengimbangi penurunan struktural dalam pendapatan dari layanan legacy (layanan pesan dan suara).

Menurut Fitch, persaingan bisa meningkat ketika operator terus berinvestasi dalam meningkatkan kapasitas jaringan. Namun, Fitch memperkirakan, ketiga perusahaan telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia akan mengubah fokus menuju pertumbuhan yang menguntungkan dan model bisnis yang berfokus pada data yag berkelanjutan untuk mendukung monetisasi data secara bertahap.  Per semester II 2018, operator telekomunikasi di Indonesia mulai menaikkan tarif secara marginal.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Ada 15 Saham Berpotensi Keluar Pemantauan Khusus Kriteria 1, Peluang atau Jebakan?
| Selasa, 25 November 2025 | 11:25 WIB

Ada 15 Saham Berpotensi Keluar Pemantauan Khusus Kriteria 1, Peluang atau Jebakan?

Investor mesti fokus pada emiten dengan narasi kuat lantaran saat berhasil keluar dari PPK peluang rebound muncul tetapi dibarengi risiko tinggi.

Mengupas Emiten Sektor Logistik Darat, Antara Tantangan, Peluang, dan Saham Pilihan
| Selasa, 25 November 2025 | 09:10 WIB

Mengupas Emiten Sektor Logistik Darat, Antara Tantangan, Peluang, dan Saham Pilihan

Prospek bisnis logistik darat didukung perkembangan ritel, e-commerce, dan infrastruktur. Namun, ada tantangan dari sisi pengelolaan biaya.

Menakar Peluang Cuan di Saham CBDK dari Sisi Teknikal dan Fundamental
| Selasa, 25 November 2025 | 08:41 WIB

Menakar Peluang Cuan di Saham CBDK dari Sisi Teknikal dan Fundamental

Kinerja keuangan PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) diperkirakan akan tetap tumbuh positif sepanjang tahun 2025.

Bos Djarum Dicekal Bikin Saham BBCA & TOWR Sempat Goyang: Saatnya Serok atau Cabut?
| Selasa, 25 November 2025 | 08:13 WIB

Bos Djarum Dicekal Bikin Saham BBCA & TOWR Sempat Goyang: Saatnya Serok atau Cabut?

Tekanan yang dialami saham BBCA mereda setelah pada Selasa (24/11) bank swasta tersebut mengumumkan pembagian dividen interim.

Bankir Optimistis Pertumbuhan Kredit Konsumer Membaik di Akhir Tahun
| Selasa, 25 November 2025 | 08:09 WIB

Bankir Optimistis Pertumbuhan Kredit Konsumer Membaik di Akhir Tahun

Para bankir optimistis akan terjadi perbaikan pertumbuhan  kredit konsumer menjelang akhir tahun, ditopang momentum natal dan tahun baru 

Menggelar IPO, Abadi Lestari (RLCO) Tawarkan 625 Juta Saham
| Selasa, 25 November 2025 | 07:49 WIB

Menggelar IPO, Abadi Lestari (RLCO) Tawarkan 625 Juta Saham

PT Abadi Lestari Indonesia Tbk (RLCO) berencana untuk IPO dengan menawarkan maksimal 625 juta saham kepada publik. 

Permintaan Domestik Kuat, Kinerja Elnusa (ELSA) Bisa Melesat
| Selasa, 25 November 2025 | 07:41 WIB

Permintaan Domestik Kuat, Kinerja Elnusa (ELSA) Bisa Melesat

Prospek kinerja PT Elnusa Tbk (ELSA) masih menjanjikan. Segmen penjualan barang dan jasa distribusi serta logistik energi bakal jadi motor utama.

Siasat Asahimas Flat Glass (AMFG) Hadapi Penurunan Penjualan Kaca
| Selasa, 25 November 2025 | 07:40 WIB

Siasat Asahimas Flat Glass (AMFG) Hadapi Penurunan Penjualan Kaca

Seiring dengan pelemahan pasar, terjadi kenaikan biaya produksi AMFG yang dipicu oleh fluktuasi harga gas alam.

Patrick Walujo Mundur, Skenario Merger GOTO dan Grab Kian Terbuka
| Selasa, 25 November 2025 | 07:33 WIB

Patrick Walujo Mundur, Skenario Merger GOTO dan Grab Kian Terbuka

Suksesi kepemimpinan menambah kental aroma rencana merger GOTO dan Grab pasca Patrick Sugito Walujo resmi mengundurkan diri dari jabatan CEO GOTO.

Transcoal Pacific (TCPI) Tetap Menjaring Cuan Pengangkutan Laut
| Selasa, 25 November 2025 | 07:25 WIB

Transcoal Pacific (TCPI) Tetap Menjaring Cuan Pengangkutan Laut

TCPI akan mengoptimalkan utilisasi armada yang ada serta melakukan peremajaan kapal secara bertahap.

INDEKS BERITA

Terpopuler