KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Setelah melalui proses panjang, Kementerian BUMN akhirnya resmi membentuk holding ultra mikro: UMi. Pembentukan holding ini melibatkan tiga entitas BUMN, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) selaku induk holding, PT Pegadaian, dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Peresmian induk usaha ini ditandai dengan ditekennya perjanjian pengalihan saham pemerintah di Pegadaian dan PNM kepada BRI, Senin (13/9).
Dengan adanya holding, pemerintah berharap ketiga BUMN tersebut bisa saling bersinergi dalam menjalankan bisnisnya. Salah satunya adalah pemanfaatan fasilitas hingga penciptaan ekosistem pembiayaan ultramikro.
Dengan begitu, holding UMi akan memberikan kemudahan akses pembiayaan dengan bunga rendah kepada para pelaku usaha ultramikro.
Tapi, di balik pembentukan UMi ini, masih terselip sejumlah persoalan yang harus diselesaikan pemerintah. Salah satunya menggabungkan anak usaha Pegadaian yang bisnis intinya nonkeuangan ke dalam holding UMi.
Baca Juga: Pegadaian sudah kaji rencana pembentukan bank emas pertama di Indonesia
Betul, saat ini Pegadaian memiliki bisnis gadai dan tabungan emas. Dalam menjalankan bisnis itu, Pegadaian punya entitas anak usaha di bidang jual beli emas yang dinamakan Galeri24.
Nah, dalam regulasi perbankan yang diatur Otoritas Jasa keuangan (OJK), perusahaan nonkeuangan dilarang menjadi anak usaha bank, dalam hal ini BRI selaku induk.
Itu sebabnya, untuk mengakomodasi persoalan tersebut, Kementerian BUMN berencana membentuk bank emas atau lazim disebut bank bullion. Kementerian BUMN akan mengajukan Pegadaian sebagai institusi pertama yang akan menjadi bank bullion di Indonesia. Saat ini, Kementerian BUMN sedang menunggu terbitnya payung hukum dari regulator untuk membentuk bank bullion.
Sejatinya, ide pembentukan bank bullion sudah digaungkan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian. Ini terungkap dalam rapat kerja Kementerian Perdagangan yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Maret 2021.
Mengelola komoditas
Ketika itu, Airlangga menyebut, pemerintah tengah mengkaji pembentukan bank bullion. Hadirnya bank ini diharapkan bisa mengelola emas sebagai salah satu komoditas andalan Indonesia. Menurut Airlangga, kelak bank bullion akan jadi sarana masyarakat untuk menyimpan logam mulia itu.
Secara umum, ada berbagai macam aktivitas bisnis yang bisa dijalankan bank bullion. Mulai dari pembiayaan, investasi, jual beli emas batangan fisik, penyimpanan emas batangan, penjualan sertifikat emas, dan layanan rekening logam mulia.
Istilah bullion sendiri, lanjut Airlangga, tidak hanya merujuk pada emas. Tapi, logam mulia lain seperti perak, platinum, paladium, dan jenis logam lainnya.
Selain itu, konsep bank bullion juga berbeda dengan cadangan emas negara yang saat ini disimpan oleh Bank Indonesia (BI). Hal ini mengingat cadangan emas di bank sentral merupakan cadangan devisa.
Cuma, sejauh ini pemerintah masih belum memberikan penjelasan lebih detail soal bentuk bank bullion. Yang pasti, ungkap Iskandar Simorangkir, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan keuangan Kementerian Perekonomian, ide pembentukan bank bullion ini dilatarbelakangi meningkatnya jumlah masyarakat yang kian getol menabung emas.
Baca Juga: Indonesia Siapkan Bank Tabungan Emas
Iskandar merujuk pada tingginya impor emas batangan untuk bahan baku perhiasan. Mengutip data Kementerian Perdagangan, impor bahan baku emas dengan Harmonized System (HS) Codes 71081210 meningkat dalam 5 tahun terakhir. Yakni, dari semula US$ 817 juta pada 2016 menjadi US$ 1,8 miliar pada tahun 2020.
Padahal, negeri ini merupakan salah satu produsen emas terbesar di dunia. Sebagai produsen, Indonesia mengekspor emas ke berbagai negara. Antara lain, ke Singapura, Jepang, dan Swiss.
"Jadi, emas diekspor lalu distandardisasi dengan pembayaran fee yang besar ke bullion bank di London," ungkap Iskandar kepada Tabloid KONTAN, Kamis (30/9).
Mirisnya, setelah diekspor, emas tersebut diimpor lagi ke Indonesia untuk dijadikan bahan baku perhiasan dan diperdagangkan sebagai emas murni oleh PT Antam Tbk atau Pegadaian.
"Nah, kalau Indonesia punya bullion bank, maka emas tadi bisa distandardisasi di dalam negeri tanpa perlu mengekspor dan mengimpor lagi. Jadi, akan menguntungkan Indonesia," imbuh Iskandar.
BIaya safe deposit box
Pendapat Iskandar diamini Aestika Oryza Gunarto, Corporate Secretary BRI. Dia bilang, kehadiran bank bullion dapat mengurangi kebutuhan impor emas.
Selain itu, meningkatkan devisa melalui ekspor emas dalam bentuk perhiasan (yang semula dalam emas murni), serta penyerapan tenaga kerja dan penerimaan pajak penghasilan (PPh) karena adanya aktivitas pengolahan emas di Tanah Air.
