IMF Minta Negara-Negara Mengalihkan Fokus ke Reformasi, Bukan Penyelamatan

Selasa, 20 Juli 2021 | 21:32 WIB
IMF Minta Negara-Negara Mengalihkan Fokus ke Reformasi, Bukan Penyelamatan
[ILUSTRASI. Logo International Monetary Fund di kantor utamanya di Washington, Amerika Serikat. REUTERS/Yuri Gripas/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pejabat senior Dana Moneter Internasional (IMF), Selasa (20/7), menyarankan negara-negara untuk mengubah fokus kebijakan ekonominya. Dari fokus penyelamatan ekonomi ke menghidupkan kembali reformasi kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan untuk meningkatkan prospek pemulihan mereka dan membuatnya lebih berkelanjutan.

Seperti dikutip dari blog di situs IMF, Wakil Direktur Pelaksana Pertama IMF Geoffrey Okamoto mengatakan, pandemi Covid-19 menghambat beberapa kebijakan reformasi pro-pertumbuhan. Dengan berfokus kembali ke kebijakan reformasi, negara-negara akan berpeluang menebus output yang hilang selama pandemi.

Reformasi memungkinkan percepatan restrukturisasi dan penutupan bisnis yang tidak layak, dan kebijakan tenaga kerja yang membantu melatih kembali pekerja, akan berujung ke alokasi sumber daya yang lebih menjanjikan dan dinamis, demikian penilaian Okamoto.

Baca Juga: Industri manufaktur beri 5 masukan perihal PPKM Darurat

Kerangka kebijakan persaingan yang lebih baik seperti yang sedang diperdebatkan di Eropa dan Amerika Serikat dapat mengurangi konsentrasi kekuatan pasar di antara beberapa perusahaan dan menciptakan persaingan dan inovasi yang lebih dinamis.

"Menggunakan momen ini untuk menggulirkan beberapa reformasi yang sulit, berarti bahwa stimulus moneter dan fiskal yang masih mengalir akan berfungsi sebagai batu loncatan untuk masa depan yang lebih cerah dan lebih berkelanjutan daripada penopang untuk versi ekonomi pra-Covid-19 yang lebih lemah," tutur Okamoto.

"Merebut peluang dapat menghasilkan pertumbuhan dan kemajuan standar hidup pasca-COVID-19 yang solid selama bertahun-tahun," imbuh dia.

Seruan untuk mengalihkan fokus ke reformasi muncul di saat IMF beralih dari pembiayaan darurat pandemi Covid-19 tanpa syarat, ke negosiasi program pinjaman IMF yang lebih tradisional. Dalam fasilitas yang disebut terakhir itu, negara penerima harus memenuhi tolok ukur reformasi kebijakan.

IMF minggu lalu menyetujui pengaturan fasilitas kredit diperpanjang baru selama tiga tahun, senilai US$ 1,5 miliar untuk Republik Demokratik Kongo. Pinjaman itu disertai dengan persyaratan yang mencakup reformasi untuk meningkatkan pengumpulan pendapatan, meningkatkan tata kelola pengelolaan sumber daya alam, dan memperkuat kerangka kebijakan moneter negara untuk memastikan independensi bank sentral.

IMF juga sedang merundingkan Fasilitas Dana Perpanjangan baru dengan Argentina, yang masih tertatih-tatih kendati sudah menerima pinjaman senilai US$ 57 miliar dari IMF. Fasilitas di tahun 2018 itu merupakan pinjaman dengan nilai terbesar yang pernah disalurkan IMF.

IMF memperkirakan bahwa reformasi peningkatan pertumbuhan yang komprehensif dalam produk, tenaga kerja dan pasar keuangan dapat mengangkat pertumbuhan PDB per kapita tahunan lebih dari 1 poin persentase di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang dalam dekade berikutnya.

Baca Juga: Faisal Basri wanti-wanti agar pola pemulihan ekonomi tidak K-shaped

Negara-negara yang mengambil langkah seperti itu akan dapat menggandakan kecepatan konvergensi mereka dengan standar hidup ekonomi maju dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum pandemi, kata Okamoto.

Untuk negara maju, reformasi pro-pertumbuhan yang menargetkan sisi penawaran dapat menjaga risiko inflasi yang terus-menerus yang disebabkan oleh tekanan permintaan yang berlebihan.

Reformasi ini dapat meningkatkan kepercayaan investor di negara-negara pasar berkembang yang telah mampu mempertahankan akses ke pasar modal global selama pandemi dan membantu negara-negara ini mengatasi pengetatan kondisi keuangan, terutama jika inflasi terus berlanjut di negara maju, yang mendorong kenaikan suku bunga.

