KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 17 emiten resmi mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang enam bulan pertama pada tahun ini. Emiten pendatang baru didominasi oleh sektor perdagangan, jasa, dan investasi. Setidaknya, ada empat emiten yang menjalankan bisnis perhotelan, travel dan pariwisata. Lalu, satu perusahaan jasa konsultasi keuangan, dan satu lagi pemilik klub sepakbola.
Selain sektor jasa dan perdagangan, 11 emiten lainnya tersebar dari beragam sektor, yaitu properti, infrastruktur, consumer goods, transportasi, dan aneka industri.
Tak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, mayoritas saham IPO melesat di hari perdana perdagangan. Bahkan sebagian besar terkena penolakan otomatis oleh sistem di bursa karena menyundul batas atas kenaikan harga alias auto rejection atas (ARA).
Misalnya, saham PT Citra Putra Realty Tbk (CLAY) yang melejit 70% pada hari pertama melantai di bursa pada 18 Januari. CLAY terkena auto rejection pada hari perdana, sebab dengan harga pelaksanaan IPO sebesar Rp 180, hanya diperkenankan naik maksimal 70%.
Laju kenaikan saham CLAY berlanjut pasca-IPO. Hingga Kamis (27/6), saham pengelola hotel dan resor milik OSO Grup ini tercatat telah meroket 1.672% dari harga IPO. CLAY pun menjadi jawara kenaikan tertinggi.
Di antara deretan pendatang baru, hanya saham PT Communication Cable Systems Indonesia Tbk (CCSI) yang kurang bertenaga. Pada perdagangan perdana 18 Juni, saham produsen kabel ini ditutup turun 1,6%, kendati sempat melonjak 40% pada awal transaksi. Hingga Kamis (27/6), harganya melemah sekitar 11,20% dari harga IPO.
Daftar IPO di BEI Pada Semester I-2019
Emiten | Listing | Nilai Emisi (Rp miliar | Harga IPO (Rp/saham) | Kenaikan di Hari Perdana (%) | Harga per 27 Juni 2019 (Rp/saham) | Return (%) |
FOOD | 8-Jan | 20,2 | 135 | 68,88 | 152 | 12,59 |
POLI | 10-Jan | 657,44 | 1.635 | 49,85 (ARA) | 1.020 | -37,61 |
BEEF | 10-Jan | 128,13 | 340 | 14,12 | 210 | -38,23 |
NATO | 18-Jan | 206 | 103 | 69,90 (ARA) | 695 | 574 |
CLAY | 18-Jan | 93,60 | 180 | 70 (ARA) | 3.190 | 1.672 |
JAYA | 21-Feb | 43,28 | 288 | 50 (ARA) | 122 | -57,63 |
COCO | 20-Mar | 33,26 | 198 | 69,69 (ARA) | 920 | 364 |
MTPS | 10-Apr | 200 | 320 | 50 (ARA) | 1.185 | 270 |
CPRI | 11-Apr | 85,42 | 125 | 55,20 | 76 | -39,20 |
HRME | 12-Apr | 125,33 | 105 | 69,52 (ARA) | 350 | 233 |
POSA | 10 Mei | 255 | 150 | 69,33 (ARA) | 420 | 180 |
JAST | 16 Mei | 50,04 | 246 | 49,59 (ARA) | 610 | 147,96 |
FITT | 11-Jun | 22,44 | 102 | 69,61 (ARA) | 126 | 23,53 |
BOLA | 17-Jun | 350 | 175 | 69,14 (ARA) | 370 | 111,42 |
CCSI | 18-Jun | 50 | 250 | -1.60 | 222 | -11,20 |
SFAN | 19-Jun | 39,95 | 188 | 69,15 (ARA) | 600 | 219 |
POLU | 26-Jun | 43,20 | 288 | 50 (ARA) | 540 | 87,50 |
Sumber: Bloomberg, Riset KONTAN |
Perlu historikal
Kendati mayoritas harga saham naik saat pertama kali melantai di BEI, toh, tak semua melanjutkan reli. Setidaknya, empat saham telah bergerak ke bawah harga IPO, setelah menikmati kenaikan cukup signifikan di awal listing.
