Harga Ayam Naik di Pertengahan 2020, Saham CPIN dan MAIN Layak Dikoleksi?
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga ayam broiler sepanjang bulan Juni sempat mengangkat saham emiten poultry. Investor berekspektasi harga broiler yang naik signifikan akan membantu kinerja sektor poultry.
Jika melihat pergerakan harga dalam tiga bulan terakhir hingga 16 Juli 2020, harga saham PT Charoen Pokphan Indonesia Tbk (CPIN) telah naik 26,54%. Harga saham PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) juga meningkat 22,55%. Sementara saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) naik 17,86%.
Hanya saja, kenaikan harga tidak bertahan lama. Masuk Juli, harga broiler kembali melemah. Emma A. Fauni, analis Mirae Asset Sekuritas mengatakan, harga broiler pada bulan April sempat jatuh hingga Rp 8.000 per kg lantaran masyarakat mengurangi belanja pada masa awal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Saat itu, peternak rugi besar sehingga menghentikan aktivitas peternakan dan membuat suplai berkurang drastis.
Menurut Annisa Septiwijaya, Analis Reliance Sekuritas, kinerja industri pakan ternak tahun ini memang dihadapkan dengan banyak tantangan, terutama karena pandemi yang menyebabkan permintaan terganggu. Terutama, ketika PSBB yang membuat banyak restoran di mal tutup.
Kembali landai
Prediksi Emma, kinerja sektor poultry pada kuartal kedua tahun ini tidak akan sebagus perkiraan pasar. "Harga volatile sekali di bulan April. Di level peternak ruginya lumayan besar," imbuh Emma.
Ketika masyarakat kembali beraktivitas dan restoran kembali buka, permintaan ayam memang kembali naik. Apalagi, mulai banyak pembelian melalui online. Kenaikan harga mencapai puncaknya pada pertengahan Juni, yakni pada kisaran Rp 23.000-Rp 25.000 per kilogram di level peternak. "Dari hasil kenaikan harga, peternak kembali punya modal untuk meningkatkan supply dan akhirnya harga kembali melandai," papar Emma.
Sejak awal Juli, harga ayam mulai turun. Bahkan di beberapa tempat di pulau Jawa, Emma mencatat harga sudah mencapai Rp 15.000 per kg. Angka tersebut di biaya operasional, sehingga peternak mulai rugi.
Emma memperkirakan harga broiler hingga akhir tahun akan cenderung melandai meski volatilitas tidak akan sebesar kuartal kedua.
Annisa menilai perbaikan konsumsi masyarakat pada era new normal sepertinya tidak bisa berlangsung cepat. Sebab, kenaikan kasus Covid-19 di dalam negeri juga masih tinggi. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu lama, daya beli masyarakat akan terganggu.
Lalu, bagaimana dengan prospek emiten poultry di tengah ketidakpastian ekonomi dan rekomendasi sahamnya? Berikut ulasannya.
1. CPIN: Andalkan segmen pakan dan ayam olahan
PT Charoen Pokphan Indonesia Tbk (CPIN) bisa mengandalkan segmen pakan ternak dan makanan olahan untuk menjaga kinerja ketika harga ayam broiler dan day old chicken (DOC) sedang tertekan. Hal tersebut sudah terlihat pada kinerja perseroan di kuartal I 2020.
Pada kuartal pertama tahun ini, CPIN membukukan laba bersih Rp922,26 miliar, tumbuh 13,6% year on year (yoy). Namun jika dibanding dengan kuartal sebelumnya, laba bersih turun 13,8%. Sementara pendapatannya sebesar Rp13,89 triliun turun 6,9% yoy.
Pendapatan segmen pakan ternak mencapai Rp 6,56 triliun, turun 6,9% yoy. Sedangkan pendapatan ayam broiler tergerus 1,54% yoy menjadi Rp 3,96 triliun. Selanjutnya, pendapatan dari segmen DOC turun 18,82% yoy menjadi Rp 1,51 triliun dan pendapatan ayam olahan tumbuh 24,10% yoy menjadi Rp 1,39 miliar.
Secara komposisi, segmen pakan ternak berkontribusi seebsar 47,22% terhadap total pendapatan, disusul segmen ayam pedaging atau broiler sebesar 28,5%, segmen DOC 10,87% dan segmen ayam olahan sebesar 10%. Sisanya merupakan pendapatan dari segmen lain-lain.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Emma A. Fauni mengatakan, pendapatan segmen pakan ternak CPIN memang turun. Volume penjualan dan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) broiler serta DOC turut menekan segmen ini. Namun, perusahaan berhasil mempertahankan margin EBIT pakan ternak di angka 11,2%. "Sementara segmen makanan olahan menunjukkan pertumbuhan pendapatan yang kuat," kata Emma.
