Godaan Pisau Jatuh

Senin, 23 Agustus 2021 | 07:00 WIB
Godaan Pisau Jatuh
[]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - Apakah Anda pernah tergoda membeli barang hanya karena ada diskon harga? Di bursa efek, para investor juga mudah tergoda untuk membeli saham ketika harganya sudah terpangkas banyak.

Ambil contoh, bagi investor yang membeli saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) di harga Rp 5.100 per saham satu bulan yang lalu pasti menyesal. Jumat lalu, calon pembeli saham UNVR cukup membayar Rp 4.070 per saham untuk saham tersebut, alias mendapatkan diskon hampir 20%. Wow!

Padahal saat membeli di harga Rp 5.100, harga saham UNVR sudah turun dari Rp 7.000 per saham di lima bulan sebelumnya. Harga saham UNVR juga pernah mencapai level Rp 11.200 di awal 2019.

Di bursa efek, turunnya harga saham secara tajam dalam kurun waktu tertentu adalah fenomena yang sering terjadi. Fenomena ini sering disebut falling knife alias pisau jatuh.

Contoh di atas memperlihatkan pisau saham UNVR yang jatuh. Lalu muncul pertanyaan, apakah ini saatnya untuk membeli saham UNVR? Atau apakah lebih baik menunggu hingga harga saham jatuh lebih dalam, dengan risiko harga ternyata malah naik kembali?

Yang paling ideal tentu adalah investor menunggu sampai pisau tersebut menyentuh lantai, baru kemudian mengambil pisau tersebut, sehingga tangan juga tidak terluka. Namun tidak mudah untuk mengetahui kapan pisau jatuh tersebut telah tergeletak di lantai.

Saat harga UNVR turun dari Rp 11.200 ke Rp 7.000, sebagian investor mulai mengoleksi saham ini. Ternyata mereka tidak sedang memungut pisau jatuh yang sudah menyentuh tanah, namun menangkap pisau yang sedang jatuh.

Bukan tidak mungkin jika pisau masih bisa jatuh sangat dalam. Apa Anda masih ingat nasib saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) di tahun 2008 silam?

Di Juni tahun tersebut, harga saham BUMI mencetak rekor di Rp 8.650 per saham. Sebulan kemudian harga saham tersebut turun menjadi Rp 6.500 per saham, dan investor mulai bersemangat mengoleksi saham ini.

Tapi di September, harga kembali turun menjadi Rp 4.000 per saham, alias diskon lebih dari 50%. Investor pun kembali berbondong-bondong membeli saham BUMI, dengan harapan harga sudah mencapai titik terendah.

Mereka salah! Di Januari 2009, harga saham BUMI tinggal Rp 460 per saham, alias terdiskon 95%! Hingga saat ini, harga saham BUMI tidak pernah mencapai titik Rp 4.000 lagi.

Lebih mengerikan lagi jika saham yang dibeli ternyata berakhir dengan kebangkrutan. Meskipun jarang, bukan berarti hal ini tak mungkin terjadi.

Saat krisis moneter di 1998 silam, harga sebagian saham perusahaan di Bursa Efek Jakarta jadi lebih murah dari harga selembar kertas fotokopi. Sebagian dari mereka berakhir dengan kebangkrutan, dan nilai saham menjadi nol.

Maka tak heran jika ada ungkapan terkenal di kalangan investor, "Don't catch the falling knife". Ironisnya, menangkap pisau yang sedang jatuh deras menjadi kesalahan yang sering dibuat investor.

Memang sulit membedakan saham bagus (value stock) yang sedang salah harga dengan saham yang sedang bermasalah. Namun setidaknya ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh investor sebelum memutuskan untuk membeli saham yang sedang jatuh harganya.

Investor antara lain harus berulang kali bertanya, mengapa harga saham tersebut turun begitu tajam? Apakah karena fundamental perusahaan menurun? Apakah terjadi skandal di perusahaan tersebut? Apakah kinerja kompetitor meningkat pesat? Apakah industri sedang menghadapi perubahan-perubahan yang berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan?

Jika ada salah satu dari faktor ini yang mendorong jatuhnya harga saham, investor sebaiknya berpikir tiga kali sebelum membeli saham tersebut. Lakukan riset, baik secara fundamental maupun teknikal, sebelum membuat keputusan mengambil pisau jatuh.

Saham BUMI memberi pelajaran mahal bagi para investor. Saham BUMI melonjak tinggi karena sentimen dan spekulasi bahwa harga minyak dunia akan terus meroket. Ketika harga minyak dunia turun drastis, dan konsekuensinya harga saham BUMI juga ikut terkoreksi, investor merasa bahwa harga saham BUMI menjadi lebih murah alias terdiskon.