Bank bullion juga dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap valuta asing (valas), terutama dollar Amerika Serikat (AS). Dari sisi konsumen, bank bullion bisa menjadi instrumen bagi konsumen melakukan diversifikasi portofolio aset emas dengan profil risiko rendah.
Yang tidak kalah penting, holding UMi memiliki kesempatan untuk menangkap peluang bisnis dari bank bullion. "Bank bullion diharapkan dapat membantu pengembangan industri lokal dengan memberikan peluang pembiayaan. Ini selaras dengan terbentuknya holding ultra mikro," ujar Aestika.
Bhima Yudhistira Adhinegara, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) berpendapat, pembentukan bank bullion bisa mendorong ekosistem perdagangan dan pertambangan emas di Indonesia.
Baca Juga: Holding Ultra Mikro masih terganjal 2 aturan ini, apa saja?
Banyak negara sudah memiliki bank bullion dan menjadi member dari London Bullion Market Association, seperti AS, China, Australia, Jepang, Jerman, hingga Luksemburg.
Di negara tersebut, bank bullion sebagian besar digunakan untuk transaksi option, seperti swap, futures atau forward, exchange trade funds (ETF) dan produk turunan lainnya. "Bank bullion juga bisa untuk simpan devisa emas. Semakin banyak devisa emas, seharusnya bagus untuk ketahanan kurs rupiah dibanding menggunakan dollar AS atau valas," beber Bhima.
Bhima menambahkan, dari sisi perdagangan, beralihnya perdagangan emas fisik menjadi sertifikat emas dalam sistem bank bullion akan membuat masyarakat lebih percaya membeli emas dalam jumlah besar. Efek positifnya, akan semakin banyak masyarakat berinvestasi di safe haven ini.
Apalagi, saat ini Indonesia belum punya lembaga keuangan khusus yang bisa menjadi sarana masyarakat menyimpan emas. Kini, untuk menyimpan emas, masyarakat harus memanfaatkan fasilitas safe deposit box atau membeli brankas. Umumnya, deposit box diadakan oleh bank ataupun perusahaan penyimpanan sejenis.
Tentu, biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk menitip emas di safe deposit box tidak kecil. Biaya jasa safe deposit box di tiap bank dan lembaga berbeda-beda. Biaya jasa titip emas biasanya juga tergantung dari besar kecil kotak deposit yang diinginkan nasabah.
Tapi, lazimnya, biayanya berkisar dari Rp 100.000 hingga Rp 1,5 juta per bulan. "Untuk menyimpan emas batangan seberat 10 gram saja di deposit box, biayanya tidak sedikit. Kondisi ini membuat kepemilikan emas di masyarakat relatif kecil dan terbatas karena alasan biaya dan keamanan," kata Bhima.
Jadi instrumen investasi
Dus, dengan hadirnya bank bullion, emas fisik yang menjadi instrumen investasi masyarakat bisa disimpan di bank khusus. Dengan begitu, masyarakat cukup membawa sertifikat emas ketika akan mengambil hasil investasinya tersebut. Bukan cuma itu keuntungan yang bisa didapat negeri ini jika memiliki bank bullion.
Dari sisi ekosistem pertambangan, Indonesia merupakan produsen emas terbesar ke-7 di dunia. Menurut catatan Kementerian Koordinator Perekonomian, produksi emas nasional mencapai 130 ton tiap tahun (4,59 juta ounces) yang dihasilkan dari tambang terbesar di Grasberg, Papua, dengan cadangan emas 30,2 juta ounces.
Mirisnya, jumlah produksi emas sebanyak itu tak diikuti oleh tingkat konsumsinya. Konsumsi emas Indonesia masih tergolong rendah, di mana investasi ritel untuk emas mencapai 172.800 ounce dan di perhiasan 137.600 ounces. Adanya bank bullion diharapkan bisa menggenjot permintaan emas.
Toh, kendati bisa mendongkrak nilai tambah dan transaksi emas di pasar domestik, menurut Aestika, konsep bank bullion merupakan hal baru di Indonesia.
Karena itu, pembentukan bank bullion perlu dipersiapkan secara matang dan bertahap, mulai dari regulasi, infrastruktur, sumber daya manusia, dan manajemen risiko.
Baca Juga: Ini 2 isu yang mengganjal pembentukan holding ultra mikro
Sekretaris Perusahaan Pegadaian, R. Swasono Amoeng Widodo, menjelaskan, saat ini Pegadaian dan holding UMi masih melakukan kajian bersama Kemenko Perekonomian, Kementerian keuangan, Kementerian BUMN dan OJK sebagai bagian dari working grup kajian bank bullion.
"Pada prinsipnya, kami mendukung upaya pemerintah dalam menyukseskan bank bullion," kata Amoeng kepada Selvi Mayasari dari KONTAN.
Anto Prabowo, Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, menegaskan, pembentukan bank bullion merupakan inisiatif dari pemerintah. Untuk itu, institusinya siap mendiskusikan rencana tersebut.
Sejauh ini, OJK telah melakukan komunikasi dan telah memberikan respons rencana pemerintah melalui surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan.
OJK juga sedang mengevaluasi ketentuan yang ada untuk kepentingan umum, sehingga mitigasi risikonya (bank bullion) terukur. Hanya saja, kata Anto, hingga saat ini OJK belum menerima konsepsi pembentukan bank bullion dari pemerintah. "Kami belum menerima konsepsi bank bullion. Jadi, kami belum bisa menyampaikan (konsepnya)," tandas Anto.
Selanjutnya: Holding ultra mikro masih terjagal aturan bank bullion dan BMPK