Harga Naik, Prospek Emas Antam Kian Menarik

Jumat, 12 Juli 2019 | 18:15 WIB
Harga Naik, Prospek Emas Antam Kian Menarik
[]
Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Wuwun Nafsiah

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emas batangan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) kembali menjadi primadona investasi dalam negeri. Tak hanya harga yang terus mendaki, permintaan emas batangan pun semakin tinggi. Hal ini tidak lepas dari kenaikan harga emas dunia serta kekhawatiran investor akan gejolak ekonomi global. 

Mengutip laman www.logammulia.com, Jumat (12/7), harga emas Antam dibanderol Rp 701.000 per gram. Di bulan ini, emas batangan sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa yakni Rp 714.000 per gram.

Marketing Manager Antam, Yudi Hermansyah mengaku, permintaan emas batangan naik seiring dengan penguatan harga. “Sejak menjelang Idul Fitri tahun ini, tingkat pembelian di Antam luar biasa tinggi sampai antrian mengular hingga luar butik,” tuturnya.

Pada bulan April, Antam berhasil menjual 1,3 ton emas. Lalu bulan Mei penjualan naik hampir dua kali lipat menjadi 2,5 ton dan kembali melonjak ke angka 4,9 ton pada Juni.

Menurut keterangan pembeli, Yudi menyimpulkan dua alasan naiknya permintaan emas Antam. Pertama, pembeli masih meyakini harga emas batangan akan naik lebih tinggi lagi. Sebab, emas dunia belum menyentuh level tertingginya sejak 2012. Kala itu emas menembus ke atas level US$ 1.600 per ons troi. “Sementara emas Antam sudah mencapai harga rekor karena rupiah melemah,” imbuhnya.

Kedua, ketika masa-masa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, pembeli mengamini adanya rush money. Investor pun mengalihkan investasinya pada aset yang lebih aman, yakni emas batangan. 

Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menilai, tren kenaikan harga emas dunia akan mendorong emas Antam. Mengutip Bloomberg, Jumat (11/7) pukul 18.04 WIB, harga emas kontrak pengiriman Agustus 2019 di Commodity Exchange bertengger di US$ 1.409 per ons troi. “Karena isu perlambatan  ekonomi global masih belum reda, tren emas masih akan bullish” ujar Alwi.

Memang, emas sempat terkoreksi setelah Amerika Serikat (AS) dan China bertemu untuk membahas kelanjutan perundingan dagang kedua negara. Namun, tanda-tanda kesepakatan masih belum terlihat. Ketidakpastian perang dagang ini bisa membawa angin segar bagi emas.

Tak hanya soal perang dagang, gejolak geopolitik ikut menambah kekhawatiran pasar. “Masih ada ketegangan antara Iran dan Inggris di kawasan Timur Tengah,” papar Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Asia Trade Point Futures.

Kebijakan longgar

Sementara isu perlambatan ekonomi global memaksa bank sentral dunia melonggarkan kebijakan moneternya. “Di tengah kebijakan ekonomi longgar, imbal hasil obligasi negara-negara maju mengalami penurunan,” tutur Alwi. Misalnya, imbal hasil obligasi Jerman yang sempat turun ke level terendahnya pada awal Juli. Lalu yield obligasi AS tenor 10 tahun juga turun ke bawah level psikologisnya yakni 2%.

Deddy mengatakan, emas akan semakin menarik di tengah tren penurunan suku bunga. Dalam pidatonya di depan Kongres AS, Gubernur The Fed Jerome Powell mengindikasikan sinyal kuat mengenai pemangkasan suku bunga. Pernyataan dovish Powell ini turut menjadi amunisi pergerakan harga emas.

Alwi menjelaskan, emas merupakan aset non bunga. Dengan demikian, ketika tidak ada imbal hasil yang menarik pada aset berbunga, termasuk obligasi, maka investor akan melirik emas sebagai safe haven. Apalagi saat ada kekhawatiran perlambatan ekonomi global.

Salah satu tandanya terlihat dari aktivitas manufaktur di beberapa negara. “Jika data-data ekonomi masih lemah, tidak menutup kemungkinan bursa saham juga akan turun. Hal ini dapat memicu peralihan dana dari aset berisiko ke emas,” imbuh Alwi.

Di dalam negeri, permintaan emas batangan juga berkaitan dengan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI). Di saat kebijakan moneter bank sentral global dovish, tentu BI juga akan menerapkan kebijakan sama.

Menurut Alwi, BI berpeluang  memangkas suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Hal ini tentunya akan menguntungkan emas Antam. Apalagi jika bursa saham turun, maka investor bisa beralih ke emas.

Memang, dalam jangka pendek, Alwi melihat ada potensi emas terkoreksi. Pelemahan harga emas diperlukan untuk menarik minat bargain hunting.

