KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah menghapus pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap kapal yacht dan kapal pesiar asing akan memberikan dampak positif bagi industri pariwisata Indonesia.
Didien Junaedy, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), mengatakan, penghapusan PPnBM atas yacht merupakan permintaan dari industri pariwisata lantaran hanya menghambat bisnis bahari. "Sejak dulu, kami memperjuangkan semua hambatan-hambatan. Indonesia punya potensi bahari yang luas, tapi infrastruktur amburadul. Regulasi-regulasi juga sulit," ujar Didien yang juga Sekretaris Jenderal Gabungan Usaha Wisata Bahari kepada KONTAN, Minggu (3/2).
Terkait kendala regulasi, Didien menjelaskan, hambatan berasal dari izin kapal wisata asing atau clearance approval dari Otoritas Indonesia Territory (CAIT). Apabila ada yacht mau masuk, mereka harus membayar atau memberikan jaminan ke bea cukai. "Ini jadi hambatan karena izin sulit dan berbelit-belit. "Untuk biaya CAIT itu sekitar US$ 150–US$ 200 sekali masuk," ungkapnya.
Merujuk data GIPI, tahun lalu, yacht yang masuk ke Indonesia hampir mencapai 2.000. Dengan penghapusan PPnBM yacht, GIPI menargetkan, ada 3.000 yacht yang datang ke Indonesia tahun ini.
Guntur Sakti, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata bilang, perkirakan pendapatan negara dari deregulasi tersebut akan meningkat lima kali lipat. "PPnBM yach sebesar 75% selama ini hanya memberikan pendapatan negara sebesar US$ 80,54 juta. Sedangkan jika dihapuskan, ada potensi devisa masuk sebesar US$ 442,45 juta," tuturnya.
Maklum, efek dari deregulasi tersebut, banyaknya yacht yang masuk dan menggunakan jasa maintenance di Indonesia. Potensi dari bea standar dan operational maintenance yacht diperkirakan sebesar US$ 350,7 juta.