Meski volume penjualan dan harga jual rata-rata DOC rendah, CPIN menjaga margin EBIT segmen ini sehingga hanya tertekan 3%. Tekanan ini lebih kecil jika dibanding dengan pesaingnya, seperti PT Malindo Feedmill Tbk dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk.
Annisa Septiwijaya, Analis Reliance sekuritas menilai segmen ayam olahan CPIN memiliki peluang positif jika melihat angka penjualan pada kuartal I 2020. Meski kontribusi segmen ayam olahan masih sekitar 10%, kinerjanya cukup memuaskan. ”Perkembangan bisnis segmen ayam olahan yang setiap tahunnya positif dapat berpeluang memberikan kontribusi lebih besar pada total pendapatan,” tuturnya.
Emma melihat, kinerja CPIN kuartal kedua akan tetap menantang. "Meski ada pemulihan harga ayam broiler dan DOC, kami memperkirakan margin kuartal kedua berada di bawah tekanan, karena data April-pertengahan Mei menunjukkan harga turun signifikan dibanding kuartal pertama," imbuhnya. Emma masih ragu jika kenaikan harga yang terjadi baru-baru ini dapat berlangsung lama.
Dari kinerja, Emma memang merevisi naik pendapatan CPIN tahun 2020 dan 2021, masing-masing sebesar 10,1% dan 4,1%. Hal ini mengingat kinerja perusahaan pada kuartal pertama telah melebihi perkiraan konsensus, dengan dukungan kenaikan harga DOC.
Tahun ini, Emma memperkirakan pendapatan CPIN tumbuh 1,69% yoy menjadi Rp 59,62 triliun. Sementara laba bersih perusahaan diprediksi turun 11,57% yoy menjadi Rp 3,21 triliun.
Proyeksi Annisa, pendapatan CPIN tahun ini bisa menyentuh Rp 63,31 triliun, dengan laba bersih di angka Rp4,33 triliun. Annisa telah menaikkan target laba bersih perseroan tahun 2020 sebesar 19% dari laba bersih tahun lalu. Estimasi tersebut didukung oleh perbaikan ASP, pemulihan pada permintaan serta upaya perseroan untuk menahan kenaikan beban. Di sisi lain, intervensi pemerintah untuk terus menstabilkan suplai di pasar juga turut mendukung kinerja industri ini. ”Yang perlu diwaspadai adalah penurunan harga ayam dan penurunan demand yang signifikan,” lanjut Annisa.
Emma merekomendasikan hold saham CPIN dengan target Rp 4.900 per saham. "Secara valuasi, saham CPIN paling mahal di antara rekanannya. Namun, secara bisnis, skalanya paling besar sehingga volatilitas sahamnya lebih rendah," lanjut Emma.
Annisa sepakat, CPIN memang market leader di industri pakan ternak. Seperti halnya emiten poultry lain, penurunan harga broiler yang signifikan di bulan April dapat menekan kinerja perusahaan pada kuartal II 2020. "Namun dengan kemampuan perseroan menjaga margin keuntungannya, penurunan kinerja tahun 2020 ini nampaknya masih bisa terjaga," tuturnya.
Annisa lantas merekomendasikan hold saham CPIN dengan target harga di Rp 5.100 per saham.
2. MAIN: Optimistis permintaan naik di era normal baru
Setelah sempat terkena dampak pandemi Covid 19, PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) mulai optimistis pada prospek penjualan tahun ini. Target perusahaan, penjualan tahun 2020 setidaknya bisa menyamai 2019 lalu. Namun, untuk laba bersih perusahaan mengaku sulit mencapai angka seperti 2019.
Sebagai informasi, pada kuartal I 2020, MAIN mencatat penjualan Rp 1,69 triliun atau menyusut 12,88% dari penjualan periode yang sama tahun sebelumnya. Laba bersihnya pun anjlok 84,61% year on year (yoy) menjadi Rp 14,05 miliar. Manajemen MAIN mengungkapkan, permintaan produk poultry saat ini memang sudah mulai berangsur pulih. Hal ini tercermin dari harga day old chicken (DOC/anak ayam umur sehari) dan broiler yang mulai naik.
Memasuki era new normal, manajemen juga lebih optimistis lantaran masyarakat sudah mulai membeli bahan pokok ke luar rumah. Berbeda dengan kondisi saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di mana kebanyakan orang takut keluar rumah dan mengandalkan makanan cepat saji.