Moralnya, investor tidak sadar bahwa industri dan faktor ekonomi makro sudah berubah. Peter Lynch, seorang fund manager legendaris, mengingatkan, "You should not buy a stock because it's cheap but because you know a lot about it." Jadi berhati-hatilah bila Anda sebenarnya tidak memahami suatu saham.

Jika tidak ada faktor tersebut, investor harus melihat, apakah saat ini dia sedang berada di bursa yang sedang bearish? Jika ya, investor harus berhati-hati karena investor tidak tahu berapa lama atau seberapa berat kondisi bearish tersebut.

Sedikit gambaran, saat krisis keuangan di 2008, banyak investor yang kurang sabar dan masuk saat IHSG berada di level 2.000. Ternyata IHSG masih turun hingga level 1.100.

Pada kondisi bursa normal, ada kemungkinan penurunan harga saham yang terjadi disebabkan oleh koreksi harga, karena saham sudah kemahalan. Dalam hal ini, investor juga harus memastikan bahwa ia memiliki saham dengan fundamental kuat, industri yang bagus dan bursa yang kondusif. Harga saham sedang turun karena harganya overpriced.

Saham yang harganya sedang jatuh memang amat menggoda untuk dibeli. Namun di dalamnya juga terkandung risiko yang cukup besar bagi investor. Karena itu, investor sebaiknya terus mengingat nasihat yang disampaikan Peter Lynch, "Just because a stock goes down doesn't mean it can't go lower." 

Bagikan

Berita Terbaru

Aturan Co-Payment OJK Bebani Langkah Mitra Keluarga (MIKA) dan Siloam (SILO)
| Selasa, 10 Juni 2025 | 10:06 WIB

Aturan Co-Payment OJK Bebani Langkah Mitra Keluarga (MIKA) dan Siloam (SILO)

Tidak hanya akan membebani masyarakat peserta asuransi, aturan OJK mengenai co-payment juga akan membebani kinerja MIKA dan SILO.

Profit 31,9% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik Tipis (10 Juni 2025)
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:41 WIB

Profit 31,9% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik Tipis (10 Juni 2025)

Harga emas Antam hari ini (10 Juni 2025) Rp 1.909.000 per gram. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 31,9% jika menjual hari ini.

Outlook Harga Minyak Semester II-2025
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:33 WIB

Outlook Harga Minyak Semester II-2025

Pertumbuhan PDB China yang diproyeksikan hanya berkisar 4,7%–5% adalah faktor yang mempengaruhi perlambatan permintaan minyak mentah.

Maharaksa Biru Energi (OASA) Intip Potensi Cuan di Sektor Industri Hijau
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:30 WIB

Maharaksa Biru Energi (OASA) Intip Potensi Cuan di Sektor Industri Hijau

OASA melihat proyek waste to energy punya prospek bisnis menarik, dan bisa menjadi salah satu solusi pengelolaan sampah, terutama di perkotaan.

Valuasi IHSG Masih Menarik Dibanding Bursa Kawasan
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:26 WIB

Valuasi IHSG Masih Menarik Dibanding Bursa Kawasan

Dibandingkan pasar berkembang atau emerging market lainnya, valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menarik.

SWF Sepakbola Qatar
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:16 WIB

SWF Sepakbola Qatar

Belanja infrastruktur Qatar senilai US$ 67 miliar menghasilkan sport tourism US$ 220 miliar setelah Piala Dunia 2022.

Selektif Memilih Saham yang Tertinggal
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:11 WIB

Selektif Memilih Saham yang Tertinggal

Saham-saham tertinggal atau laggard yang memiliki fundamental baik dapat dipilih untuk beli di harga diskon

Industri Kertas Lokal Minta Perlindungan dari Serbuan Produk Impor
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:00 WIB

Industri Kertas Lokal Minta Perlindungan dari Serbuan Produk Impor

Industri kertas nasional tengah menghadapi tekanan berat akibat membanjirnya produk impor dari China, Korea Selatan, dan Jepang.

Kenaikan Rupiah Diproyeksi Akan Terbatas pada Selasa (10/6)
| Selasa, 10 Juni 2025 | 07:19 WIB

Kenaikan Rupiah Diproyeksi Akan Terbatas pada Selasa (10/6)

Di tengah ketidakpastian global dan minimnya sentimen positif domestik, ruang gerak rupiah masih terbatas. 

Inilah Pilihan Valuta Asing Saat Dolar AS Melemah
| Selasa, 10 Juni 2025 | 06:57 WIB

Inilah Pilihan Valuta Asing Saat Dolar AS Melemah

 Indeks dolar AS  kembali turun usai fokus ECB memberi stimulus dengan pemangkasan suku bunga seiring kontraksi  di Jerman

INDEKS BERITA

Terpopuler