KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepemilikan tiga institusi keuangan non-bank (IKNB) di surat berharga negara (SBN) terus menggemuk. Sepanjang tahun ini, kepemilikan tiga lembaga non bank, yakni reksadana, asuransi dan dana pensiun, di SBN telah naik Rp 13,74 triliun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, per Selasa (5/3), pertumbuhan kepemilikan terbesar terjadi pada dana pensiun. Kepemilikannya naik Rp 8,84 triliun jadi Rp 221,72 triliun.
Rio Ariansyah, Senior VP & Head of Investment Recapital Asset Management, mengatakan, sejak adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 1/POJK.5/2016 yang menetapkan IKNB seperti asuransi, dana pensiun dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus menempatkan 10%–30% dana investasinya pada instrumen SBN, kepemilikan tiga institusi tersebut di SBN terus bertumbuh.
Rio memperkirakan kepemilikan ketiga institusi tersebut di SBN masih akan terus naik di tahun ini. Alasannya, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atawa BI 7-day repo rate tahun ini stabil, bahkan berpotensi turun.
Salah satu pengaruhnya datang dari eksternal. Mengingat tahun ini The Federal Reserve cenderung berhati-hati dalam mengerek suku bunga.
Hal ini berbanding terbalik dari keadaan tahun lalu, di mana The Fed agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. "Ketika suku bunga acuan AS mula stabil, maka obligasi negara berpotensi rally dan itu saatnya bagi ketiga institusi lokal untuk menambah kepemilikan," tambah Rio.
Walau tercatat naik, ternyata kepemilikan reksadana di SBN sempat terkoreksi. Mengingat di akhir Januari lalu, kepemilikan reksadana di SBN sempat mencapai Rp 120,40 triliun, sebelum turun ke kisaran Rp 119 triliun.
Rio menjelaskan, hal ini terjadi karena biasanya para manajer investasi melakukan likuidasi atau merealisasikan keuntungan dengan redemption. "Reksadana berbeda dengan asuransi dan dana pensiun yang cenderung hold to maturity," kata Rio.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menambahkan, kepemilikan SBN oleh reksadana juga dipengaruhi oleh harga obligasi. Jika harga obligasi bergerak turun, para manajer investasi akan menjual kepemilikannya.
Di sisi lain, kewajiban dari POJK tetap mempengaruhi penambahan kepemilikan reksadana di SBN.
Untuk saat ini, Wawan menilai penurunan kepemilikan industri reksadana di SBN saat ini masih wajar. "Ke depan kepemilikan reksadana di SBN akan terus berkembang, sepanjang tidak ada redemption yang besar, dan akan terus tumbuh seiring dengan berkembangnya industri asuransi dan dana pensiun," papar dia.
Apalagi, yield surat utang negara (SUN) kini cenderung stabil di level 7%–8%. Harga obligasi juga masih naik.