Mengkritisi Kehadiran Layanan Starlink

Rabu, 25 Oktober 2023 | 05:55 WIB
Mengkritisi Kehadiran Layanan Starlink
[ILUSTRASI. stvgott]
Abdul Salam Taba | Alumnus School of Economics The University of Newcastle Australia

KONTAN.CO.ID - Kehadiran Starlink dalam berbisnis di Tanah Air masih marak diperbincangkan. Langkah perusahaan besutan Elon Musk dalam penyediaan akses internet berkecepatan tinggi pada 2024 menarik dicermati setidaknya karena dua alasan penting.

Pertama, konstelasi ribuan satelit yang mengelilingi orbit rendah bumi atau low earth orbit (LEO) yang digunakan Starlink untuk berkomunikasi secara independen dan point to point yang berpotensi mengancam kedaulatan bangsa dan keutuhan wilayah NKRI.

Karena secara operasional data yang masuk ke satelit Starlink dikirim langsung ke gateway dan hub yang berfungsi sebagai pusat kendali dan penyimpanan data, namun lokasinya dirahasiakan. Akibatnya, data tersebut sepenuhnya di bawah kendali Starlink dan tidak bisa dimonitor oleh pemerintah Indonesia.

Keberadaan pusat kendali dan penyimpanan data Starlink perlu diketahui oleh pemerintah, setidaknya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) selaku regulator di bidang telekomunikasi. Tujuannya, agar data pribadi penduduk dan data vital lainnya yang mengalir ke jaringan satelit Starlink tidak bebas dikeruk dan digunakan secara ilegal.

Data pribadi penduduk, bukan sekadar kumpulan informasi yang berfungsi sebatas kelengkapan bertransaksi secara komersial maupun non komersial, tapi sudah menjadi aset dan komoditas bisnis berharga yang dilindungi dan diminati banyak pihak. Besarnya peranan dan nilai ekonomi dari data inilah yang mendorong banyak pihak berupaya meretas data pribadi dan institusi via luring dan daring, tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Kekhawatiran penyalahgunaan data vital seperti data geografi, data sumber daya alam, data kesehatan dan data perilaku masyarakat cukup beralasan. Pasalnya, Starlink ingin menawarkan layanan selain kerja sama business to business (B2B) dengan operator Telkomsel dan Smartfren yang berupa layanan komunikasi langsung dari masyarakat ke masyarakat institusi atau customer to customer (C2C).

Pun, rencana transformasi digital sistem perikanan tangkap Indonesia di Kementerian Kelautan dan Perikanan, termasuk penyediaan akses internet dan konektivitas digital oleh Kementerian Kesehatan di puluhan ribu puskesmas yang tersebar di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) dengan menggunakan satelit Starlink.

Hackers mudah menjebol

Kedua, pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mendorong lahirnya sistem teknologi informasi yang semakin canggih dan marak digunakan di berbagai sektor kehidupan seperti e-commerce, e-education, e-health dan e-government. Hal ini menimbulkan praktik peretasan dan penyalahgunaan data kian berkembang, baik disengaja maupun akibat kelemahan sistem elektronik yang digunakan perusahaan dan institusi publik.

Bila awalnya kebocoran data diperoleh melalui proses jual beli biasa, dewasa ini keterampilan dan peluang pencurian data lewat kejahatan siber semakin bervariasi dengan intensitas yang meningkat setiap tahun, seperti hacking, cracking, phising dan identity theft, dengan beragam motif dan tujuan serta melintasi batas-batas negara (borderless).

Dengan demikian, pengoperasian jaringan satelit Starlink di wilayah NKRI disinyalir mengancam keamanan negara. Sebab, layanan Starlink bisa digunakan oleh kelompok teroris dan separatis di Papua, misalnya, untuk membiayai dan mengoordinasikan kegiatannya. Sinyalemen itu bukan isapan jempol karena sistem teknologi yang digunakan Starlink untuk mengoperasikan ribuan satelitnya rentan dibobol pihak lain.

