KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten industri keuangan non bank telah merilis kinerjanya di semester I-2024 dengan hasil yang beragam. Meski begitu, hasil kinerja emiten ini ternyata tidak sejalan dengan pergerakan harga saham.
Dari 12 emiten multifinance di bursa, empat diantaranya mencatat penurunan laba bersih. Mereka yang mencatatkan penurunan laba diantaranya adalah PT BFI Finance Tbk (BFIN), PT Clipan Finance Tbk (CFIN), PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) dan PT Mandala Multifinance Tbk (MFIN).
Meski laba bersih empat multifinance tersebut turun. Namun pergerakan sahamnya masih terlihat naik. ADMF misalnya harga sahamnya naik 2,15%, kemudian saham MFIN meningkat 11,64%.
Baca Juga: Fintech Lending Diwajibkan Tambah Permodalan Setiap Tahun, Ini Respons AFPI
Hingga semester I tahun ini, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) mencatat penurunan laba bersih sebesar 6,5% menjadi Rp 765,19 miliar. Laba PT Mandala Multifinance Tbk (MFIN) juga turun 11,66% di semester I-2024 menjadi Rp 213,36 miliar.
Direktur Mandala Finance Christel Lasmana menjelaskan, ini karena pihaknya ingin menjaga tingkat pencadangan yang optimal, lebih selektif dalam penyaluran pembiayaan serta menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. "Dengan outlook positif dari OJK, kami optimistis proyeksi pertumbuhan kami bisa naik dua digit dalam penyaluran pembiayaan kepada masyarakat hingga akhir tahun ini," ujar Christel.
Di sepanjang tahun ini, industri multifinance memang dihadapkan pada perlambatan permintaan kendaraan. Efeknya industri pembiayaan ikut terdampak. Dari prospek saham pun menurut Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer, pergerakan saham emiten multifinance hanya menarik untuk trading baik dalam jangka pendek maupun panjang. "Tapi kami melihat kondisi market sedang tidak menentu sehingga lebih baik short term trading karena sangat volatile," ujar dia.
Dari sejumlah emiten multifinance yang tercatat di bursa, kapitalisasi pasarnya juga terbilang kecil. Sehingga nilai transaksi mereka cukup kecil. Efeknya risiko likuiditas juga cukup besar.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama pun membenarkan jika kenaikan kinerja emiten industri keuangan non bank tidak bisa langsung menopang harga sahamnya atau bisa dibilang harga sahamnya tidak terlalu likuid. "Walaupun kinerjanya bagus, tapi harga sahamnya tidak terlalu likuid, sehingga cenderung kami hold bahkan kami tidak merekomendasikannya," ujar Nafan.
Baca Juga: Tingkat NPF BCA Finance Naik Tipis Menjadi 2,09% pada Juli 2024
Kalau Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana berpendapat, saham emiten multifinance rawan tertekan. Ia pun menyarankan speculative buy pada saham BFIN dengan target harga Rp 960-Rp 1.030
Prospek saham emiten keuangan non bank yang lain menurut Khaer menarik adalah saham PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU). Emiten asuransi yang menjadi bagian dari Pertamina ini sejatinya membukukan penurunan laba di semester I tahun ini. Namun harga saham TUGU masih naik sebesar 6,8% di sepanjang tahun ini hingga Selasa (6/8).
Di semester I tahun ini, laba TUGU turun 57,6% secara tahunan menjadi Rp 439 miliar. Direktur Keuangan Korporat Tugu Insurance, Emil Hakim menilai, kinerja saat ini sesuai dengan target awal.