Kurs Rupiah bisa Lebih Berotot, sebaliknya IHSG mungkin Melandai
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 1,19% menjadi 6.325,24. Dalam sepekan, IHSG melemah 2,03% disertai hengkangnya Rp 2,4 triliun duit asing dari pasar saham domestik.
Analis Artha Sekuritas Dennies Christoper menyebut, pelemahan IHSG diakibatkan oleh kekhawatiran investor seiring dengan indikasi bahwa Bank sentral AS Federal Reserve belum akan menurunkan suku bunga.
"Ini buntut dari beberapa data perekonomian AS yang dinilai masih cukup baik," tulis Dennies dalam risetnya, akhir pekan lalu.
Baca Juga: Hari ini Rupiah Berpeluang Unggul dari Dolar AS
Bukan tidak mungkin IHSG melandai di awal pekan ini. Dennies bilang, secara teknikal, indikator stochastic bergerak melebar setelah mengalami deadcross.
"Investor diperkirakan wait and see menjelang keputusan resmi kebijakan suku bunga The Fed," terang Dennies. Terbuka peluang, The Fed memangkas bunga 25 basis poin pada rapat 30–31 Juli mendatang.
Senada, Analis Reliance Sekuritas Lanjar Nafi juga memprediksi pergerakan IHSG masih tertekan hari ini.
Baca Juga: Pasar Obligasi Sepi Jelang Keputusan FOMC, Ini Rekomendasi Analis premium
Beberapa sentimen yang dipertimbangkan antara lain, rilis data penjualan ritel dan tingkat pengangguran di Jepang yang diekspektasikan positif.
"Dari dalam negeri, akan ada data pertumbuhan penjualan motor untuk bulan Juni 2019," ungkap Lanjar.
Dia melihat ada potensi rebound teknikal terbatas pada level support dan resistance 6.300–6.400. Sedangkan Dennies memperkirakan, IHSG di hari Senin ini bergerak pada rentang 6.270–6.414.
Rupiah punya peluang menguat, baca Halaman Selanjutnya
Kurs mata uang Garuda berpeluang menguat terhadap dollar Amerika Serikat pada awal pekan ini. Sentimen positif berasal dari data ekonomi AS.
Seperti diketahui, Jumat (26/7), rupiah di pasar spot melemah 0,23% ke Rp 14.009 per dollar AS. Serupa, kurs tengah rupiah di Bank Indonesia juga turun 0,11% ke posisi Rp 14.001 per dollar AS.
Baca Juga: Rupiah dibuka menguat tipis di awal perdagangan pagi ini
Menurut analis Monex Investindo Futures Faisyal, sentimen positif bagi rupiah datang setelah data awal pertumbuhan ekonomi AS di kuartal II-2019 hanya 2,1%. Angka ini memang lebih baik dari prediksi konsensus pasar sebesar 1,8%, tetapi masih lebih rendah dibandingkan capaian di periode yang sama di tahun lalu sebesar 3,1%.
Penurunan pertumbuhan ekonomi AS dapat memperkuat sikap dovish The Federal Reserves. Alhasil, potensi bank sentral AS tersebut untuk menurunkan suku bunga acuan Negeri Paman Sam di akhir bulan nanti semakin besar.
"Dollar AS berada dalam tekanan jelang Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung pada tengah pekan ini," kata dia, akhir pekan lalu.
Baca Juga: Data ekonomi AS menguat, simak prediksi rupiah hari ini
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail Zaini menambahkan, data awal dari proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tersebut cukup penting. "Data PDB AS ini biasanya menjadi acuan seberapa banyak The Fed akan menurunkan suku bunga acuan saat pertemuan FOMC berlangsung," ujar dia.
Di samping FOMC, arah rupiah pada hari ini juga akan dipengaruhi oleh penantian para pelaku pasar terhadap kelanjutan negosiasi dagang antara AS dan China.
Tanggal 30 Juli nanti, perwakilan AS dan China dijadwalkan bertemu untuk membahas hal tersebut di Shanghai. Praktis sentimen eksternal ini akan mendominasi pergerakan rupiah sepanjang hari ini.
Baca Juga: Inggris bersiap dengan skenario hard Brexit
Apalagi mengingat belum ada sentimen atau data ekonomi baru dari dalam negeri yang cukup signifikan untuk menggerakan rupiah hingga akhir bulan nanti.
Menurut Mikail, rupiah berpotensi menguat di rentang Rp 13.900–Rp 14.000 per dollar AS. Sedangkan Faisyal memprediksi, mata uang garuda ada di kisaran US$ 13.935–Rp 14.150 per dollar AS.