Contohnya, peretasan oleh Lenner Wouters seorang peneliti keamanan siber di Universitas KU Leuven, Belgia yang meretas perangkat penunjang satelit (user terminal) yang terpasang di gedung maupun rumah pelanggan sehingga layanan Starlink bebas diakses tanpa diketahui. Ironisnya, peretasan hanya dalam tempo 90 detik dengan perangkat yang dibuat sendiri dan biaya pembuatannya hanya US$ 25.

Selain itu, penelitian Marcin Frachiewicz menyimpulkan ada tiga potensi bahaya dari penempatan satelit Starlink di LEO. Pertama, keamanan dan jaringan satelit Starlink mudah dibobol hackers dengan cara mengirim kode malicious dan malware ke pelanggan individu atau kelompok tanpa diketahui. Juga bisa digunakan mengawasi aktivitas penggunanya, serta menyadap data dan percakapan tanpa diketahui, termasuk  mengganggu jaringan satelit yang berlokasi di ketinggian orbit yang sama.

Karena itu upaya pengendalian data pribadi dan data vital lainnya diperlukan guna melindungi data pribadi individu dan data vital lainnya, termasuk langkah pemerintah untuk pengamanan negara dan kepentingan nasional lainnya.

Melanggar aturan lokal

Penggunaan IP Address Indonesia yang dipersyaratkan Menteri Kominfo Budi Arie merupakan langka tepat. Dikatakan tepat karena kemampuan pemerintah mengajak Starlink memakai IP Address dan gateway Indonesia membuat bisnisnya hanya bersifat penyelenggara telekomunikasi dan penyedia akses, dengan core network atau core layer tetap melewati Internet Service Provider atau bisa disebut Internet Access Provider (IAP) dan Internet Exchange di Indonesia, sehingga pemerintah dapat mengawasi trafik komunikasi (data) di jaringan satelit Starlink untuk pencegahan kejahatan dan pengamanan secara nasional.

Persyaratan Menkominfo itu cukup beralasan karena merupakan amanat dari Umbrella Act di sektor telekomunikasi dan peraturan terkait baik secara nasional maupun internasional.
Regulasi dimaksud adalah UU Nomor 36/1996 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 40 dan 42 yang melarang setiap orang menyadap informasi (data) dan kewajiban operator telekomunikasi merahasiakan informasi yang dikirim dan/atau diterima pelanggannya. Dan banyak aturan lainnya.

Penyalahgunaan data merupakan fenomena mondial di negara maju dan berkembang, karena itu masyarakat internasional dan tiap pemerintah berupaya melindungi integritas, kehormatan dan kerahasiaan data pribadi individu maupun data vital lainnya melalui regulasi. European Union Directive yang ditetapkan pada 1995 dan APEC Privacy Framework pada 2004, misalnya, bertujuan menjamin keamanan dan kerahasiaan data pribadi seluruh masyarakat di negara anggota Uni Eropa dan Asia Pasifik.

Melihat kompleksnya permasalahan dan regulasi, diperlukan kajian yang komprehensif dengan melibatkan pakar hukum, pakar kebijakan publik dan pakar telekomunikasi sebelum Sarlink diizinkan beroperasi. Upaya tersebut setidaknya akan menghindarkan terjadinya pelanggaran aturan, pun keutuhan wilayah dan berbagai kepentingan nasional lainnya dapat diamankan.             

Bagikan

Berita Terbaru

Saham Petrosea (PTRO) Tembus Rekor Baru, Diversifikasi Ala Projogo Jadi Pendorong
| Sabtu, 20 September 2025 | 17:50 WIB

Saham Petrosea (PTRO) Tembus Rekor Baru, Diversifikasi Ala Projogo Jadi Pendorong

Rencana pengambilalihan SPBL adalah bagian dari strategi pertumbuhan dan diversifikasi PTRO untuk mendukung ekspansi di sektor kimia dan energi.

