Hadapi Rupiah, Kalbe Farma (KLBF) dan Kimia Farma (KAEF) Berbeda Arah

Jumat, 18 Januari 2019 | 09:14 WIB
Hadapi Rupiah, Kalbe Farma (KLBF) dan Kimia Farma (KAEF) Berbeda Arah
[]
Reporter: Agung Hidayat, Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan emiten farmasi dalam menyusun rencana ekspansi. Nah, kabar baiknya, di awal tahun ini, kurs rupiah cenderung menguat.

Meski begitu, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tidak lantas tancap gas untuk menggeber ekspansi. Perusahaan ini malah mematok target pertumbuhan kinerja seperti tahun sebelumnya. "Target kinerja minimal sama seperti tahun lalu," ujar Direktur Utama KLBF Vidjongtius pada KONTAN, Kamis (17/1).

Jika target pertumbuhan penjualan di 2018 yang sebesar 5% tercapai, maka tahun lalu KLBF berpotensi mencetak penjualan Rp 21,18 triliun. Dengan asumsi yang sama, maka penjualan KLBF tahun ini sekitar Rp 22,24 triliun.

KLBF mematok target konservatif lantaran khawatir volatilitas rupiah kembali naik. Maklum, sekitar 60%-70% bahan baku produksi masih dipasok dari luar negeri. "Kami mengantisipasi kenaikan beban bisnis," ujar Vidjongtius.

Ia menuturkan, KLBF juga memanfaatkan lindung nilai alami (natural hedging) guna menetralisir tekanan fluktuasi kurs. KLBF juga mencadangkan kurs dalam bentuk denominasi dollar AS.

Sementara PT Kimia Farma Tbk (KAEF) lebih optimistis. Ganti Winarno, Sekretaris Perusahaan KAEF, yakin bisnis tahun ini lebih baik. "Seluruh pelaku industri farmasi akan merasakan dampak positif, mengingat hampir sebagian besar bahan baku farmasi masih impor," kata dia.

KAEF telah meneken kontrak bahan baku selama dua tahun, mulai dari 2018, untuk menekan biaya bahan baku. Jadi, beban pokok penjualan KAEF terjaga di kisaran 60%–65% terhadap pendapatan.

Tahun ini KAEF mematok belanja modal (capex) Rp 3,5 triliun. Sekitar Rp 2,3 triliun dialokasikan untuk merger dan akuisisi, sisanya untuk pengembangan organik.

Sedang KLBF mematok capex Rp 1,5 triliun. Sebagian besar capex digunakan untuk melanjutkan pengerjaan pabrik obat bebas di Cikarang dan obat resep di Pulogadung.

Bila pabrik selesai, produksi obat KLBF bisa naik 40%. "Itu untuk memenuhi permintaan 3-5 tahun ke depan," kata Vidjongtius.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Rekomendasi Saham Hari Ini Jelang Keputusan RDG BI
| Selasa, 17 Juni 2025 | 03:30 WIB

Rekomendasi Saham Hari Ini Jelang Keputusan RDG BI

 Di tengah beragam sentimen di pekan ini, analis merekomendasi pelaku pasar dan investor untuk mencermati saham-saham emiten berikut ini.

Teliti Sebelum Membeli Saham yang Harganya Naik Tinggi
| Selasa, 17 Juni 2025 | 03:15 WIB

Teliti Sebelum Membeli Saham yang Harganya Naik Tinggi

Hanya dalam kurun waktu tak lebih dari dua bulan, harga saham emiten lapis kedua dan lapis ketiga melonjak puluhan hingga ratusan persen. ​

Paradoks Migas Indonesia, Lifting Nasional Sulit, Ribuan Barel Bocor Ditambang Rakyat
| Senin, 16 Juni 2025 | 22:57 WIB

Paradoks Migas Indonesia, Lifting Nasional Sulit, Ribuan Barel Bocor Ditambang Rakyat

Praktik menambang minyak oleh rakyat akan terus berjalan dan bertambah terlepas akan dilegalkan atau tidak oleh pemerintah.

Cari Tambahan Modal, WIFI Terbitkan Obligasi dan Sukuk Ijarah Rp 2,5 Triliun
| Senin, 16 Juni 2025 | 22:26 WIB

Cari Tambahan Modal, WIFI Terbitkan Obligasi dan Sukuk Ijarah Rp 2,5 Triliun

Industri infrastruktur digital secara umum memang sedang mengalami pertumbuhan sehingga prospeknya juga menarik.

Bidik Transaksi Rp 60 Triliun, Program Holiday Sale Butuh Dorongan Tambahan
| Senin, 16 Juni 2025 | 21:20 WIB

Bidik Transaksi Rp 60 Triliun, Program Holiday Sale Butuh Dorongan Tambahan

Indeks Penjualan Riil Mei diproyeksikan akan lebih rendah dibandingkan April 2025, pelemahan konsumsi rumah tangga jadi salah satu faktor utama.

PLN Masih dibayangi Tekanan Biaya Produksi dan Pelemahan Nilai Tukar
| Senin, 16 Juni 2025 | 18:18 WIB

PLN Masih dibayangi Tekanan Biaya Produksi dan Pelemahan Nilai Tukar

Pelaksanaan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 berpeluang memberikan pertumbuhan bagi PLN.

Mau Dijual Sebagian, Memang Cuma TPIA Portofolio Investasi SCG yang Menguntungkan
| Senin, 16 Juni 2025 | 13:00 WIB

Mau Dijual Sebagian, Memang Cuma TPIA Portofolio Investasi SCG yang Menguntungkan

Rasio utang bersih terhadap ekuitas Siam Cement Public Company Limited hampir selalu naik saban tahun.

Beraksi Sosial Lewat Obligasi Berwawasan Sosial Bank BRI
| Senin, 16 Juni 2025 | 11:24 WIB

Beraksi Sosial Lewat Obligasi Berwawasan Sosial Bank BRI

Bank BRI berencana menjual obligasi berwawasan sosial dengan target penghimpunan dana sampai Rp 5 triliun.

Reksadana ESG, Sebuah Cara Investasi untuk Masa Depan
| Senin, 16 Juni 2025 | 11:03 WIB

Reksadana ESG, Sebuah Cara Investasi untuk Masa Depan

Tahun ini BEI mewajibkan ESG Reporting melalui formulir E020 dalam laporan keberlanjutan, yang meningkatkan transparansi.

ESG ERAL: Memulai Aksi Lingkungan Dari Toko Peralatan Golf
| Senin, 16 Juni 2025 | 09:33 WIB

ESG ERAL: Memulai Aksi Lingkungan Dari Toko Peralatan Golf

Indeks ESG di Bursa kedatangan emiten baru, yaitu PT Siar Eka Selaras Tbk (ERAL), anak usaha dari Erajaya Group. 

INDEKS BERITA