Tengok saja saham PT Armada Berjaya Trans Tbk (JAYA) yang kini diperdagangkan 57% lebih rendah daripada harga pelaksanaan IPO. Padahal, saat pertama listing, saham perusahaan pengangkutan barang kargo ini terkena auto rejection lantaran naik sampai 50%.
Nah, apakah pergerakan harga saham IPO sejauh ini sudah bisa menggambarkan prospeknya?
Herditya Wicaksana, Analis MNC Sekuritas, menjelaskan, secara teknikal, prospek saham yang baru IPO belum terlihat, sebab belum terbentuk historikalnya. Apalagi, belum terlihat demand dan supply yang sebenarnya di pasar. “Paling tidak perlu waktu setahun,” kata dia.
Menurut Herditya, kenaikan tajam yang terjadi pada saham pendatang baru umumnya disebabkan permintaan investor yang lebih besar (oversubscribe) dibandingkan jumlah saham yang ditawarkan emiten. Kenaikan harga juga bisa didorong ekspektasi positif investor terhadap prospek emiten. Itu karena penggunaan dana IPO ditujukan untuk ekspansi atau pengembangan usaha, bukan untuk membayar utang.
Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe mengatakan, dari sisi fundamental, prospek emiten baru bisa terlihat setelah dua tahun listing di bursa. “Biasanya perusahaan kalau mau IPO dipercantik. Nah, setelah dua tahun IPO akan kelihatan aslinya,” kata dia.
Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan, memang agak berisiko memilih saham yang baru saja IPO, jika momennya kurang pas. Namun, setidaknya untuk saham-saham yang listing setahun lalu, sudah mulai ada gambaran. “Bisa lihat trennya dulu. Kalau turun, hindari dulu sampai ada sinyal pembalikan arah. Kemudian, hasil kinerja kuartal pertama 2019 bisa menjadi acuan untuk memilih,” papar dia.
Herditya sependapat. Dia bilang, saat bertransaksi saham baru IPO, selain acuan harga sedang fase uptrend, penting juga mencermati kinerja keuangan dan perkembangan kegiatan usahanya.
Saham pilihan
Kepala Riset Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai, semua perusahaan yang masuk daftar IPO di BEI memiliki prospek yang menarik. Tetapi, tak semuanya bisa serta merta dibeli ketika IPO. Investor harus melihat prospek industri secara keseluruhan. Sektor konsumer dan perbankan bisa menjadi fokus investor pada tahun ini. “Pilihan lainnya sektor infrastruktur. Tapi, memang pertumbuhan anggaran infrastruktur di APBN sudah melambat,” ujarnya.
Sementara, Sukarno menilai, tak banyak emiten pendatang baru di semester pertama yang prospek bisnisnya menarik. Salah satunya, saham PT Estika Tata Tiara Tbk (BEEF) bisa masuk watchlist. Pertimbangan dia, prospek BEEF menarik seiring rencana ekspansi. Produsen daging sapi dan produk olahannya ini berencana menambah 10 jaringan distribusi pada tahun ini, yang akan diperluas ke luar Jawa.
Menurut prospektus IPO, dari Rp 128 miliar dana yang diraih, manajemen BEEF akan menggunakan 70% untuk modal kerja. Sisa 30% untuk investasi perluasan kandang dan membangun dua fasilitas produksi. Pemegang merek dagang Kibif ini akan menambah kapasitas bisnis penggemukan dan penjualan sapi dari 1.000 ekor per bulan menjadi 2.000 sapi. Usaha ini melengkapi bisnis daging olahan yang berkapasitas 1.500 ton per bulan.
Sejalan dengan ekspansi, BEEF membidik pendapatan tahun ini mencapai Rp 1,4 triliun. Berdasarkan laporan keuangan tahun 2018, pendapatan BEEF naik tipis 5,84% year on year (yoy) menjadi Rp 895,93 miliar. Sedangkan, laba bersih nya hanya naik 0,38% menjadi Rp 29,72 miliar.