Dua Cucu Usaha SGRO Bakal Beralih Kepemilikan, Lepas Bisnis Karet dan Sagu
| Sabtu, 20 September 2025 | 17:00 WIB

Dua Cucu Usaha SGRO Bakal Beralih Kepemilikan, Lepas Bisnis Karet dan Sagu

PT Sungai Menang (SM) dan Sampoerna Bio Fuels (SBF) akan menjual seluruh kepemilikannya di dua cucu usaha SGRO, kepada investor yang berminat.

Analis Revisi Naik Target Laba Antam (ANTM) Setelah Harga Emas Kembali Cetak Rekor
| Sabtu, 20 September 2025 | 16:05 WIB

Analis Revisi Naik Target Laba Antam (ANTM) Setelah Harga Emas Kembali Cetak Rekor

BRI Danareksa Sekuritas menaikkan proyeksi laba bersih ANTM untuk tahun 2025 hingga 2027, sekitar 22,2% hingga 46,3%.

Kinerja Sawit Sumbermas (SSMS) Tumbuh di Tengah Tren Kenaikan Harga CPO
| Sabtu, 20 September 2025 | 09:55 WIB

Kinerja Sawit Sumbermas (SSMS) Tumbuh di Tengah Tren Kenaikan Harga CPO

Per Juni 2025, emiten perkebunan kelapa sawit ini membukukan laba bersih Rp 691,44 miliar, tumbuh 80,81% secara tahunan

Bumi Resources (BUMI) Siap Merilis Obligasi Untuk Diversifikasi
| Sabtu, 20 September 2025 | 09:50 WIB

Bumi Resources (BUMI) Siap Merilis Obligasi Untuk Diversifikasi

Sekitar 45,34% hasil penerbitan obligasi akan digunakan BUMI untuk kewajiban pembayaran tahap 2 dari rencana akuisisi Australia, Wolfram Limited.

Menjaga Stabilitas Harga Saham, Emiten Menggelar Aksi Buyback
| Sabtu, 20 September 2025 | 09:45 WIB

Menjaga Stabilitas Harga Saham, Emiten Menggelar Aksi Buyback

Analis menilai,  aksi buyback saham bisa secara langsung mengurangi jumlah saham beredar, sehingga berpotensi meningkatkan valuasi per saham. 

Masa Offering Usai, Penawaran Umum EMAS Oversubscribed?
| Sabtu, 20 September 2025 | 09:37 WIB

Masa Offering Usai, Penawaran Umum EMAS Oversubscribed?

Mulai Jumat Kemarin, PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) mulai memasuki tahap penjatahan saham IPO. 

Terdorong Sentimen Suku Bunga, IHSG Naik 2,51% Dalam Sepekan
| Sabtu, 20 September 2025 | 08:36 WIB

Terdorong Sentimen Suku Bunga, IHSG Naik 2,51% Dalam Sepekan

Kemarin, IHSG naik 0,53% atau 42,68 poin ke level 8.051,12. Dalam sepekan, indeks telah mengakumulasi kenaikan 2,51%.​

Penjualan Kendaraan Membaik, Saham Emiten Otomotif Ciamik
| Sabtu, 20 September 2025 | 08:03 WIB

Penjualan Kendaraan Membaik, Saham Emiten Otomotif Ciamik

Menakar prospek saham emiten di sektor otomotif seiring membaiknya penjualan kendaraan​ pada Agustus 2025.

POJK UMKM Belum Pasti Kerek Kredit
| Sabtu, 20 September 2025 | 07:00 WIB

POJK UMKM Belum Pasti Kerek Kredit

Kehadiran POJK Nomor 19/2025 tentang pembiayaan UMKM dinilai bisa jadi angin segar bagi sektor UMKM  belakangan hanya tumbuh di bawah 5%​

INDEKS BERITA

Terpopuler