Menakar Risiko BRICS

Kamis, 14 November 2024 | 04:04 WIB
Menakar Risiko BRICS
[ILUSTRASI. TAJUK - Thomas Hadiwinata]
Thomas Hadiwinata | Managing Editor

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Prabowo Subianto pada akhir pekan lalu menyatakan niat untuk bergabung dengan BRICS. Keinginan itu pun menuai tanggapan bernada negatif dari sejumlah pihak.

Ada yang mencemaskan bergabungnya Indonesia dengan BRICS akan menempatkan kita dengan posisi yang berhadap-hadapan dengan Amerika Serikat (AS). 
Alasannya, Donald Trump yang baru terpilih sebagai Presiden AS saat berkampanye pernah mengancam akan melakukan pembalasan terhadap negara-negara yang melakukan dedolarisasi. 

Ancaman ini jelas ditujukan ke BRICS. Mengingat, salah satu tujuan BRICS memang mengurangi ketergantungan negara-negara anggotanya terhadap dolar AS sebagai alat pembayaran transaksi dagang di  antara mereka.

Baca Juga: Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) Bakal Perluas Gerai di Luar Negeri

Kekhawatiran lain, bergabung dengan BRICS disebut-sebut akan menghambat peluang untuk bergabung dengan OECD. Ada juga yang menyuarakan kerisauan Indonesia akan makin bergantung pada China, apabila bergabung dengan BRICS.

Tentu, suara-suara bernada keprihatinan di atas patut dipertimbangkan pemerintah. Tapi, kita perlu mencermati apa iya risiko-risiko di atas relevan? 

Ambil contoh, menghindari retalisasi Trump terhadap negara-negara yang bergabung dengan BRICS terkesan mengada-ada. Dalam dua dekade terakhir, dedolarisasi adalah ide yang sungguh merdu di telinga penduduk Bumi non residen AS. 

Ya, mengapa penduduk non AS harus ikut-ikutan terkena dampak dari kebijakan moneter di Negeri Paman Sam? Padahal di saat dolar AS punya peran sangat dominan dalam sistim keuangan dunia, kontribusi ekonomi negeri terhadap ekonomi global semakin turun.

Baca Juga: Japfa Comfeed Indonesia (JPFA) Garap Program Makan Bergizi Gratis

Kita akan terkesan cemas berlebihan jika mengingat jejak rekam Trump sebagai presiden. Bukankah di masa Trump berkuasa, AS sangat enggan mengambil tanggung jawabnya sebagai negara adikuasa? 

Sebagai pengingat, adalah Trump yang menarik AS dari Trans Pacific Partnership (TPP), blok perdagangan negara-negara di lingkar Pasifik.

Apa yang dilakukan Thailand seharusnya menjawab kecemasan kedua. Negeri Siam itu, bahkan sudah memulai proses aksesi ke BRICS sekaligus OECD. 

Perihal ketergantungan terhadap China, sejatinya lebih ditentukan oleh policy dan aksi pemerintah negeri kita. Terlepas Indonesia masuk BRICS atau tidak, China pasti agresif mencari sumber daya serta pasar bagi produknya.

Bagikan

Berita Terbaru

Memperbaiki Kondisi Keuangan, KRAS Dapat Pinjaman Rp 4,9 Triliun dari Danantara
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:58 WIB

Memperbaiki Kondisi Keuangan, KRAS Dapat Pinjaman Rp 4,9 Triliun dari Danantara

PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) memperoleh pinjaman dari pemegang sahamnya, yakni Danantara Asset Management. 

Harga Ayam Diprediksi Naik, Kinerja Japfa Comfeed (JPFA) Pada 2026 Bisa Membaik
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:38 WIB

Harga Ayam Diprediksi Naik, Kinerja Japfa Comfeed (JPFA) Pada 2026 Bisa Membaik

Salah satu sentimen pendukung kinerja emiten perunggasan tersebut di tahun depan adalah membaiknya harga ayam hidup (livebird). ​

Pelemahan Harga Komoditas Menyengat Emiten Migas
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:19 WIB

Pelemahan Harga Komoditas Menyengat Emiten Migas

Risiko pelemahan harga minyak mentah dunia masih berpotensi membayangi kinerja emiten minyak dan gas (migas) pada 2026.​

Harga Bitcoin Koreksi di Penghujung 2025, Saat Tepat untuk Serok atau Wait and See?
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:15 WIB

Harga Bitcoin Koreksi di Penghujung 2025, Saat Tepat untuk Serok atau Wait and See?

Dalam beberapa proyeksi, bitcoin diperkirakan tetap berada di atas kisaran US$ 70.000–US$ 100.000 sebagai floor pasar.

Denda Administrasi Menghantui Prospek Emiten CPO dan Pertambangan
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:02 WIB

Denda Administrasi Menghantui Prospek Emiten CPO dan Pertambangan

Pemerintah bakal agresif menerapkan denda administrasi atas aktivitas usaha di kawasan hutan pada tahun 2026.

Berharap Saham-Saham Pendatang Baru Masih Bisa Menderu
| Jumat, 26 Desember 2025 | 09:42 WIB

Berharap Saham-Saham Pendatang Baru Masih Bisa Menderu

Dengan pasokan saham yang terbatas, sedikit saja permintaan dapat memicu kenaikan harga berlipat-lipat.

Pasar Mobil Konvensional Terpukul, Mobil Listrik Masih Sulit Merakyat
| Jumat, 26 Desember 2025 | 09:35 WIB

Pasar Mobil Konvensional Terpukul, Mobil Listrik Masih Sulit Merakyat

Negara berpotensi meraup minimal Rp 37,7 triliun per tahun dari cukai emisi, dengan asumsi tarif 10% hingga 30% dari harga jual kendaraan.

Wah, UBS Malah Memangkas Kepemilikan di Bumi Resources (BUMI), Ada Apa?
| Jumat, 26 Desember 2025 | 09:29 WIB

Wah, UBS Malah Memangkas Kepemilikan di Bumi Resources (BUMI), Ada Apa?

Berdasarkan keterbukaan informasi ke BEI, UBS menjual 627,35 juta saham BUMI pada harga Rp 366 per saham. 

Wintermar (WINS) Berharap Cuan Angkutan Migas
| Jumat, 26 Desember 2025 | 08:25 WIB

Wintermar (WINS) Berharap Cuan Angkutan Migas

Manajemen WINS masih optimistis masih mampu menutup kinerja 2025 dengan positif, hal ini dipicu  kenaikan harga sewa kapal.

Pendapatan Berulang Dari Bisnis Hotel SMRA Diprediksi Terus Tumbuh Hingga 2027
| Jumat, 26 Desember 2025 | 08:05 WIB

Pendapatan Berulang Dari Bisnis Hotel SMRA Diprediksi Terus Tumbuh Hingga 2027

Kawasan penyangga seperti Summarecon Bekasi, Summarecon Serpong, dan Summarecon Tangerang diprediksi tetap menjadi primadona.

INDEKS BERITA

Terpopuler