Nah, pada kuartal I-2019, emiten ini telah membukukan pendapatan Rp 278,27 miliar, naik 38% yoy. Sementara, laba bersih nya melompat 115% menjadi Rp 14,95 miliar.
Selain prospek bisnis, menurut analisa Sukarno, dari sisi pergerakan teknikal ada peluang BEEF menguat dan mengakhiri konsolidasi. Pada Kamis (27/6), harga BEEF ditutup di Rp 210. Harganya memang lebih rendah daripada harga IPO sebesar Rp 340. Tapi, sebulan terakhir, harganya sudah beranjak naik. “Dalam jangka pendek, jika mampu menguji Rp 220, target selanjutnya bisa mencapai level Rp 250,” prediksi Sukarno.
Saham lain yang menurut Sukarno layak dilirik adalah PT Bliss Properti Indonesia Tbk (POSA). Tapi, saham ini hanya untuk trading. Saham pengembang properti ini masih berpeluang menguat dengan adanya katalis insentif pajak. Seperti kita tahu, pemerintah menaikkan batas minimal harga jual properti yang dikutip Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) menjadi Rp 30 miliar dari semula Rp 20 miliar. Sementara PPh hunian mewah diturunkan dari 5% menjadi 1%.
Prediksi Sukarno, jika lanjut reli, saham POSA berpeluang menyentuh Rp 620 per saham. Kamis (27/6), harganya ditutup di level Rp 420.
Antre IPO
Di semester kedua, masih ada belasan calon emiten yang antre untuk IPO. Salah satunya, PT Eastparc Hotel Tbk yang bakal melantai di bursa pada 5 Juli 2019.
Sektor perhotelan dan pariwisata tampaknya mulai gencar mencari pendanaan di pasar modal. Di semester pertama saja, ada empat emiten pendatang baru yang menjalankan bisnis tersebut.
Dari sisi bisnis, pariwisata dan perhotelan punya kans seiring perkembangan gaya hidup masyarakat. Kendati begitu, bisnis ini bukan tanpa tantangan. Menurut Sukarno, dalam jangka pendek, sentimen harga tiket pesawat bisa memengaruhi kinerja perusahaan. Masyarakat masih butuh penyesuaian terkait harga tiket. Praktis, sektor pariwisata agak lesu meski dalam jangka panjang masih berprospek.
Daftar Antrean IPO di BEI | |||
Emiten | Harga IPO | Jumlah Saham IPO | Target Listing |
PT Krida Jaringan Nusantara Tbk | Rp 202 | 30% | 1 Juli |
PT Indonesian Tobacco Tbk | Rp 219 | 7,8% | 4 Juli |
PT Darmi Bersaudara Tbk | Rp 150 | 22,57% | 4 Juli |
PT Bima Sakti Pertiwi Tbk | Rp 100 | 20% | 5 Juli |
PT Eastparc Hotel Tbk | Rp 125-Rp 145 | 10% | 5 Juli |
PT MNC Vision Networks Tbk | Rp 231-Rp 243 | 10% | 8 Juli |
PT Envy Technologies Indonesia Tbk | Rp 350-Rp 475 | 33,33% | 8 Juli |
PT DMS Propertindo Tbk | Rp 150-Rp 200 | 29,13% | 9 Juli |
PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Tbk | Rp 12.100 | 40% | 9 Juli |
PT Fuji Finance Indonesia Tbk | Rp 105-Rp 120 | 25%-30% | 9 Juli |
PT Satyamitra Kemas Lestari Tbk | Rp 193 | 32,10% | 11 Juli |
PT Inocycle Technology Group | Rp 240-Rp 380 | 39,99% | 11 Juli |
PT Hensel Davest Indonesia Tbk | Rp 396-Rp 525 | 25% | 12 Juli |
PT Arkha Jayanti Persada Tbk | Rp 190-Rp 300 | 25% | |
PT Ifishdeco Tbk | |||
PT Dana Brata Luhur Tbk | |||
PT Itama Ranoraya Tbk | |||
PT Net Visi Media Tbk | |||
PT Andalan Sakti Primaindo Tbk | |||
Sumber: Riset KONTAN |