Jika harga emas dunia bisa menembus level US$ 1.439 per ons troi, Alwi memperkirakan pergerakan harga emas akan menuju level atas US$ 1.500 per ons troi. Sementara, rupiah kemungkinan akan stabil pada kisaran Rp 14.000–Rp14.300 per dollar AS. Dengan demikian laju emas Antam masih bisa mencapai Rp 720.000 per gram hingga akhir tahun.

Adapun Deddy memprediksi, harga emas pada kuartal ketiga 2019 bisa menembus level US$ 1.450 per ons troi. Lalu, laju emas Antam akan mencoba naik ke Rp 750.000 per gram. “Risiko yang bisa meredam laju kenaikan emas adalah meredanya perang dagang antara AS dan China serta perbaikan ekonomi global,” imbuhnya.

Jika tertarik untuk membeli emas, Deddy menyarankan investor untuk menunggu hingga harga terkoreksi kembali ke level Rp 680.000 per gram.

Sedangkan Alwi menyarankan investor yang telah memiliki emas batangan untuk mengambil posisi wait and see. Nah, bagi yang ingin membeli, sebaiknya menunggu harga turun hingga ke level Rp 665.000 per gram.     

Bagikan

Berita Terbaru

Serap Kembali Dana IPO, Bukalapak Tambah Modal Entitas Anak Lebih dari Rp 500 Miliar
| Minggu, 27 April 2025 | 09:00 WIB

Serap Kembali Dana IPO, Bukalapak Tambah Modal Entitas Anak Lebih dari Rp 500 Miliar

Secara rinci, dana IPO yang sudah terealisasi paling banyak diperuntukkan untuk modal kerja BUKA sebesar Rp 6,9 triliun.

Profit 36,80% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Bergeming (27 April 2025)
| Minggu, 27 April 2025 | 08:45 WIB

Profit 36,80% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Bergeming (27 April 2025)

Harga emas Antam hari ini (27 April 2025) 1 gram Rp 1.965.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 36,80% jika menjual hari ini.

Bijak Belanja saat Ekonomi Sedang Merana
| Minggu, 27 April 2025 | 08:00 WIB

Bijak Belanja saat Ekonomi Sedang Merana

Masyarakat ada baiknya menahan pembelian barang-barang yang tidak perlu di tengah kondisi ekonomi yang lesu seperti sekarang.

Harga Emas Meroket, Momentum Beli Bertahap atau Ambil Untung
| Minggu, 27 April 2025 | 07:05 WIB

Harga Emas Meroket, Momentum Beli Bertahap atau Ambil Untung

Harga emas Antam sempat tembus rekor Rp 2 juta per gram. Simak potensi harga di sisa tahun ini dan saran memanfaatkan momentum bullish.

Goldman Sachs Prediksi BI Bisa Pangkas Suku Bunga 100 bps, Begini Efeknya ke Saham
| Minggu, 27 April 2025 | 07:00 WIB

Goldman Sachs Prediksi BI Bisa Pangkas Suku Bunga 100 bps, Begini Efeknya ke Saham

Goldman Sachs memprediksi Bank Indonesia (BI) bakal memangkas suku bunga sebesar 100 bps menjadi 4,75%.

Potensi Cuan Besar, Konglomerasi Ramai-ramai Terjang Bisnis Air Minum Dalam Kemasan
| Minggu, 27 April 2025 | 06:30 WIB

Potensi Cuan Besar, Konglomerasi Ramai-ramai Terjang Bisnis Air Minum Dalam Kemasan

Sebanyak 40% masyarakat Indonesia mengandalkan air kemasan sebagai sumber air minum. Seberapa menariknya bisnis AMDK di

Efek BI Pertahankan Suku Bunga di 5,75% untuk Pasar
| Minggu, 27 April 2025 | 06:16 WIB

Efek BI Pertahankan Suku Bunga di 5,75% untuk Pasar

Menahan BI Rate dapat membantu menjaga daya tarik aset keuangan domestik dan meredam potensi aliran modal keluar yang bisa menekan rupiah.

Pengendali Getol Tambah Kepemilikan, Free Float Saham Tempo Scan (TSPC) Kian Tergerus
| Minggu, 27 April 2025 | 05:43 WIB

Pengendali Getol Tambah Kepemilikan, Free Float Saham Tempo Scan (TSPC) Kian Tergerus

Besaran free float PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) saat ini menunjukkan bahwa saham ini sudah kurang likuid dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Pancing Optimisme Lokal
| Minggu, 27 April 2025 | 05:00 WIB

Pancing Optimisme Lokal

​Lewat World Economic Outlook edisi April 2025, IMF memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari sebesar 3,3% menjadi 2,8%.

Daya Tawar Bergengsi dari Produk Kelapa Sawit yang Berkelanjutan
| Minggu, 27 April 2025 | 04:50 WIB

Daya Tawar Bergengsi dari Produk Kelapa Sawit yang Berkelanjutan

Penerapan bisnis kelapa sawit yang keberlanjutan bisa mendatangkan banyak manfaat. Apa saja dan apa tantangannya?

INDEKS BERITA

Terpopuler