Moody's Nilai Likuiditas di Pasar Asia Menguat

Selasa, 11 Juni 2019 | 21:21 WIB
Moody's Nilai Likuiditas di Pasar Asia Menguat
[]
Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Likuditas di pasar Asia mulai menguat. Dari data Moody's Investor Services, Asian Liquidity Stress Indicator (LSI) menguat menjadi 33,3% di bulan Mei dari 35,6% di bulan April lalu. Hal ini merupakan peningkatan dalam tiga bulan berturut-turut. 

Meski demikian, angka ini masih jauh di atas rata-rata jangka panjang 24,5%, lantaran ada 49 dari 147 korporasi dengan imbal hasil tinggi yang likuiditasnya masih lemah. 

"Peningkatan tersebut terutama mencerminkan profil likuiditas yang membaik dan risiko refinancing yang lebih rendah," kata Annalisa Di Chiara, Wakil Presiden dan Senior Credit Officer Moody.

LSI mengukur persentase likuiditas perusahaan dengan yield tinggi. Semakin tinggi angka LSI, maka tingkat likuiditas semakin ketat.

"Hanya empat kesepakatan obligasi yang ditutup pada bulan Mei dengan total US$ 1,2 miliar," ujar Chiara. 

Angka ini turun secara signifikan dari bulan April, meskipun penerbitan obligasi secara year on year masih mencapai rekor US$ 26,2 miliar. Sebagian besar penerbitan obligasi saat ini berasal dari perusahaan properti China. 

Moody's Credit Transition Model (CMT) meramalkan bahwa tingkat default perusahaan di Asia dalam setahun ke depan akan mencapai 2,5% pada akhir 2019, atau turun dari 2,9% pada 2018.

Meski demikian, secara umum, likuiditas di Asia lebih lemah daripada di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika (EMEA) dan Amerika Serikat. Hal ini lantaran perusahaan di negara tersebut lebih bergantung pada fasilitas bank jangka pendek dan tidak terikat.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Inflasi Juni Capai 0,19%, Dipicu Harga Beras
| Rabu, 02 Juli 2025 | 09:20 WIB

Inflasi Juni Capai 0,19%, Dipicu Harga Beras

Secara tahunan, inflasi tercatat sebesar 1,87%, naik dibanding bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,6%

Aset Negara per Akhir 2024 Rp 13.600 Triliun
| Rabu, 02 Juli 2025 | 09:03 WIB

Aset Negara per Akhir 2024 Rp 13.600 Triliun

Aset negara mencapai Rp 13.692,4 triliun per 31 Desember 2024, naik dibanding 2023 yang sebesar Rp 13.072,8 triliun

Profit 28,44% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Melompat Lagi (2 Juli 2025)
| Rabu, 02 Juli 2025 | 08:30 WIB

Profit 28,44% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Melompat Lagi (2 Juli 2025)

Harga emas Antam hari ini (2 Juli 2025) Rp 1.913.000 per gram. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 28,44% jika menjual hari ini.

Surplus Dagang Naik Pasca Perang Mereda
| Rabu, 02 Juli 2025 | 08:08 WIB

Surplus Dagang Naik Pasca Perang Mereda

Neraca perdagangan Indonesia pada bulan Mei 2025 mencatatkan surplus sebesar US$ 4,3 miliar, jauh lebih besar dari bulan sebelumnya

Defisit Anggaran 2025 Melebar dari Target
| Rabu, 02 Juli 2025 | 07:47 WIB

Defisit Anggaran 2025 Melebar dari Target

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, jika tidak dilakukan efisiensi anggaran, defisit bisa lebih lebar lagi

Sektor Manufaktur Kian Loyo, Laju Ekonomi Masih Lesu
| Rabu, 02 Juli 2025 | 07:35 WIB

Sektor Manufaktur Kian Loyo, Laju Ekonomi Masih Lesu

PMI Manufaktur Indonesia pada bulan Juni merupakan terendah sejak April 2025 dan sejak Agustus 2021 lalu

Manufaktur Lesu, IHSG Jeblok di Awal Semester II, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
| Rabu, 02 Juli 2025 | 06:41 WIB

Manufaktur Lesu, IHSG Jeblok di Awal Semester II, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Level ini di bawah ekspektasi dan menunjukkan  PMI Indonesia di zona kontraksi selama tiga bulan terakhir. Ada kekhawatiran, permintaan menurun

Nilai Tukar Rupiah Terangkat Data Ekonomi
| Rabu, 02 Juli 2025 | 06:30 WIB

Nilai Tukar Rupiah Terangkat Data Ekonomi

Penguatan rupiah didukung sentimen risk-on yang menguat, didukung oleh data manufaktur China yang kembali ke level ekspansi.

Geopolitik Memanas, Harga Komoditas Energi Berfluktuasi
| Rabu, 02 Juli 2025 | 06:15 WIB

Geopolitik Memanas, Harga Komoditas Energi Berfluktuasi

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak WTI telah meningkat 9,9% dalam sebulan terakhir ke level US$ 65,71 per barel pada Selasa (1/7)

Anak Berbakti
| Rabu, 02 Juli 2025 | 06:10 WIB

Anak Berbakti

Jika menyangkut perusahaan publik, maka ada kepentingan investor individu sebagai pemegang saham yang juga harus diperhatikan.

INDEKS BERITA

Terpopuler