Independensi BI

Senin, 22 September 2025 | 06:12 WIB
Independensi BI
[ILUSTRASI. TAJUK - Khomarul Hidayat]
Khomarul Hidayat | Redaktur Pelaksana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 4,75% di tengah pekan lalu, mengejutkan pasar. Tak ada yang menyangka BI kembali menggunting BI rate di tengah pelemahan rupiah. Para ekonom pun tak ada yang memprediksi BI bakal menurunkan suku bunga lagi. Selain rupiah yang masih lemah, juga lantaran sebelumnya BI sudah empat kali memangkas bunga di tahun ini. 

Bisa ditebak efeknya. Kurs rupiah makin terjerembab dan sudah menembus level Rp 16.601 per dolar AS pada Jumat lalu (19/9/2025). Sepertinya pasar membaca bahwa pemangkasan suku bunga BI ini bukan sekadar kebijakan moneter biasa. Melainkan konsekuensi dari ambisi besar pemerintah untuk mengerek pertumbuhan ekonomi dari 5% menjadi 8%.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pernyataannya juga menyebut, keputusan pemangkasan bunga BI itu sejalan dengan upaya bersama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Nah, pasar khawatir BI mulai "tunduk" pada tekanan politik dengan makin melonggarkan kebijakan moneter demi target pertumbuhan ekonomi tinggi yang dibidik pemerintah. Kekhawatiran itu makin menjadi, lantaran saat bersamaan, DPR juga tengah menggodok revisi UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

DPR menyelipkan sejumlah pasal baru kontroversial yang bisa memperbesar kewenangan DPR terhadap BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dalam draft revisi UU P2SK disebutkan, DPR tak lagi sekadar berperan memberi persetujuan atas usulan presiden. Tapi bisa melakukan evaluasi langsung terhadap Dewan Gubernur BI, Dewan Komisioner OJK dan Dewan Komisioner LPS. Hasil evaluasi itu bahkan bisa menjadi dasar pemberhentian pejabat terkait. Bukan itu saja, DPR juga menambah fungsi BI. Jika sebelumnya peran BI lebih terbatas menjaga stabilitas rupiah dan sistem keuangan. Kelak, BI juga ditugasi bersinergi langsung dengan kebijakan pemerintah, termasuk sektor fiskal dan penciptaan lapangan.   

Jika nanti ketentuan ini lolos dalam proses revisi UU P2SK, makin memperkuat kekhawatiran bahwa jalur kebijakan ekonomi kita akan makin dikendalikan kepentingan kekuasaan. Padahal penting diingat, Indonesia selama ini dipuji karena kehati-hatian fiskalnya dan independensi BI dalam menjaga stabilitas makroekonomi. 

Pelemahan rupiah dan capital outflow yang berlangsung belakangan ini barangkali respons kekhawatiran pasar mengenai hal ini. Padahal BI berkali-kali melakukan intervensi. Jangan-jangan ini sinyal bahwa pelemahan kepercayaan pasar memang sudah terlalu nyata.

Selanjutnya: Cuan Maksimal! Racik Portofolio Investasi Saat Bunga BI Rendah

Bagikan
Topik Terkait

Berita Terkait

Berita Terbaru

Berusaha Tetap Bertahan Kini Karyawan Indofarma (INAF) Hanya Tersisa 21 Orang Saja
| Selasa, 04 November 2025 | 19:18 WIB

Berusaha Tetap Bertahan Kini Karyawan Indofarma (INAF) Hanya Tersisa 21 Orang Saja

Setelah anak usahanya, PT Indofarma Global Medika pailit, Indofarma (INAF) mencoba tetap bertahan dengan melaksanakan pengurangan karyawan.

Era Keemasan Ekspor Batubara Indonesia ke Tiongkok Kian Menjauh
| Selasa, 04 November 2025 | 19:09 WIB

Era Keemasan Ekspor Batubara Indonesia ke Tiongkok Kian Menjauh

Industri batubara Indonesia kini perlu bersiap-siap dengan risiko bisnis besar sejalan dengan turunnya ekspor ke Tiongkok.

Bitcoin Volatil Ekstrem, Berikut Alternatif Koin Crypto Lain
| Selasa, 04 November 2025 | 16:38 WIB

Bitcoin Volatil Ekstrem, Berikut Alternatif Koin Crypto Lain

Ethereum (ETH) berada dalam watchlist karena dijadwalkan meluncurkan upgrade besar bernama Fusaka ke mainnet pada 3 Desember 2025.

Prabowo Akan Siapkan Rp 1,2 Triliun Per Tahun Buat Bayar Utang Whoosh
| Selasa, 04 November 2025 | 14:57 WIB

Prabowo Akan Siapkan Rp 1,2 Triliun Per Tahun Buat Bayar Utang Whoosh

Prabowo tekankan tidak ada masalah pembayaran utang Whoosh, namun belum jelas sumber dana dari APBN atau dari BPI Danantara.

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR
| Selasa, 04 November 2025 | 09:09 WIB

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR

Hingga akhir 2025 MYOR menargetkan laba bersih sebesar Rp 3,1 triliun atau cuma naik sekitar 0,8% dibandingkan tahun lalu.​

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru
| Selasa, 04 November 2025 | 08:49 WIB

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru

Investor diharapkan bisa berinvestasi pada saham profit tinggi, valuasi harga dan volatilitas rendah.

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian
| Selasa, 04 November 2025 | 08:45 WIB

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian

Saratoga juga mencatat kerugian bersih atas instrumen keuangan derivatif lainnya Rp 236 juta per 30 September 2025.

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah
| Selasa, 04 November 2025 | 08:16 WIB

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah

Sepanjang Oktober 2025 investor asing institusi lebih banyak melakukan pembelian saham UNTR ketimbang mengambil posisi jual.

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit
| Selasa, 04 November 2025 | 08:02 WIB

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit

PT PAM Mineral Tbk (NICL) meraih pertumbuhan penjualan dan laba bersih per kuartal III-2025 di tengah tren melandainya harga nikel global.

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025
| Selasa, 04 November 2025 | 07:52 WIB

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025

Mayoritas emiten farmasi mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba di periode Januari hingga September 2025.

INDEKS BERITA

Terpopuler