KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha jasa pengiriman dan angkutan menilai saat ini bukan waktu tepat bagi pemerintah untuk menaikkan tarif jalan tol. Kenaikan tarif tol bisa mendongkrak biaya operasional di tengah tekanan pandemi Covid-19 yang masih mengancam.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo), M Feriadi mengharapkan, kenaikan tarif tol bisa mempertimbangkan realitas dunia usaha saat ini. Pada masa krisis seperti sekarang idealnya pelaku usaha tidak terbebani dengan adanya tambahan biaya operasional lain.
Kenaikan tarif jalan tol bakal dirasakan oleh pelaku usaha yang melayani ekspedisi antar kota. "Bagi pelaku pengiriman domestik yang banyak menggunakan jalur darat tentu akan berpengaruh, khususnya mereka yang sering menggunakan jalan tol," ungkap Feriadi saat dihubungi KONTAN, Selasa (17/8).
Seperti diketahui, tarif jalan tol Jakarta-Surabaya atau sebaliknya untuk kendaraan golongan I akan naik atau mengalami penyesuaian sebesar 4,41%, yakni dari Rp 691.500 menjadi Rp 722.000, terhitung mulai 19 Agustus 2021 pukul 00:00 WIB, menyusul adanya penyesuaian tarif di empat ruas Jalan Tol Trans Jawa.
Sekretaris Jenderal Perkumpulan Perusahaan Multimoda Transport Indonesia (PPMTI) Kyatmaja Lookman mengungkapkan, dari sisi transportasi secara umum, jalur Trans Jawa bisa mengefektifkan waktu tempuh. Namun, kendaraan besar ekspedisi banyak yang tidak melewati tol dan masih memilih menggunakan jalur Pantai Utara.
Cuma, pada kondisi tertentu seperti saat banjir dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Trans Jawa dipilih sebagai jalur pengangkutan. Yang pasti, kenaikan tarif akan menambah beban biaya operasional bagi perusahaan logistik.
Kyatmaja menggambarkan, untuk ekspedisi dengan jarak dekat, tarif tol berkontribusi sekitar 5%-10% terhadap komponen biaya operasional. Sedangkan untuk ekspedisi jarak jauh yang lebih banyak menggunakan jalur Pantura, porsi tarif tol sekitar 3%. Adapun untuk ekspedisi jarak jauh yang lebih banyak memakai jalan tol, kontribusi terhadap biaya operasional bisa mencapai 20%.
"Kenaikan tarif tol kurang tepat jika bicara konteks sekarang. Menaikkan harga tol bukan solusi karena masyarakat juga mengalami penurunan pendapatan," kata Kyatmaja yang juga Direktur Utama PT Lookman Djaja Logistics.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto juga menilai saat ini bukan momentum tepat untuk menaikkan tarif tol. Justru pada masa sekarang, biaya yang membebani ongkos angkut harus dikurangi. Apalagi jalur pengiriman lewat udara juga merosot seiring minimnya frekuensi penerbangan. "Kenaikan tarif tol dinilai kontraproduktif dengan upaya menurunkan biaya logistik agar semakin kompetitif," keluh dia, saat dihubungi KONTAN, Selasa (17/8)
Mahendra menekankan, evaluasi kenaikan tarif jalan tol semestinya bisa ditinjau lagi sehingga memihak pada penurunan komponen biaya logistik. "Dari berbagai tarif golongan tol, justru truk logistik paling mahal, kenapa begitu? Kalau mau biaya logistik rendah, ya dibalik dong," ungkap dia.
Jaga investasi
Kenaikan tarif jalan tol Jakarta-Surabaya menjadi kumulatif dari sejumlah transaksi di gerbang tol (GT) utama. Misalnya dari Jakarta menuju Surabaya, yaitu melalui GT Cikampek Utama, GT Palimanan Utama, GT Kalikangkung, dan GT Warugunung. Menanggapi hal itu, Sekretaris Perusahaan Waskita Toll Road (WTR) Alex Siwu mengatakan, sebagai pengembang jalan tol, sumber pendapatan antara lain berasal dari pendapatan dari operasional jalan tol.
"Selain dari operasional jalan tol, kami juga melakukan recycle aset dengan divestasi ruas-ruas jalan tol yang sudah beroperasi. Hasil dari divestasi tersebut juga akan digunakan untuk membangun ruas-ruas jalan tol baru lainnya,” ujar dia saat dihubungi KONTAN, Selasa (17/8).
Menurut Alex, rencana kenaikan tarif tol memang setiap dua tahun sekali sesuai perjanjian konsesi antara investor dan BPJT. Kenaikan tarif jalan tol tentunya untuk menjaga tingkat pengembalian investasi para investor pengembang jalan tol. Adanya kenaikan tarif tol tentu akan mengerek pendapatan bagi WTR. "Kenaikan pendapatan ada, tapi belum signifikan karena harus melihat seberapa besar trafiknya,” kata dia.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.