Pertumbuhan yang lebih tinggi oleh reformasi dapat membantu negara-negara miskin menghindari penghematan fiskal yang keras, memungkinkan mereka untuk mempertahankan pengeluaran sosial dan kesehatan sambil berinvestasi di masa depan, kata Okamoto.

Selanjutnya: ILO: Perempuan Menghadapi Risiko Kehilangan Pekerjaan Lebih Besar Selama Pandemi

 

Bagikan

Berita Terbaru

Grup Djarum Tambah Kepemilikan di SSIA, Kerek Harga ke Level Tertinggi Sepanjang Masa
| Jumat, 11 Juli 2025 | 19:04 WIB

Grup Djarum Tambah Kepemilikan di SSIA, Kerek Harga ke Level Tertinggi Sepanjang Masa

Pada tahun 2024 Grup Djarum juga telah menjadi pemegang 36,5% saham PT Surya Cipta Swadaya, anak usaha SSIA.

RAFI dan Perusahaan Pinjol Penggugat PKPU Jajaki Kesepakatan Perdamaian
| Jumat, 11 Juli 2025 | 14:35 WIB

RAFI dan Perusahaan Pinjol Penggugat PKPU Jajaki Kesepakatan Perdamaian

Liabilitas PT Sari Kreasi Boga Tbk (RAFI) membengkak di 2024, salah satunya bersumber dari pinjaman online.

Laba 26,26% Setahun: Harga Emas Antam Hari Ini Naik, Buyback Menguat (11 Juli 2025)
| Jumat, 11 Juli 2025 | 08:24 WIB

Laba 26,26% Setahun: Harga Emas Antam Hari Ini Naik, Buyback Menguat (11 Juli 2025)

Harga emas batangan Antam 24 karat hari ini 11 Juli 2025 di Logammulia.com Rp 1.906.000 per gram, tapi harga buyback Rp 1.750.000 per gram.

Trump Terus Bikin Kebijakan Kontroversial, CHF dan EUR Jadi Pelarian Investor Global
| Jumat, 11 Juli 2025 | 08:24 WIB

Trump Terus Bikin Kebijakan Kontroversial, CHF dan EUR Jadi Pelarian Investor Global

Langkah Donald Trump justru lebih merugikan ekonomi AS dan menekan mata uangnya sendiri, ketimbang berdampak negatif terhadap negara lain.​

Target Rasio Penerimaan Pajak Daerah Terancam Luput
| Jumat, 11 Juli 2025 | 08:16 WIB

Target Rasio Penerimaan Pajak Daerah Terancam Luput

Hingga akhir Juni 2025, pendapatan pajak daerah hanya mencapai Rp 107,7 triliun, terkontraksi 8,06% secara tahunan.

Meski Lepas dari Tarif, Tapi Jatuh ke Mulut Defisit
| Jumat, 11 Juli 2025 | 08:11 WIB

Meski Lepas dari Tarif, Tapi Jatuh ke Mulut Defisit

Mengukur potensi defisit neraca perdagangan efek negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat (AS)  

Sejumlah Sektor Ini Masih Digelayuti Tantangan, Kinerja Kuartal II Diprediksi Melemah
| Jumat, 11 Juli 2025 | 08:07 WIB

Sejumlah Sektor Ini Masih Digelayuti Tantangan, Kinerja Kuartal II Diprediksi Melemah

Meski dibayangi sentimen negatif sektoral, sejumlah saham emiten dinilai masih menarik untuk dicermati.

Ekonomi Juga Butuh Stimulus Bunga dari Bank Sentral
| Jumat, 11 Juli 2025 | 08:05 WIB

Ekonomi Juga Butuh Stimulus Bunga dari Bank Sentral

Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada tanggal 15-16 Juli pekan depan   

Harga Saham UNTR Tengah Rebound, namun Potensi Kenaikan Lanjutannya Relatif Terbatas
| Jumat, 11 Juli 2025 | 07:38 WIB

Harga Saham UNTR Tengah Rebound, namun Potensi Kenaikan Lanjutannya Relatif Terbatas

Kinerja PT Pamapersada Nusantara serta pelemahan harga batubara global membatasi prospek PT United Tractors Tbk (UNTR).

Harga Saham JPFA Mendaki Kala Ramai Rekomendasi Beli, Institusi Juga Rajin Akumulasi
| Jumat, 11 Juli 2025 | 07:10 WIB

Harga Saham JPFA Mendaki Kala Ramai Rekomendasi Beli, Institusi Juga Rajin Akumulasi

Target harga rata-rata 12 bulan berdasar rekomendasi analis menunjukkan ada upside potential lebih dari 50%.

INDEKS BERITA

Terpopuler