Jelang Akhir Masa Transisi, Inggris dan Uni Eropa Meneken Kesepakatan Dagang
KONTAN.CO.ID - LONDON / BRUSSELS – Inggris dan Uni Eropa (UE), Kamis (24/12), akhirnya menyepakati perjanjian dagang. Kesepakatan itu tercapai hanya tujuh hari sebelum akhir masa transisi keluarnya Inggris (Brexit) dari salah satu blok perdagangan terbesar di dunia.
Kesepakatan dagang membuka jalan bagi Inggris untuk mempertahankan akses tarif nol dan nol kuota Inggris ke pasar tunggal blok tersebut yang terdiri dari 450 juta konsumen.
Namun, kesepakatan dagang itu memang tidak mencakup seluruh sektor. Inggris dan UE masih harus menuntaskan kesepakatan di banyak sektor, selama beberapa tahun mendatang.
Baca Juga: Wall Street berseri sambut Natal, ditambah harapan stimulus dan kesepakatan Brexit
“Kami telah mengambil kembali kendali atas takdir kami,” tutur Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan kepada wartawan. “Orang-orang mengatakan itu tidak mungkin, tapi kami telah mengambil kendali kembali,” imbuh dia.
Inggris resmi meninggalkan UE pada 31 Januari 2020. Dan sejak tanggal itu hingga akhir tahun ini, Inggris dan UE berada dalam masa transisi di mana aturan perdagangan, perjalanan dan bisnis tidak berubah.
Johnson, wajah kampanye pro-Brexit, mengatakan bahwa sejak 52% rakyat Inggris memilih untuk meninggalkan UE, dia tidak membuka kemungkinan menerima aturan pasar tunggal setelah 1 Januari 2021.
Baca Juga: Wall Street: Dow Jones dan S&P 500 menguat tipis berkat klaim pengangguran membaik
Di sisi lain, UE tidak ingin memberikan hak istimewa kepada ekonomi Inggris, setelah negeri itu berada di luar blok. Tujuannya, mencegah negara anggota UE lain untuk mengikuti jejak Inggris. Itu sebabnya, UE mengambil sikap keras dalam menegosiasikan kesepakatan dagang.
"Itu adalah jalan yang panjang dan berliku," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen kepada wartawan, mengutip lagu Paul McCartney. “Tapi kita harus menunjukkan banyak hal untuk itu ... Akhirnya kita bisa meninggalkan Brexit di belakang kita dan melihat ke masa depan. Eropa sekarang sedang bergerak. "
Johnson menggambarkan kesepakatan dagang yang tercapai di hari-hari terakhir sebagai kesepakatan jumbo, seperti perjanjian dagang antara Uni Eropa dan Kanada. Usai perjanjian dagang, Johnson mendesak Inggris untuk beralih dari perpecahan yang bermuara pada referendum Brexit 2016.
Kesepakatan itu juga akan mendukung perdamaian di Irlandia Utara - prioritas bagi Presiden terpilih AS Joe Biden, yang telah memperingatkan Johnson bahwa ia harus menjunjung Perjanjian Jumat Agung 1998.
Anggota UE, Irlandia, mengatakan kesepakatan itu, yang menurut situs web Komisi akan segera diterbitkan, melindungi kepentingannya sebaik mungkin.
Tapi masih banyak detail yang harus dikerjakan.
Pakta perdagangan tidak akan mencakup jasa, yang merupakan 80% dari ekonomi Inggris, termasuk industri perbankan yang memposisikan London sebagai satu-satunya ibu kota keuangan yang menyaingi New York.
Baca Juga: UK GDP grew by record 16% in Q3 but still recovering from crash
Akses ke pasar UE untuk bank, perusahaan asuransi, dan manajer aset yang berbasis di Inggris akan menjadi tidak merata.
Johnson mengatakan kesepakatan itu tidak berisi sebanyak yang dia inginkan tentang kesetaraan peraturan untuk jasa keuangan, tetapi masih mengandung beberapa "bahasa yang baik".
JPMorgan mengatakan UE telah mendapatkan kesepakatan yang memungkinkannya untuk mempertahankan hampir semua keuntungannya dari perdagangan dengan Inggris tetapi dengan kemampuan untuk menggunakan peraturan untuk "memilih ceri" di antara sektor-sektor di mana Inggris memiliki keunggulan - seperti jasa.
