Industri Keberatan Royalti Tambang Batubara Naik

Jumat, 01 Februari 2019 | 13:46 WIB
Industri Keberatan Royalti Tambang Batubara Naik
[]
Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Agaknya, beban industri pertambangan batubara, khususnya pemegang kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang statusnya akan berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bakal semakin berat.

Sebab, pemerintah akan meningkatkan royalti pertambangan dari sebelumnya 13,5% menjadi 15%. Kebijakan itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlakukan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dengan beleid itu, produsen batubara berskala jumbo memproyeksikan, kenaikan pajak bisa memperlemah industri pertambangan. Salah satu perusahaan yang bakal mendapatkan beban perpajakan besar adalah PT Berau Coal Energy Tbk. Dalam waktu dekat, kontrak perusahaan ini akan berakhir dan berubah menjadi IUPK/

General Manager Marketing External Relations Berau Coal, Singgih Widagdo mengatakan pendapatan negara semestinya tidak dilihat atas elemen parsial perpajakan. Namun keseluruhan dari PPh, Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) dan PPN.

Dalam draft yang diterima KONTAN, selain DHPB 15%, PPh badan yang akan ditanggung produsen sebesar 25% atau sama seperti saat ini. "Keputusan atas pajak yang tidak tepat atas kondisi internasional coal market justru dapat memperlemah industri pertambangan batubara," terang dia kepada KONTAN.

Singgih bilang, pemerintah harus mengerti bahwa investor atau pengusaha pertambangan bergerak atas dasar harga internasional yang berfluktuasi.

Menurut dia, dengan memaksakan nilai royalti secara absolut, khususnya di saat harga komoditas jatuh, maka dapat mempengaruhi pola penambangan. "Yang berujung pada coal inventory yang pada dasarnya dimiliki pemerintah," pungkas dia.

Jadi, kata Singgih, sebaiknya nilai royalti bukan sekadar angka 13,5% atau 15%, namun harus dikaitkan dengan kondisi pasar batubara internasional, parameter economic cost, environment cost dan social cost.

Tidak menarik

Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk, Febriati Nadira bilang, dalam pengenaan pajak pada calon beleid itu, pemerintah sebaiknya menerapkan formula yang bisa mendorong iklim investasi lebih menarik di bidang pertambangan batubara. Hal itu pada akhirnya berkontribusi pada penerimaan negara yang optimal.

Dia berharap tarif royalti batubara bisa naik dalam kondisi harga batubara yang tinggi. "Contohnya di negara bagian Queensland - Australia di mana royalti ditetapkan 7% untuk harga batubara hingga US$ 100 per ton," kata dia.

Formula semacam itu, menurut Nadira, mirip windfall profit tax. Sehingga dalam kondisi ini perusahaan dapat melakukan kegiatan penambangan secara lebih berkelanjutan.

Terkait perpajakan, Direktur PT Bumi Resources Tbk, Dileep Srivastava enggan berspekulasi lebih lanjut. "Kami masih menunggu aturannya terbit. Terlalu dini untuk berspekulasi," ucap dia.

Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Hufron Asrofi mengakui penerimaan negara dalam RPP itu nantinya akan lebih besar. "Iya, kami harus begitu," ujar dia, tanpa membeberkan detail skema perpajakan tersebut.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Rofianto Kurniawan menyampaikan bahwa RPP tersebut bisa segera terbit. Lagi pula, kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis(CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, skema pungutan pajak yang mengombinasikan antara nail down dan prevailing cukup ideal.

Menurut Yustinus, skema ini menyesuaikan kondisi dan tren perpajakan di industri pertambangan batubara di masa mendatang. "UU Minerba sebenarnya prevailing. Sementara rezim Kontrak Karya (KK) dan PKP2B memang nail down, masing-masing ada kelebihan dan kekurangan," jelas dia.

Yustinus menyatakan, ada konteks yang melatari penerapan skema penerimaan negara. Saat kontrak diteken dalam rezim KK dan PKP2B, itu merupakan fase awal negara membutuhkan investasi yang cukup besar.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Perisai Analisis Kredit Berbasis AI
| Minggu, 20 Juli 2025 | 16:21 WIB

Perisai Analisis Kredit Berbasis AI

Kasus penipuan di sektor keuangan masih terus terjadi, malah cenderung meningkat.                             

KPR Melambat saat Daya Beli Masih Kurang Sehat
| Minggu, 20 Juli 2025 | 16:05 WIB

KPR Melambat saat Daya Beli Masih Kurang Sehat

Sejak awal tahun, penyaluran KPR dalam tren melambat. Apa strategi bank mendongkrak kredit hunian?              

Menengok Cuan Reksadana ESG, Sinarmas AM Berencana Rilis Produk Baru
| Minggu, 20 Juli 2025 | 11:53 WIB

Menengok Cuan Reksadana ESG, Sinarmas AM Berencana Rilis Produk Baru

Sinarmas Asset Management berencana meluncurkan produk baru yang bisa jadi pilihan bagi investor yang peduli dengan ling

Profit 24,95% Setahun, Cek Harga Emas Antam Hari Ini (20 Juli 2025)
| Minggu, 20 Juli 2025 | 10:12 WIB

Profit 24,95% Setahun, Cek Harga Emas Antam Hari Ini (20 Juli 2025)

Harga emas batangan Antam 24 karat 20 Juli 2025 di Logammulia.com Rp 1.927.000 per gram, harga buyback Rp 1.773.000 per gram.

Pelemahan Daya Beli Menghantui Sektor Properti
| Minggu, 20 Juli 2025 | 05:44 WIB

Pelemahan Daya Beli Menghantui Sektor Properti

Pertumbuhan ekonomi yang melambat terindikasi dari melemahnya daya beli khususnya di sektor properti. 

 
 
Jalan Pematang Modernisasi di Sawah
| Minggu, 20 Juli 2025 | 05:44 WIB

Jalan Pematang Modernisasi di Sawah

​Luas kepemilikan lahan pada petani yang masih mini menjadi kendala petani menggunakan alat dan mesin pertanian (alsintan).

 
 
IHSG Naik 3,75% Sepekan, Intip Saham-Saham Paling Cuan Hingga 18 Juli 2025
| Minggu, 20 Juli 2025 | 05:44 WIB

IHSG Naik 3,75% Sepekan, Intip Saham-Saham Paling Cuan Hingga 18 Juli 2025

Pada sepekan hingga 18 Juli 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakumulasi kenaikan 3,75% dan ditutup pada 7.311,91 .

Dalam Sepekan Kurs Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS, Ini Penyebabnya
| Minggu, 20 Juli 2025 | 05:32 WIB

Dalam Sepekan Kurs Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS, Ini Penyebabnya

Dolar AS berbalik melemah, merespons pidato dovish pejabat  The Fed yang menyerukan pemangkasan suku bunga segera dilakukan FOMC akhir bulan in

Tunduk pada Trump?
| Minggu, 20 Juli 2025 | 05:05 WIB

Tunduk pada Trump?

Kesepakatan dagang ini tidak seimbang bagi Indonesia. Jika dicermati, justru ada kenaikan tarif impor oleh AS dari sebelum pengumuman April 2025.

Lari Dahulu Jadi Pelatih Kemudian
| Minggu, 20 Juli 2025 | 04:05 WIB

Lari Dahulu Jadi Pelatih Kemudian

Demam lari tak lagi sekadar tren, tapi telah membuka peluang baru bagi profesi pelatih lari profesional. 

 
INDEKS BERITA

Terpopuler