IMF Minta Negara-Negara Mengalihkan Fokus ke Reformasi, Bukan Penyelamatan

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pejabat senior Dana Moneter Internasional (IMF), Selasa (20/7), menyarankan negara-negara untuk mengubah fokus kebijakan ekonominya. Dari fokus penyelamatan ekonomi ke menghidupkan kembali reformasi kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan untuk meningkatkan prospek pemulihan mereka dan membuatnya lebih berkelanjutan.
Seperti dikutip dari blog di situs IMF, Wakil Direktur Pelaksana Pertama IMF Geoffrey Okamoto mengatakan, pandemi Covid-19 menghambat beberapa kebijakan reformasi pro-pertumbuhan. Dengan berfokus kembali ke kebijakan reformasi, negara-negara akan berpeluang menebus output yang hilang selama pandemi.
Reformasi memungkinkan percepatan restrukturisasi dan penutupan bisnis yang tidak layak, dan kebijakan tenaga kerja yang membantu melatih kembali pekerja, akan berujung ke alokasi sumber daya yang lebih menjanjikan dan dinamis, demikian penilaian Okamoto.
Baca Juga: Industri manufaktur beri 5 masukan perihal PPKM Darurat
Kerangka kebijakan persaingan yang lebih baik seperti yang sedang diperdebatkan di Eropa dan Amerika Serikat dapat mengurangi konsentrasi kekuatan pasar di antara beberapa perusahaan dan menciptakan persaingan dan inovasi yang lebih dinamis.
"Menggunakan momen ini untuk menggulirkan beberapa reformasi yang sulit, berarti bahwa stimulus moneter dan fiskal yang masih mengalir akan berfungsi sebagai batu loncatan untuk masa depan yang lebih cerah dan lebih berkelanjutan daripada penopang untuk versi ekonomi pra-Covid-19 yang lebih lemah," tutur Okamoto.
"Merebut peluang dapat menghasilkan pertumbuhan dan kemajuan standar hidup pasca-COVID-19 yang solid selama bertahun-tahun," imbuh dia.
Seruan untuk mengalihkan fokus ke reformasi muncul di saat IMF beralih dari pembiayaan darurat pandemi Covid-19 tanpa syarat, ke negosiasi program pinjaman IMF yang lebih tradisional. Dalam fasilitas yang disebut terakhir itu, negara penerima harus memenuhi tolok ukur reformasi kebijakan.
IMF minggu lalu menyetujui pengaturan fasilitas kredit diperpanjang baru selama tiga tahun, senilai US$ 1,5 miliar untuk Republik Demokratik Kongo. Pinjaman itu disertai dengan persyaratan yang mencakup reformasi untuk meningkatkan pengumpulan pendapatan, meningkatkan tata kelola pengelolaan sumber daya alam, dan memperkuat kerangka kebijakan moneter negara untuk memastikan independensi bank sentral.
IMF juga sedang merundingkan Fasilitas Dana Perpanjangan baru dengan Argentina, yang masih tertatih-tatih kendati sudah menerima pinjaman senilai US$ 57 miliar dari IMF. Fasilitas di tahun 2018 itu merupakan pinjaman dengan nilai terbesar yang pernah disalurkan IMF.
IMF memperkirakan bahwa reformasi peningkatan pertumbuhan yang komprehensif dalam produk, tenaga kerja dan pasar keuangan dapat mengangkat pertumbuhan PDB per kapita tahunan lebih dari 1 poin persentase di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang dalam dekade berikutnya.
Baca Juga: Faisal Basri wanti-wanti agar pola pemulihan ekonomi tidak K-shaped
Negara-negara yang mengambil langkah seperti itu akan dapat menggandakan kecepatan konvergensi mereka dengan standar hidup ekonomi maju dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum pandemi, kata Okamoto.
Untuk negara maju, reformasi pro-pertumbuhan yang menargetkan sisi penawaran dapat menjaga risiko inflasi yang terus-menerus yang disebabkan oleh tekanan permintaan yang berlebihan.
Reformasi ini dapat meningkatkan kepercayaan investor di negara-negara pasar berkembang yang telah mampu mempertahankan akses ke pasar modal global selama pandemi dan membantu negara-negara ini mengatasi pengetatan kondisi keuangan, terutama jika inflasi terus berlanjut di negara maju, yang mendorong kenaikan suku bunga.
Pertumbuhan yang lebih tinggi oleh reformasi dapat membantu negara-negara miskin menghindari penghematan fiskal yang keras, memungkinkan mereka untuk mempertahankan pengeluaran sosial dan kesehatan sambil berinvestasi di masa depan, kata Okamoto.
Selanjutnya: ILO: Perempuan Menghadapi Risiko Kehilangan Pekerjaan Lebih Besar Selama Pandemi