Pasar Tertekan, Dana Kelolaan Reksadana Saham Kembali Merosot

Selasa, 12 Maret 2019 | 06:12 WIB
Pasar Tertekan, Dana Kelolaan Reksadana Saham Kembali Merosot
[]
Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja pasar saham dalam negeri yang kurang menggembirakan di Februari lalu membuat dana kelolaan atawa assets under management (AUM) industri reksadana tumbuh tipis. Berdasarkan data Infovesta Utama, dana kelolaan industri reksadana hanya naik Rp 1,29 triliun atau 0,29% dari bulan sebelumnya menjadi Rp 497,26 triliun sepanjang Februari 2019.

Untuk kedua kalinya, dana kelolaan reksadana saham kembali turun. Bulan lalu, AUM reksadana saham mengalami penuruunan Rp 2,52 triliun menjadi Rp 147,73 triliun. Penurunan ini lebih besar ketimbang Januari 2019 yang sebesar Rp 2,43 triliun.

Menurut Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana, penurunan dana kelolaan reksadana saham juga terjadi akibat kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tertekan di bulan lalu. Lihat saja, sepanjang Februari lalu, IHSG terkoreksi 1,37%. Ini juga menyeret kinerja rata-rata reksadana saham, yang tercermin dari pergerakan Infovesta Equity Fund Index.

Sepanjang Februari lalu, indeks ini turun 2,24%. Reksadana saham mencetak kinerja terburuk dibanding reksadana lain. "Penurunan dana kelolaan reksadana saham lebih karena penurunan kinerja IHSG, bukan akibat terjadinya redemption," kata Wawan, kemarin.

Penurunan terbesar kedua terjadi pada reksadana terproteksi. Bulan lalu, dana kelolaan reksadana terproteksi berkurang Rp 557,81 miliar. Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menambahkan, reksadana campuran ikut terseret karena mayoritas memiliki bobot saham yang besar. Alhasil, dana kelolaan reksadana ini turut terkoreksi hingga Rp 104,9 miliar.

AUM reksadana berbasis saham lain, yakni reksadana indeks, juga tercatat turun Rp 94,32 miliar menjadi Rp 5,5 triliun.Pasar uang Reksadana pasar uang kembali menjadi primadona. Lagi-lagi, jenis reksadana ini mencetak kenaikan dana kelolaan hingga Rp 2,24 triliun menjadi Rp 57,54 triliun.

Wawan mengatakan dana kelolaan reksadana pasar uang naik karena terdorong imbal hasil yang juga menarik. Maklum, suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (BI 7-DRR) stabil di level 6%. "Ini membuat imbal hasilnya lebih tinggi dari tahun lalu," kata Wawan.

Rudiyanto juga melihat, kinerja obligasi dalam negeri yang semakin ciamik turut mendorong penambahan AUM pada reksadana pendapatan tetap. Apalagi sepanjang Februari lalu, harga obligasi pemerintah sudah terkerek 1,5%. "Dana kelolaan reksadana pendapatan naik dari kenaikan aset dasarnya," kata dia.

Hingga akhir tahun, Rudiyanto masih memperkirakan sentimen positif akan lebih banyak datang pada reksadana pendapatan tetap. Di sisi lain, Wawan memprediksi secara keseluruhan, dana kelolaan industri reksadana berpotensi tumbuh mencapai Rp 540 triliun.

"Tahun ini banyak terbit obligasi korporasi maupun obligasi pemerintah. Portofolio tersebut sangat menarik jika dibungkus melalui reksadana terproteksi," terang dia.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 16:30 WIB

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga

Surono menjadi satu-satunya pemegang saham individu di luar afiliasi dan manajemen yang punya saham OBAT lebih dari 5%.

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)

Grup Djarum pada 25 Juni 2025 mencaplok 3,63% PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), emiten yang mengelola jaringan Rumah Sakit Hermina.

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?

Tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran, bisa berimbas pada meningkatkan risk appetite investor atas aset berisiko di emerging markets

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 14:13 WIB

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025

Volume penjualan semen domestik pada lima bulan pertama tahun 2025 turun 2,1% year on year (YoY) menjadi 22,27 ton.

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 13:26 WIB

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat

Indonesia akan memiliki pabrik baterai EV pertama pada akhir Juni 2026 ini. Selain China, sejumlah perusahaan lokal terlibat. Ini detailnya.

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 08:22 WIB

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina

PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) dalam situs webnya mengaku sebagai partner BRI sejak tahun 2020 dalam pengadaan mesin EDC agen BRILink.

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:21 WIB

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak

Penerimaan pajak semester I-2025 berisiko terkontraksi 35%-40% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Wajib Pajak UMKM Masih Bisa Bebas PPh Final
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:01 WIB

Wajib Pajak UMKM Masih Bisa Bebas PPh Final

Ditjen Pajak menegaskan bahwa kebijakan PPh final usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak menambah beban pajak baru

Ada Hermanto Tanoko, Begini Prospek Emiten Merry Riana (MERI) Pasca IPO
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 06:51 WIB

Ada Hermanto Tanoko, Begini Prospek Emiten Merry Riana (MERI) Pasca IPO

Secara valuasi, harga saham IPO MERI masih tergolong wajar. Tapi, investor tetap harus mencermati fundamental perusahaan. 

Siap-siap Anggaran 2025 Jebol
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 06:50 WIB

Siap-siap Anggaran 2025 Jebol

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka peluang memperbesar penerbitan surat berharga negara (SBN) pada tahun ini

INDEKS BERITA

Terpopuler