Berita Bisnis

Industri Pendukung yang Harus Sabar Menanti Dampak Relaksasi

Sabtu, 20 Februari 2021 | 14:05 WIB
 Industri Pendukung yang Harus Sabar Menanti Dampak Relaksasi

Sumber: Tabloid Kontan | Editor: Hendrika

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sempat ditolak oleh Menteri Keuangan, pada Oktober 2020, relaksasi pajak mobil dapat lampu hijau dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto 11 Februari lalu. Pembebasan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang diusulkan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang September 2020 itu, diharapkan mampu menggairahkan industri otomotif. Sebab, kebijakan itu digadang-gadang bisa menurunkan harga mobil secara signifikan. Seperti diketahui, selama tahun 2020, pasar mobil nasional tergerus cukup dalam. Penjualan ritel 578.327 unit, turun dari 1.043.017 unit tahun lalu. Kementerian Perindustrian menyebut, relaksasi tak sekadar untuk mendongkrak penjualan, juga untuk menggerakkan ekosistem industri otomotif. Sebut saja industri ban, industri kaca, industri komponen, hingga petani karet. Direktur PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) Wanny Wijaya mengungkapkan, selama pandemi, industri otomotif mengalami penurunan yang cukup signifikan. Maka, AUTO menyambut relaksasi init. "Semoga kebijakan ini dapat mendorong daya beli masyarakat," kata Wanny. Meski begitu Wanny bilang, kebijakan ini tidak langsung berdampak bagi perusahaan komponen. Sebab, sebagai produsen dan distributor komponen, AUTO mensupport OEM.

Managing Director PT Bridgestone Tire Indonesia Mukiat Sutikno bilang kebijakan serupa sudah diberlakukan negara lain seperti Thailand dan China. Relaksasi terbukti menguntungkan banyak pihak, bukan hanya konsumen tapi juga pebisnis otomotif. Termasuk dampaknya ke industri ban. "Apalagi jenis kendaraan yang diberi relaksasi jenis mobil yang menyerap 40% penjualan kami," jelasnya.

Head of Marketing and Corporate Communication Goodyear Indonesia Wicaksono Sobroto mengungkapkan relaksasi bagus mendorong pertumbuhan industri, tetapi efektivitasnya butuh waktu.

Ketua Dewan Pengawas Perkumpulan Industri Kecil-Menengah Komponen Otomotif (PIKKO) Indonesia Wan Fauzi sependapat. "Pengaruh langsung relaksasi ini, hanya untuk APM, bukan UKM industri komponen macam kami," jelas Fauzi. Dampak relaksasi bagi mereka, baru kelihatan tiga bulan lagi. Maklum, umumnya industri otomotif punya stok komponen sampai tiga bulan.

Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Azis Pane mengungkapkan hal sama. Bahkan, menurut dia, relaksasi tak bakal meningkatkan minat beli. Masyarakat cenderung menyimpan aset mereka dan tak berbelanja, lantaran pandemi berkepanjangan. "Saya pikir, baiknya atasi Covid dulu. Kalau kondisi sudah terindikasi membaik tentu psikologis masyarakat lebih baik," kata Azis.

Pasalnya, dalam kondisi sekarang, masyarakat juga berpikir ulang untuk merawat mobil. Beli ban pun ditahan, karena kendaraan banyak diparkir di rumah.

Harga material naik

Hal ini, menurut Azis, dijumpai saat dia berkeliling bengkel-bengkel. Para montir mengaku hanya bisa mengantungi tip sekitar Rp 10 ribu per minggu. "Padahal sebelum pandemi, mereka bisa dapat Rp 100 ribu sehari," ujarnya.

Gilang Janu, Service Advisor PT Borobudur Oto Mobil mengatakan sekalipun jumlah kedatangan konsumen ke bengkel sudah lebih baik ketimbang Maret atau April 2020, tapi kondisinya masih belum kembali normal. "Yang tadinya ganti oli per 3 bulan, bisa mundur jadi 6 bulan. Mobilitas nggak banyak jadi ya jadi jarang ganti ban," kata dia.

Bahwa industri komponen masih harus menunggu lama sehingga bisa merasakan dampak relaksasi, sebenarnya seperti ironi. Maklumlah, Kementerian Perindustrian mengajukan relaksasi, salah satunya lantaran industri komponen yang hidup segan mati tak mau, gara-gara pandemi berkepanjangan.

Bahkan, menurut Fauzi, jika sekarang ada lonjakan permintaan komponen dari bengkel atau pabrikan mobil, itu belum cukup jadi kabar gembira. Soalnya, sekarang industri komponen sedang sulit gara-gara kenaikan harga material. Sementara kami tak bisa menaikkan harga komponen ke agen pemegang merek atau APM, kata Fauzi.