Tahun ini, MAIN berencana menambah pangsa pasar, dengan menyelesaikan kandang-kandang baru di daerah Jawa Barat dan Sumatera. Info saja, pada 2019 lalu, MAIN adalah salah satu produsen pakan ternak di Indonesia dengan pangsa pasar 8%. Perusahaan ini memproduksi pakan ayam pedaging, pakan ayam petelur, pakan babi dan pakan ternak lainnya.
Annisa Septiwijaya, Analis Reliance Sekuritas memproyeksikan kinerja MAIN tahun ini, khususnya laba akan lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. “Terutama di kuartal II 2020. Kerugian kinerja segmen broiler dan DoC bisa lebih besar karena anjloknya harga ayam broiler di April 2020,” ujar Annisa.
Info saja, pada kuartal I, segmen DOC dan broiler MAIN membukukan kerugian operasional sebesar Rp 69,87 miliar dan Rp 8,57 miliar. Annisa menilai kinerja kedua segmen tersebut masih merugi di kuartal kedua. Hal ini sejalan dengan penurunan harga broiler yang cukup signifikan pada bulan April hingga mencapai IDR 12.000/kg di tingkat produsen. Angka tersebut, jauh di bawah harga batasan dari pemerintah.
Meski perolehan pendapatan pada kuartal pertama mengecewakan, perseroan justru berhasil menekan beban keuangannya sebesar 80,4% YoY menjadi Rp 7,90 miliar. Penurunan yang cukup signifikan ini terjadi karena adanya keuntungan perubahan nilai wajar derivatif yang naik signifikan. Meski demikian, penurunan tersebut tidak cukup mampu mempertahankan kinerja pendapatan bersih untuk tetap tumbuh di kuartal I-2020.
Emma A Fauni, Analis Mirae Asset Sekuritas melihat, eksposur atau pengaruh harga broiler dan DOC itu pada bisnis MAIN cenderung rendah. Hanya saja, skala bisnis MAIN yang terbilang kecil membuat dampak harga pada volatilitas kinerjanya terlihat tinggi.
“Makanya ketika harga broiler dan DOC drop, dampaknya terasa untuk MAIN. Bahkan earnings perusahaan sudah turun lebih dari 80% pada kuartal I,” kata Emma. Nah, hingga akhir tahun ini Emma memproyeksikan laba bersih MAIN akan turun sekitar 50% dari pecapaian tahun lalu. ”Dibandingkan emiten poultry lainnya, kinerja MAIN bisa dibilang paling buruk,” imbuhnya.
Menurut Emma, katalis positif yang bisa dimanfaatkan oleh MAIN adalah ekonomi yang pulih karena penjualan mulai didorong kembali. Misalnya saja restoran yang tutup saat PSBB kini sudah mulai buka kembali. Itu artinya mengembalikan permintaan yang tadinya tidak ada. ”Tapi, kami tidak terlalu excited dengan itu,” kata Emma.
Sementara, Annisa memprediksi kinerja MAIN pada semester II 2020 berpotensi lebih baik daripada semester pertama, didukung oleh perbaikan harga broiler lantaran stok menipis. Berdasarkan data PINSAR harga ayam broiler berada atas di level Rp 21.000/kg di tingkat produsen.
Annisa memproyeksikan pendapatan perseroan di 2020 masih bisa tumbuh sekitar 9% lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 yaitu dikisaran Rp 8,1 triliun. Namun, dia memprediksi penurunan laba perseroan untuk tahun 2020 sebesar 43.6% yoy menjadi Rp 85,6 miliar. Penurunan tersebut akibat kondisi penyebaran Covid-19 di Indonesia yang membuat daya beli masyarakat menurun. Kondisi ini mendorong harga jual rata-rata (ASP) menjadi lebih rendah.
Dari sisi harga, saham MAIN sebenarnya lebih murah dibandingkan dengan CPIN. Hitungan Emma, rasio price to earning (PE) hingga akhir 2020 untuk MAIN masih di angka 18,7 kali, sementara CPIN di 32 kali. Namun demikian, Emma menyarankan investor untuk hold saham MAIN dengan target harga Rp 540 per saham. Annisa pun merekomendasikan hold untuk MAIN dengan target harga Rp 750 per saham.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.
Sudah berlangganan? MasukBerlangganan
Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan
Kontan Digital Premium Access
Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari
Rp 120.000
Berlangganan dengan Google
Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.