Berita Bisnis

Kasus Korupsi di BTN, Kejaksaan Agung Memeriksa Wakil Kepala Cabang Kantor Semarang

Sabtu, 14 September 2019 | 16:58 WIB
Kasus Korupsi di BTN, Kejaksaan Agung Memeriksa Wakil Kepala Cabang Kantor Semarang

ILUSTRASI. Bank Tabungan Negara

Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengembangkan penyelidikan atas kasus korupsi di PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Kamis (12/9), penyidik pidana khusus (pidsus) Kejagung telah memeriksa Yayat Hidayat, Wakil Kepala Cabang BTN Cabang Semarang periode 2012-2014.

Pemeriksaan Yayat terkait pemberian kredit yasa griya (KYG) oleh BTN Cabang Semarang kepada PT Tiara Fatuba, dan pembaharuan utang (novasi) kepada PT Nugra Alam Prima serta PT Lintang Jaya Property.

"Saksi Yayat Hidayat diperiksa terkait dengan agunan Tiara Fatuba yang dijaminkan kepada BTN Cabang Semarang dalam pengajuan kredit," terang Mukri, Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung RI, kepada KONTAN, Sabtu (14/9).

Dugaan tindak pidana korupsi tersebut berawal pada April 2019 saat BTN Cabang Semarang memberikan fasilitas kredit yasa griya kepada Tiara Fatuba senilai Rp 15,2 miliar.

Baca Juga: Kasus kredit macet dan novasi, ini penjelasan BTN

Kejaksaan Agung menyebutkan, prosedur pemberian kredit yasa griya tersebut dilakukan secara melawan hukum dan tidak sesuai dengan Surat Edaran (SE) direksi BTN. Akibatnya, fasilitas kredit kepada Tiara Fatuba berujung kredit macet sebesar Rp 11,9 miliar.

Selanjutnya pada bulan Desember 2015, asset managemen division (AMD) kantor pusat BTN melakukan novasi (pembaharuan hutang) kepada Nugra Alam Prima dengan nilai plafon Rp 20 miliar. Novasi tersebut diberikan BTN, tanpa ada tambahan agunan yang menyebabkan kredit macet kembali terjadi, senilai Rp 15,6 miliar.

Baca Juga: Kasus novasi BTN, Kejagung sudah kantongi nama tersangka?

Kemudian pada bulan November 2016, AMD kantor pusat BTN melakukan novasi (pembaharuan hutang) kembali secara sepihak dari Nugra Alam Prima kepada Lintang Jaya Property. Hal ini dilakukan tidak sesuai dengan standard operating procedure (SOP) dan tanpa ada tambahan agunan kembali dengan plafon kredit sebesar Rp 27 miliar. Akibatnya, kredit macet kembali terjadi dengan nilai Rp 26 miliar dan masuk kategori kolektibilitas 5.

Terbaru