Pasokan Berlimpah Saat Pasar Lesu, Margin Nafta Asia Rontok ke Titik Terendah

Jumat, 10 Juni 2022 | 13:23 WIB
Pasokan Berlimpah Saat Pasar Lesu, Margin Nafta Asia Rontok ke Titik Terendah
[ILUSTRASI. Chandra Asri, kompleks petrokimia di Indonesia.]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - NEW DELHI. Margin nafta di pasar Asia merosot hingga ke titik terendah sejak krisis keuangan global tahun 2008 akibat permintaan yang lesu di saat pasokan melonjak, demikian pernyataan para pedagang dan analis.

Nafta merupakan produk sampingan yang dihasilkan dari kegiatan penyulingan minyak mentah menjadi produk bahan bakar. Di saat berbagai fasilitas penyulingan Asia menggenjot produksi bensin dan solar untuk mengejar kenaikan permintaan produk bahan bakar, produksi nafta pun ikut menanjak. Nafta lazim digunakan untuk berbagai produk konsumer, terutama plastik.

Begitu produksi nafta melonjak, permintaan dari produsen China tetap rendah karena mereka masih berupaya untuk bangkit dari penurunan kapasitas secara besar-besaran selama April hingga Mei. 

Di masa itu, sebagian besar wilayah China berada di bawah pembatasan Covid-19 yang ketat. China saat ini masih tercatat sebagai konsumen petrokimia terbesar di dunia.

Baca Juga: Tesla Membatalkan Acara Rekrutmen Online di China untuk Bulan Ini

Perlambatan ekonominya telah merugikan margin operator cracker, alias fasilitas penghasil nafta. Beberapa di Asia dan Eropa telah memangkas produksi, dan permintaan mereka untuk nafta - dengan memperpanjang penghentian pemeliharaan.

Bagaimanapun, banyak yang sementara mengganti nafta dengan bahan bakar gas cair, karena, seperti biasa, harganya menjadi relatif kompetitif dengan pendekatan musim panas belahan bumi utara.

"Margin melemah setelah konsumsi polimer di China turun karena penguncian Covid-19," kata KY Lin, juru bicara Formosa Petrochemical Corp, eksportir bahan bakar utama di Asia dan juga importir nafta terbesar di kawasan itu.

Beberapa pabrikan nafta telah memotong tingkat kapasitas hingga serendah 80% karena margin yang buruk, tambahnya.

Kontrak margin nafta di pasar Asia diperdagangkan dengan diskon tajam US$ 84,23 per ton ke minyak mentah Brent pada hari Kamis, yang merupakan diskon terbesar sejak November 2008, menurut data di Refinitiv Eikon. Margin telah turun lebih dari 201% sejak awal Mei.

Di Asia Timur Laut, pasokan nafta yang kuat tidak hanya datang dari penyulingan di kawasan itu sendiri. Pengiriman yang datang dari Timur Tengah dan India juga menekan harga, kata Lin dari Formosa.

Asia menerima 3,5 juta hingga 3,6 juta ton nafta dari Timur Tengah pada bulan Mei, terbesar sejauh ini pada tahun 2022 dan 28% lebih banyak dari tahun sebelumnya, menurut data penelitian Refinitiv Oil.

Baca Juga: Aksi Mogok Supir Truk di Korea Selatan Menambah Ketidakpastian Rantai Pasokan Global

Ekspor nafta dari India pada bulan Mei adalah 570.000 ton, naik 20% dibandingkan tahun sebelumnya.

Seorang pedagang nafta yang berbasis di Korea Selatan mengatakan sebagian besar penyulingan di wilayah tersebut telah meningkatkan produksi hingga hampir 100% karena kekuatan pada retakan bensin dan minyak gas. Kilang biasanya memiliki 10-15% dari output mereka sebagai nafta, dibandingkan 30% untuk solar berpenghasilan tinggi.

Kelebihan nafta biasanya masuk ke kolam bahan bakar yang digunakan dalam pencampuran bensin. Tetapi hanya begitu banyak yang dapat digunakan dengan cara itu, karena kandungan oktannya rendah dan harus dilengkapi dengan bahan campuran bensin yang mahal, kata analis di konsultan energi FGE dalam sebuah catatan.

Bagikan

Berita Terbaru

Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari (ELPI) Ekspansi ke Kawasan Timur Tengah
| Senin, 07 Juli 2025 | 05:15 WIB

Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari (ELPI) Ekspansi ke Kawasan Timur Tengah

Ekspansi operasional ke wilayah Timur Tengah terus menunjukkan progres positif dengan armada Kazo Agility 2, telah mulai beroperasi.

Ekonomi Buruk, Rupiah Gagal Manfaatkan Pelemahan Dolar
| Senin, 07 Juli 2025 | 05:00 WIB

Ekonomi Buruk, Rupiah Gagal Manfaatkan Pelemahan Dolar

Eskalasi perdagang global pasca penundaan tarif yang berakhir mungkin tak cukup mengangkat dolar AS.

Pergerakan Rupiah Menanti Tarif Trump
| Senin, 07 Juli 2025 | 05:00 WIB

Pergerakan Rupiah Menanti Tarif Trump

Pasar gelisah atas rencana tarif perdagangan AS, setelah Trump mulai mengirim surat yang menguraikan tarif ke negara-negara ekonomi utama. 

Pesona Bisnis F&B Menarik Investasi
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:30 WIB

Pesona Bisnis F&B Menarik Investasi

Salah satu realisasi investasi di industri F&B adalah pabrik PT PepsiCo Indonesia yang diresmikan pada 18 Juni 2025.

HM Sampoerna (HMSP) Menyedot Produk Bebas Asap
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:25 WIB

HM Sampoerna (HMSP) Menyedot Produk Bebas Asap

Saat ini Indonesia memiliki peran strategis sebagai pusat inovasi, produksi dan ekspor produk bebas asap ke wilayah Asia Pasifik.

Ekonomi Hijau dan Otonomi Daerah
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:21 WIB

Ekonomi Hijau dan Otonomi Daerah

Pemerintah pusat harus menyadari bahwa setiap daerah memiliki tantangan dan dinamika yang bervariasi.

Rata-rata Kinerja Unitlink Saham di Juni Bergerak Negatif
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:20 WIB

Rata-rata Kinerja Unitlink Saham di Juni Bergerak Negatif

Pada Juni, rata-rata kinerja unitlink saham turun 1,9%. Padahal pada Mei 2025, rata-rata return unitlink saham masih positif 5,97%.

Multifinance Cari Alternatif Pendanaan Lewat Pasar Surat Utang
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:15 WIB

Multifinance Cari Alternatif Pendanaan Lewat Pasar Surat Utang

Pelaku industri memanfaatkan momentum positif dari stabilnya suku bunga dan membaiknya sentimen pasar untuk mengamankan pendanaan.

Hingga Mei 2025, Hasil Investasi BPJS Ketenagakerjaan Naik
| Senin, 07 Juli 2025 | 04:15 WIB

Hingga Mei 2025, Hasil Investasi BPJS Ketenagakerjaan Naik

Hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan meningkat 1,4% menjadi Rp 22,43 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 22,12 triliun.

Indonesia Importir Gandum Terbesar Kedua Dunia, AS Bukan Sumber Utama
| Minggu, 06 Juli 2025 | 12:52 WIB

Indonesia Importir Gandum Terbesar Kedua Dunia, AS Bukan Sumber Utama

Indonesia menjadi negara importir gandum terbesar kedua dunia menurut data FAO. Impor Indonesia hanya kalah oleh Mesir.

INDEKS BERITA

Terpopuler