KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor terbesar di PT Jaya Agra Wattie Tbk (JAWA) mengurangi sebagian kepemilikannya di perusahaan perkebunan tersebut.
PT Sarana Agro Investama diketahui telah melepas sekitar 260,50 juta saham JAWA.
Transaksi tersebut tercatat dalam laporan kepemilikan efek 5% atau lebih per 4 September 2019.
Usai penjualan saham tersebut, kepemilikan Sarana Agro Investama di JAWA berkurang 6,90% menjadi tinggal 80%.
Baca Juga: Ini Dampak Tiga Skenario Kebijakan Pembatasan CPO
Tidak ada catatan soal investor institusi atau individu skala besar yang menjadi pembeli saham tersebut.
Sarana Agro Investama tetap menjadi pemegang saham mayoritas perusahaan perkebunan kelapa sawit dan karet tersebut.
Investor JAWA yang lain adalah investor publik dengan kepemilikan di bawah 5%.
Pas dua tahun
Kiprah Sarana Agro Investama di JAWA sejatinya masih terbilang baru.
Hari ini, 6 September 2019, tepat dua tahun perusahaan investasi itu masuk sebagai pemegang saham pengendali JAWA.
Pada 6 September 2017 Sarana Agro Investama memborong seluruh saham JAWA yang dikuasai PT Sinar Kasih Abadi sebanyak 70,51%.
Berdasarkan keterangan yang diberikan ke Bursa Efek Indonesia pada saat itu, penanggung jawab dari pihak pembeli adalah Ronny Alexander Waliry.
Ronny saat ini tercatat sebagai Komisaris di Setiabudi Investment Management.
Baca Juga: Seluas 381.000 ha kebun karet terserang penyakit gugur daun, produksi anjlok 15%
Merujuk profil Ronny di perusahaan investasi tersebut, Ia juga menjabat sebagai Direktur di PT Rajawali Agung Wisesa.
Ini merupakan perusahaan yang bermain di bisnis pengelolaan air bersih.
Dari 2007 hingga 2027 mendatang perusahaan tersebut terikat kerjasama PDAM Kota Makassar.
Mereka menjalin kerjasama ROT (rehabilitasi, operasi dan transfer) Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Panaikang di Makassar, Sulawesi Selatan.
Kembali ke cerita JAWA, transaksi Sarana Agro Investama pada 6 September 2017 berlangsung di harga Rp 250 per saham.
Dengan demikian, total nilai transaksi tersebut mencapai sekitar Rp 665,4 miliar.
Tanpa memperhitungkan harga pembelian JAWA di transaksi-transaksi berikutnya, dan berdasarkan harga penutupan 4 September 2019 di Rp 105 per saham, selisih kerugiannya Rp 145 per saham.
Dengan asumsi tersebut, dari penjualan sekitar 260,50 juta saham JAWA pada 4 September 2019, selisih kerugiannya sekitar Rp 37,77 miliar.
Kinerja terpuruk
Sejauh ini belum ada informasi resmi soal alasan transaksi penjualan tersebut.
Yang jelas, kinerja keuangan JAWA dalam beberapa tahun terakhir memang tengah terpuruk.
Sejak tahun 2015 perusahaan itu tercatat terus menanggung rugi bersih.
Data terbaru, rugi bersih JAWA membengkak dari Rp 88 miliar per Juni 2019 menjadi Rp 145 miliar hingga pertengahan tahun 2019
Baca Juga: Ikuti Jejak Indonesia, Peritel Malaysia Hentikan Penjualan Produk Palm Oil Free
Tekanan terhadap kinerja keuangan JAWA seiring melemahnya harga komoditas, terutama crude palm oil (CPO).
Walhasil, harga saham JAWA selama bertahun-tahun panjang terus tertekan.
Saham JAWA tidak pernah berhasil kembali ke harga perdana saat initial public oferring pada 30 Mei 2011 di Rp 500 per saham.
Pada perdagangan kemarin (05/09) saham JAWA terkapar di Rp 105 per saham.
Masih optimistis
Kendati demikian, manajemen PT Jaya Agra Wattie Tbk yakin bisa memperbaiki kinerja keuangannya meski mungkin tidak terwujud tahun ini.
Berdasar pemberitaan KONTAN sebelumnya, sesuai dengan rencana revitalisasi infrastruktur perkebunan dan fasilitas pengolahan, Jaya Agra Wattie memprediksi kinerja baru akan terungkit mulai 2020-2021.
Untuk kepentingan tersebut, perseroan menyiapkan belanja modal Rp 86,7 miliar.
Sebagian besar, yakni Rp 81 miliar digunakan untuk rehabilitasi tanaman, irigasi, jalan dan jembatan.
Di sisi produksi, tahun ini JAWA menargetkan kenaikan produksi karet 43,67% year on year (yoy) menjadi 21.209 ton.
Baca Juga: Tahun Ini Manajemen Jaya Agra Wattie (JAWA) Tak Pasang Target Muluk-muluk
Untuk komoditas kelapa sawit, produksi tandan buah segar (TBS) sawit ditargetkan tumbuh 54,98% menjadi 426.000 ton naik 54,98% yoy.
Sementara untuk CPO ditargetkan melesat 54,82% (yoy) menjadi 91.731 ton.