KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati sudah surut, banjir yang melanda wilayah sekitar ibukota awal pekan ini, menyisakan pertanyaan tentang penyebab banjir. Selama ini, Pemerintah pusat mengupayakan pembangunan pengendali banjir, seperti bendungan. Hanya saja, setelah kejadian itu, terasa pengendali banjir ternyata belum dibangun maksimal. Penyebabnya, menurut Menteri Pekerjaan Umum, karena keterbatasan lahan yang belum disediakan pemerintah daerah setempat.
Misalnya saja, normalisasi Kali Ciliwung yang ditargetkan sepanjang 33 kilometer, baru diselesaikan 17 kilometer. Lantas, tanggul Kali Bekasi baru dibangun 13,8 km. Pengerukan kali di Jabodetabek juga tidak dilakukan secara terus menerus. Karena ketinggian banjir sampai lebih dari 5 meter, masyarakat pun mempertanyakan efektivitas bendungan di Ciawi dan Sukamahi yang diandalkan untuk mencegah banjir Jakarta dan sekitarnya.
Usai bencana banjir lalu, Pemerintah pusat lantas menetapkan pembangunan tanggul Kali Bekasi untuk mitigasi banjir daerah tersebut, dengan anggaran Rp 1,1 triliun. Pemerintah daerah diharap segera melakukan pembebasan lahan agar pembangunan bisa segera mulai.
Banjir bukan terjadi kali ini saja di kawasan Jabodetabek. Namun, saban terjadi banjir, kita tampak tergagap dan sadar, kalau ternyata mitigasi yang dilakukan tak cukup membendung aliran air. Kalau saja, pembangunan infrastruktur pengendali banjir dibangun secara konsisten dengan perencanaan menyeluruh, mungkin hasil mitigasinya bisa lebih maksimal.
Merunut banjir di Bekasi yang terjadi lalu, Pemerintah hanya bisa menunggu air surut. Maklum, saat air masih tinggi pun tak bisa dipompa atau dialihkan lantaran area terdampak yang cukup luas.
Penanganan bencana banjir dengan gaya pemadam ini, mengingatkan pada penanganan lonjakan harga komoditas pangan. Saban bulan puasa hingga Lebaran, beberapa komoditas pangan hampir selalu mengalami kenaikan harga. Solusinya, adalah operasi pasar untuk sebagian bahan pangan seperti daging dan minyak. Penanganan ini disebut pengamat ekonomi bak kerja pemadam, karena dilakukan tanpa menyentuh akar masalahnya. Alhasil, peristiwa yang sama, selalu berulang, dengan penanganan yang juga serupa pula.
Mari kita berharap agar Pemerintah, baik di pusat maupun daerah, meninggalkan solusi gaya pemadam dan merampungkan masalah hingga ke akarnya.