Pebisnis komponen tidak punya pilihan untuk berburu material ke mancanegara karena keran impor ditutup. Pemasok mereka adalah Krakatau Steel (KS) yang baru menaikkan harga baja lembaran 30%, dari Rp 11.500 per kilogram, menjadi Rp 15.000 per kilogram.

Situasi ini, menurut Fauzi membawa dilema. Bila kebijakan relaksasi PPnBM membuat penjualan mobil naik, dan industri otomotif minta pabrik komponen untuk support, sementara harga bahan baku naik. "Kalau permintaan naik, tentu harga material bisa naik lagi," ujar Fauzi.

Perkara yang dihadapi bukan sekadar material yang naik harga, tetapi supplier juga minta untuk dibayar secara tunai. Menurut Fauzi, hal itu sangat dimaklumi, karena banyak pembeli yang kesulitan arus kas. Belakangan, pemasok material mengutamakan pembeliyang bayar tunai.

"Sampai sekarang, memang tak ada kebijakan pemerintah yang secara langsung menyentuh kami. Relaksasi PPnBM itu yang akan merasakan ya, perusahaan-perusahaan besar," kata Fauzi.

Lebih jauh, Fauzi berharap di situasi sekarang, UKM komponen diberi keringanan modal kerja tanpa agunan. Menurut Fauzi, nantinya, proses pelunasan pinjaman bisa dilakukan dengan memotong pembayaran dari klien. Yang penting kami dapat material, produksi, lalu dapat pembayaran dan silakan potong di situ, katanya.

Fauzi mengingatkan, pemerintah harus menjaga stabilitas harga dan stok material. Bila material sulit dan harga naik, akan berpengaruh ke harga produk otomotif.

Relaksasi langsung

Adapun industri ban merasakan biaya gas yang masih tinggi. "Kalau tarif gas ini turun tentu akan membuat harga ebih kompetitif," jelas Mukiat.

Alhasil, agar industri komponen bisa berjalan bersama dengan industri mobil yang sudah mendapatkan relaksasi, mereka berharap pada kebijakan yang bisa langsung dirasakan. Misalnya saja, bantuan modal untuk pembelian bahan baku serta diskon harga gas.

Sambil menanti pasar kembali pulih, para pelaku industri komponen terus berupaya supaya roda bisnis berputar. Wanny mengungkapkan selain memberikan support pada OEM, AUTO punya segmen perdagangan yang mengakomodasi kebutuhan suku cadang kendaraan Unit in Operation melalui penjualan suku cadang dan layanan servis.

"Kami juga melakukan inovasi dengan menjual produk non otomotif melalui internet, untuk membantu mengatasi penyebaran covid 19. Produk ini dibuat salah satu anak perusahaan kami PT Astra Komponen Indonesia, " jelasnya.

Sementara, menurut Mukiat, langkah yang diupayakan Bridgestone Indonesia untuk mendongkrak penjualan ban adalah dengan bekerjasama dengan lembaga keuangan untuk memberi promosi pembelian ban secara cicilan. Antara lain, bunga 0% selama 3 bulan.

Bagaimanapun, ban merupakan bagian penting kendaraan. "Makanya, fasilitas pembayaran ini memungkinkan orang bisa ganti ban di kondisi sekarang," jelas Mukiat.

PT Ganding Toolsindo, perusahaan manufaktur komponen otomotif milik Wan Fauzi, mencoba peruntungan di produk di luar otomotif. Selama pandemi, kami menggarap produk lain, seperti perangkat wastafel dan komponen untuk elektronik yang permintaannya sedang tinggi, kata Fauzi, yang pensiunan Astra ini.

Dengan strategi ini, Ganding Toolsindo mencoba mengejar omzet untuk menghidupi operasional dan gaji karyawan perusahaan. Kalau secara keuangan kami mengalami kesulitan di cashflow, kata Fauzi yang berusaha tak mengurangi karyawan selama ini.

Berbeda dengan industri ban. Yang saat ini diakui oleh Azis Pane banyak perusahaan yang sudah melakukan efisiensi. Bukan hanya efisiensi jam kerja, tapi juga sudah memberlakukan potongan gaji karyawan, bahkan menawarkan pensiun alias pengurangan karyawan.

Hal ini tak bisa terhindarkan di industi ban. Listrik sudah banyak yang padam. Kami tak bisa memproduksi barang lain selain ban, ujarnya.

Tak heran, menurut Azis, banyak perusahaan ban yang mengambil langkah efisiensi. "Situasi ini tak bisa ditutupi," jelas Azis.

Terbaru