Reporter:
Intan Nirmala Sari |
Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi jual investor asing di bursa domestik masih berlanjut hingga kemarin (10/12). Dalam sepekan, akumulasi jual bersih alias net sell di pasar reguler mencapai Rp 2,08 triliun. Menurut data RTI, saham penghuni indeks LQ45, seperti BBCA, ASII, TLKM, BMRI dan BBRI, paling banyak dilego asing.
Analis Mega Capital Adrian M. Priyatna mengatakan, faktor eksternal menyebabkan asing mengurangi kepemilikan saham Asia dan emerging market. Maklum, resesi mengintai perekonomian Amerika Serikat (AS). Belum lagi, belum ada sinyal ketegangan perang dagang berakhir.
Menurut Managing Director Head of Equity Capital Market Samuel International Harry Su, aksi jual asing juga terjadi karena mendekati libur akhir tahun. Selain itu, masih banyak tantangan yang dihadapi pasar modal ke depan terkait makroekonomi.
Di antaranya, defisit transaksi berjalan dan risiko perlambatan ekonomi. "Apalagi, kalau AS resesi, pertumbuhan ekonomi kita akan terdampak dari sisi ekspor. Rupiah juga akan terimbas," jelas Harry, Senin (10/12). Artinya, net sell masih rawan berlanjut.
Namun, kata Adrian, jelang akhir tahun, pasar saham berpeluang rebound, sebab ada kecenderungan aksi window dressing atau mempercantik portofolio. "Dalam skala tertentu, resesi di AS bisa menjadi sentimen positif bagi emerging market seperti Indonesia, karena investor akan mencari imbal hasil lebih menarik," tutur dia, Senin (10/12).
Prediksi Adiran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun depan bakal bergerak di kisaran 6.380-6.685. Sedangkan, Harry menganalisa, indeks bisa menuju 6.700 pada tahun depan.
Meski dilanda aksi jual oleh asing, sejumlah saham masih membukukan kenaikan. Misalnya, BBCA, CPIN dan GGRM. Kenaikan harga saham tentu karena pemodal domestik justru memanfaatkan kesempatan untuk masuk ke saham itu.
Adrian memaparkan, saham sektor perbankan, properti dan konstruksi memang masih menarik. Sektor tersebut lebih aman dibandingkan saham pertambangan dan perkebunan, yang harganya sangat terpengaruh harga komoditas di pasar global.
Perbankan juga lebih prospektif sebab tahun depan kenaikan suku bunga Bank Indonesia diyakini tak lagi agresif. Adrian merekomendasikan saham BMRI, BBRI dan BBNI.
Sebaliknya, Harry menilai, tidak ada sektor yang aman apabila terjadi perlambatan ekonomi global. Jadi, investor disarankan untuk lebih defensif pada paruh pertama tahun depan. "Pilihan hanya sektor konsumer, seperti GGRM dan ICBP," imbuh dia.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.