Ini Alasan WHO Menentang Suntikan Penguat Vaksin Covid-19

Selasa, 13 Juli 2021 | 22:02 WIB
Ini Alasan WHO Menentang Suntikan Penguat Vaksin Covid-19
[ILUSTRASI. World Health Organization (WHO) Director-General Tedros Adhanom Ghebreyesus attends a news conference in Geneva Switzerland July 3, 2020. Fabrice Coffrini/Pool via REUTERS]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - JENEWA. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan negara-negara kaya seharusnya tidak memesan suntikan penguat untuk warganya yang sudah divaksin. Alasan WHO, saat ini masih banyak negara yang belum kabagian pasokan vaksin Covid-19.

Angka kematian akibat Covid-19 di dunia kembali meningkat akibat penyebaran virus corona varian Delta yang semakin meluas. Celakanya, masih banyak negara yang belum kebagian pasokan vaksin, bahkan, untuk tenaga kesehatan.

“Varian Delta menyebar di seluruh dunia dengan kecepatan tinggi, mendorong lonjakan baru dalam kasus dan kematian Covid-19," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Senin (12/7) dalam konferensi virtual. Varian delta yang pertama kali terdeteksi di India, kini telah menyebar ke lebih dari 104 negara.

Baca Juga: Kalbe Farma tingkatkan kapasitas tes PCR Covid-19 menjadi 2.500 - 3.000 per hari

“Ada kesenjangan yang tajam dalam pasokan dan akses ke vaksin Covid-19 di dunia. Beberapa negara dan wilayah telah memesan jutaan dosis vaksin sebagai suntikan penguat (booster), padahal masih ada negara yang belum punya cukup pasokan untuk menyuntik tenaga kesehatan dan orang-orang yang paling rentan,” kata Tedros.

Tedros mengkritik Pfizer dan Moderna yang menawarkan vaksin mereka sebagai suntikan penguat di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi. Dia menyatakan kedua perusahaan farmasi itu seharusnya mengalokasikan produksi mereka ke Covax, yang menyediakan platform untuk membagikan vaksin secara merata ke negara dengan penghasilan pas-pasan hingga negara miskin.

Ada juga alasan ilmiah mengapa WHO menentang suntikan penguat. Menurut kepala ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan, belum ada bukti yang mendukung perlunya booster bagi mereka yang telah menerima vaksin lengkap.

Baca Juga: Risiko infeksi virus corona bisa meningkat gara-gara satu faktor ini

Namun, dia tidak menutup kemungkinan jika di masa mendatang ada hasil penelitian yang menyatakan booster dibutuhkan. “Harus berdasarkan ilmu pengetahuan dan data, bukan pada masing-masing perusahaan yang menyatakan bahwa vaksin mereka perlu diberikan sebagai dosis booster,” katanya.

Swaminathan juga tidak menyarankan penyuntikkan vaksin dari produsen berbeda ke seseorang. Ia menyebut, upaya mencampurkan berbagai vaksin Covid-19 itu sebagai tren yang berbahaya. “Kita berada di zona tanpa data dan tanpa bukti tentang pencampuran penggunaan vaksin,” ujar dia.

Mike Ryan, kepala program kedaruratan WHO, bersuara lebih keras tentang kecenderungan negara kaya menimbun vaksin untuk booster. “Kita akan melihat ke belakang dengan rasa marah, dengan rasa malu, jika ada negara menggunakan dosis yang berharga sebagai  booster, sementara pada saat yang sama di tempat lain di dunia, masih banyak orang yang rentan, bahkan sekarat tanpa vaksin,” ujar dia.

Selanjutnya: Diusir dari China, Ekosistem Penambang Kripto Kian Meluas

 

 

Bagikan

Berita Terbaru

Mengupas Kinerja Hingga Prospek Emiten Anggota MIND ID di 2026: ANTM dan TINS (Bag 1)
| Senin, 08 Desember 2025 | 09:32 WIB

Mengupas Kinerja Hingga Prospek Emiten Anggota MIND ID di 2026: ANTM dan TINS (Bag 1)

Di luar harga komoditas, faktor struktural lain bakal memengaruhi prospek PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Timah Tbk (TINS).

Laba ACES Diproyeksi Turun 20% di 2025, bisa Rebound Berkat Low Base Effect di 2026
| Senin, 08 Desember 2025 | 07:57 WIB

Laba ACES Diproyeksi Turun 20% di 2025, bisa Rebound Berkat Low Base Effect di 2026

Strategi rejuvenasi PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) meliputi revamp flagship store dan gerai Neka.

Asing Rajin Borong Saham TLKM, JP Morgan hingga Invesco Serok Ratusan Juta Lembar
| Senin, 08 Desember 2025 | 07:30 WIB

Asing Rajin Borong Saham TLKM, JP Morgan hingga Invesco Serok Ratusan Juta Lembar

Mayoritas analis berdasarkan konsensus Bloomberg masih memandang bullish saham PT Telkom Indonesia Tbk.

Awal Pekan Sambil Menanti Data Ekonomi, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
| Senin, 08 Desember 2025 | 07:07 WIB

Awal Pekan Sambil Menanti Data Ekonomi, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Pasar mencermati rilis sejumlah data ekonomi domestik pekan ini. Mulai  penjualan sepeda motor, IKK serta data penjualan ritel bulan Oktober. 

Kinerja Emiten Rumah Sakit Masih Akan Bertumbuh di 2026
| Senin, 08 Desember 2025 | 06:45 WIB

Kinerja Emiten Rumah Sakit Masih Akan Bertumbuh di 2026

Kenaikan kinerja seiring permintaan layanan kesehatan yang terus meningkat dan pertumbuhan kuat dari segmen pasien pribadi.

Rupiah di Awal Pekan Menanti Arah Angin Fed
| Senin, 08 Desember 2025 | 06:30 WIB

Rupiah di Awal Pekan Menanti Arah Angin Fed

Rupiah pada awal pekan ini akan dipengaruhi sentimen pasar yang mulai fokus ke keputusan FOMC pada 9-10 Desember 2025. 

Banjir Turut Menggerus Pertumbuhan Ekonomi
| Senin, 08 Desember 2025 | 06:25 WIB

Banjir Turut Menggerus Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini berpotensi di bawah 5%                                 

Tata Kelola BPD Dipertanyakan
| Senin, 08 Desember 2025 | 06:20 WIB

Tata Kelola BPD Dipertanyakan

Terbaru, terjadi kasus tindak pidana perbankan di Bank kaltimtara yang melibatkan pimpinan kantor cabang dan kantor wilayah bank ​

Bank Kecil Prediksi Tahun Depan Masih Menantang
| Senin, 08 Desember 2025 | 06:20 WIB

Bank Kecil Prediksi Tahun Depan Masih Menantang

Kinerja pembiayaan bank-bank kecil di jajaran kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 1 semakin melempem.​

Harga Logam Mulia Tersengat Sentimen The Fed
| Senin, 08 Desember 2025 | 06:15 WIB

Harga Logam Mulia Tersengat Sentimen The Fed

Belakangan ini, harga logam mulia bergerak variatif, Harga emas terkoreksi tipis, sementara perak justru mencatat penguatan cukup tinggi. 

INDEKS BERITA

Terpopuler