“Persatuan dan kekuatan Eropa terbayar,” kata Presiden Prancis Emmanuel Macron. “Perjanjian dengan Inggris sangat penting untuk melindungi warga kami, nelayan kami, produsen kami. Kami akan memastikan bahwa itu yang terjadi. "
Baca Juga: Didominasi sentimen vaksin dan kebijakan stimulus AS, rupiah stabil
Juru kampanye Brexit Nigel Farage mengatakan kesepakatan itu akan membuat Inggris terhubung sangat erat dengan UE. Padahal, semula ia berharap kesepakatan itu akan menjadi awal dari akhir UE bagi Inggris.
Bahkan dengan kesepakatan, perdagangan barang membutuhkan lebih banyak aturan, lebih banyak birokrasi, dan lebih banyak biaya. Kegiatan di pelabuhan akan terganggu. Segala sesuatu mulai dari regulasi keamanan pangan dan aturan ekspor hingga sertifikasi produk akan berubah.
Setelah Inggris keluar, Uni Eropa kehilangan kekuatan militer dan intelijen utamanya. Bagi ekonomi Uni Eropa, Inggris menyumbang 15% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Tidak hanya itu, Inggris juga menjadi penyeimbang bagi dua pilar Uni Eropa lainnya, yaitu Jerman dan Prancis. Sedang London, ibukota Inggris merupakan pusat keuangan ternama di dunia, selain New York.
Tanpa kekuatan kolektif UE, Inggris Raya akan berdiri sendiri - dan jauh lebih bergantung pada Amerika Serikat - ketika bernegosiasi dengan China, Rusia, dan India. Inggris akan memiliki otonomi yang lebih luas, tetapi lebih miskin, setidaknya dalam jangka pendek.
Dalam perdagangan di hari pengumuman kesepakatan dagang, penguatan poundsterling terhadap dollar AS tergerus hingga 0,3%. Padahal di sesi pagi, poundsterling sempat menguat hingga US$ 1,3618, kisaran tertingginya selama 2,5 tahun terakhir. Penguatan poundsterling menjadi terbatas karena investor masih menanti detail kesepakatan.
Bank of England telah mengatakan, PDB Inggris pada kuartal pertama 2021 kemungkinan akan tergerus hingga 1%. Penurunan itu tetap terjadi kendati Inggris dan UE mencapai kesepakatan. Dan penyusun anggaran di Inggris mengatakan ekonomi selama 15 tahun ke depan akan tergerus 4% daripada nilai ekonomi Inggris jika bertahan di blok tersebut.
Baca Juga: Ikuti negara lain, China tangguhkan penerbangan ke dan dari Inggris
Di masa pandemi, bisnis di Inggris termasuk yang mengalami dampak terparah.
Inggris, yang mengimpor sekitar $ 107 miliar lebih banyak setahun dari UE daripada mengekspornya ke sana, telah bertengkar sampai akhir tentang ikan - masalah totemik, tetapi bernilai kurang dari 0,1% dari PDB.
Tony Danker, direktur jenderal Konfederasi Industri Inggris, mengatakan waktu yang tersisa sekarang sangat singkat. "Datang begitu larut, sangat penting bahwa kedua belah pihak mengambil langkah cepat untuk menjaga agar perdagangan terus berjalan dan layanan terus mengalir."
Baca Juga: Inggris dikucilkan dunia gara-gara mutasi virus corona yang sangat menular
Kesepakatan yang mengatur perdagangan pasca-Brexit membutuhkan persetujuan dari Parlemen Eropa dan 27 negara anggota UE. Duta besar dari negara-negara UE akan bertemu pada 25 Desember untuk mulai meninjau kesepakatan tersebut. Parlemen Eropa pada Kamis mengatakan akan menganalisis kesepakatan itu secara rinci sebelum memutuskan apakah akan menyetujui kesepakatan di tahun baru.
Parlemen Inggris, yang terbagi karena Brexit, akan berdebat dan memberikan suara pada kesepakatan pada 30 Desember, hanya satu hari sebelum periode transisi berakhir.
Selanjutnya: Parlemen Tidak Sepakati Perubahan Alokasi, Nasib Paket Stimulus Tidak Jelas