KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 4,75% di tengah pekan lalu, mengejutkan pasar. Tak ada yang menyangka BI kembali menggunting BI rate di tengah pelemahan rupiah. Para ekonom pun tak ada yang memprediksi BI bakal menurunkan suku bunga lagi. Selain rupiah yang masih lemah, juga lantaran sebelumnya BI sudah empat kali memangkas bunga di tahun ini.
Bisa ditebak efeknya. Kurs rupiah makin terjerembab dan sudah menembus level Rp 16.601 per dolar AS pada Jumat lalu (19/9/2025). Sepertinya pasar membaca bahwa pemangkasan suku bunga BI ini bukan sekadar kebijakan moneter biasa. Melainkan konsekuensi dari ambisi besar pemerintah untuk mengerek pertumbuhan ekonomi dari 5% menjadi 8%.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pernyataannya juga menyebut, keputusan pemangkasan bunga BI itu sejalan dengan upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Nah, pasar khawatir BI mulai "tunduk" pada tekanan politik dengan makin melonggarkan kebijakan moneter demi target pertumbuhan ekonomi tinggi yang dibidik pemerintah. Kekhawatiran itu makin menjadi, lantaran saat bersamaan, DPR juga tengah menggodok revisi UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
DPR menyelipkan sejumlah pasal baru kontroversial yang bisa memperbesar kewenangan DPR terhadap BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dalam draft revisi UU P2SK disebutkan, DPR tak lagi sekadar berperan memberi persetujuan atas usulan presiden. Tapi bisa melakukan evaluasi langsung terhadap Dewan Gubernur BI, Dewan Komisioner OJK dan Dewan Komisioner LPS. Hasil evaluasi itu bahkan bisa menjadi dasar pemberhentian pejabat terkait. Bukan itu saja, DPR juga menambah fungsi BI. Jika sebelumnya peran BI lebih terbatas menjaga stabilitas rupiah dan sistem keuangan. Kelak, BI juga ditugasi bersinergi langsung dengan kebijakan pemerintah, termasuk sektor fiskal dan penciptaan lapangan.
Jika nanti ketentuan ini lolos dalam proses revisi UU P2SK, makin memperkuat kekhawatiran bahwa jalur kebijakan ekonomi kita akan makin dikendalikan kepentingan kekuasaan. Padahal penting diingat, Indonesia selama ini dipuji karena kehati-hatian fiskalnya dan independensi BI dalam menjaga stabilitas makroekonomi.
Pelemahan rupiah dan capital outflow yang berlangsung belakangan ini barangkali respons kekhawatiran pasar mengenai hal ini. Padahal BI berkali-kali melakukan intervensi. Jangan-jangan ini sinyal bahwa pelemahan kepercayaan pasar memang sudah terlalu nyata.