Kena Semprit Otoritas Bursa, PLN Klaim Laba Bersih Melonjak Signifikan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) 'menyemprit' PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Senin (27/5) lalu. BEI menjatuhkan sanksi peringatan tertulis ketiga kepada perusahaan pelat merah itu lantaran belum menyampaikan laporan keuangan tahun 2018.
PLN wajib menyampaikan laporan keuangan karena mencatatkan obligasi dan sukuk di BEI. Menanggapi keterlambatan penyampaian laporan keuangan ke otoritas Bursa, manajemen PLN enggan menjelaskan. Satu hal yang pasti, PLN mengklaim mampu mencatatkan laba bersih di sepanjang tahun lalu.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN, Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, PLN berhasil meraih laba bersih pada tahun lalu mencapai Rp 11,6 triliun. Jumlah tersebut melonjak 162,44% dibandingkan laba bersih tahun 2017 senilai Rp 4,42 triliun.
Sejumlah faktor turut mendongkrak laba bersih PLN. Satu di antaranya adalah pertumbuhan penjualan listrik, meskipun realisasinya masih di bawah target yang tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). "Penjualan (listrik) naik, semua naik, tapi belum seperti yang diharapkan di RUPTL. Target 7%, tercapai 5%-an," ungkap Djoko seusai rapat umum pemegang saham (RUPS) di Kantor Kementerian BUMN, Rabu (29/5).
Dari target pertumbuhan penjualan listrik sebesar 7% pada tahun lalu, realisasi pertumbuhannya 5,15%. Berdasarkan catatan KONTAN, penjualan listrik PLN hingga akhir tahun lalu mencapai 232,43 TeraWatt hour (TWh).
Berkat DMO
Selain dipicu oleh kenaikan penjualan listrik, manajemen PLN menyatakan pertumbuhan laba bersih terkerek oleh penyesuaian kontrak dan piutang dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Namun Djoko enggan memerinci kontrak dan piutang yang dimaksud, termasuk nilainya.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto menambahkan, faktor yang juga turut menopang pertumbuhan laba PLN adalah strategi efisiensi.
Salah satu katalis positif itu adalah kebijakan pemerintah tentang kewajiban memasok batubara ke pasar lokal atau domestic market obligation (DMO). Harga batubara DMO dipatok sebesar US$ 70 per ton sejak Maret tahun lalu.
"Pengaruh paling besar justru berasal dari (patokan harga DMO) batubara. Tingkat efisiensinya bagus sekali, faktor yang paling besar memang DMO," ungkap dia.
Berkenaan dengan hal tersebut, Djoko mengemukakan, dari laba bersih senilai Rp 11,6 triliun, PLN tidak membagikan dividen kepada pemerintah. Alasannya, perusahaan setrum pelat merah tersebut meminta agar perolehan laba tersebut ditahan untuk keperluan investasi PLN pada tahun ini. "Laba ditahan semuanya untuk investasi," ujar Djoko.
Setiap tahun, PLN setidaknya membutuhkan dana investasi berkisar Rp 90 triliun hingga Rp 100 triliun. Untuk tahun ini, PLN mengalokasikan dana investasi sekitar Rp 99 triliun. Untuk menutupi kebutuhan dana sebesar itu, PLN masih akan mengandalkan utang. "Kami tetap harus menambah utang, tapi ada modal sendiri. Kami meminta supaya bisa dipakai untuk investasi," ucap dia.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi berpendapat, kinerja keuangan PLN ditentukan oleh pendapatan dan biaya operasional, sehingga tergantung pada jumlah pelanggan, konsumsi dan tarif listrik.
"Meskipun tarif listrik tidak naik hingga akhir 2019, ada peningkatan jumlah pelanggan yang akan menaikkan konsumsi listrik," ungkap Fahmy.
Sementara untuk biaya operasional, menurut dia, adanya kewajiban pasokan batubara dalam negeri di harga US$ 70 per ton dinilai sangat membantu manajemen PLN. Sebab, bahan baku batubara masih memegang sekitar 54,6% dari bauran energi PLN. "Dengan itu, saya melihat kinerja keuangan PLN memang masih bagus," kata Fahmy.
Pengganti dirut definitif
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PLN, Rabu (29/5) lalu, belum mengangkat posisi direktur utama secara definitif. Pemegang saham hanya memutuskan Djoko R Abumanan sebagai Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PLN. Djoko juga merangkap sebagai Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN.
Adapun Supangkat Iwan yang sebelumnya menjabat posisi Plt Dirut PLN kini bergeser menjadi Direktur Regional Bisnis Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara PT PLN.
RUPS juga memutuskan perubahan direksi lainnya. Misalnya Sripeni Inten Cahyani, Direktur Utama PT Indonesia Power, anak usaha PLN, kini masuk jajaran Direksi PLN. Sripeni menjabat Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN.
Sumber KONTAN menyebutkan, keputusan penetapan Dirut PLN definitif terkendala calon. Sejumlah kandidat enggan menjadi orang nomor satu di perusahaan setrum pelat merah tersebut. Alasannya, beberapa mantan Dirut PLN terjerembab kasus korupsi.