Pencatatan Minyak Hasil Produksi Pertamina di Luar Negeri Akan Diubah

Kamis, 23 Mei 2019 | 08:29 WIB
Pencatatan Minyak Hasil Produksi Pertamina di Luar Negeri Akan Diubah
[]
Reporter: Adinda Ade Mustami, Benedicta Prima | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengambil sejumlah kebijakan untuk mengempiskan defisit neraca perdagangan. Salah satunya dengan mengubah sistem pencatatan minyak hasil produksi PT Pertamina yang masuk ke Indonesia.

Keputusan tersebut dibuat oleh Menteri Koordinator (Menko) Ekonomi Darmin Nasution dalam rapat koordinasi yang berlangsung Rabu (22/5). "Sebetulnya, defisit migas kita tidak terlalu lebar. Masyarakat perlu tahu bahwa hasil eksplorasi minyak yang dilakukan Pertamina di luar negeri dan di bawa ke dalam negeri, selama ini tercatat sebagai barang impor. Ini yang menyebabkan defisit neraca perdagangan menjadi lebar," jelas Darmin.

Untuk itu, Darmin menetapkan impor minyak mentah hasil investasi dari Pertamina di luar negeri tetap dicatat sebagai impor, di neraca perdagangan. Hanya saja, hasil investasi dari Pertamina di luar negeri, harus dicatat sebagai pendapatan primer di neraca pembayaran.

Kedua pencatatan tersebut sesuai dengan standar Internasional Merchandise Trade Statistic (IMTS) dan standar Balance of Payment Manual International Monetary Fund (IMF). "Pertamina kan investasi dan eksplorasi di Aljazair, Malaysia, dan Irak," ujar dia.

Dengan perubahan pencatatan hasil investasi Pertamina di neraca pembayaran, maka pendapatan primer di neraca pembayaran akan naik, sehingga bisa mengurangi defisit neraca transaksi berjalan alias current account deficit (CAD). Tapi, Darmin belum mau membeberkan angka hasil investasi yang selama ini belum tercatat. "Hasil investasi di luar negeri tadi kan ada pendapatannya nah itu belum dicatat di neraca pembayaran," ujar Darmin.

Tidak berdampak

Selain mengubah sistem pencatatan, pemerintah menyiapkan kebijakan lain, yaitu kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Mei 2019 mengenai pemanfaatan minyak mentah hasil eksplorasi di dalam negeri, untuk kebutuhan di dalam negeri. Selama ini hasil eksplorasi diekspor. Dengan adanya kebijakan ini maka sebagian diolah di dalam negeri untuk pasar lokal.

Sebagai catatan, minyak mentah hasil eksplorasi sebagian berasal dari Pertamina, dan sebagian merupakan bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) baik lokal maupun asing.

Nah, jika dipakai di dalam negeri, artinya diolah di kilang Pertamina. Hal ini akan mengurangi impor minyak mentah yang dibutuhkan oleh Pertamina untuk memproduksi bahan bakar mineral (BBM) seperti solar dan avtur.

Meski demikian, kebijakan ini hanya berdampak kecil ke neraca dagang. Pasalnya kendati impor turun, ekspor juga turun. "Jadi side off ya, jadi nol," ujar Darmin.

Bagi Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih, selama ini pendapatan Pertamina kemungkinan tidak diakui sebagai pendapatan primer. "Kemungkinan (selama ini) lebih sebagai netting. Karena yang beli minyak anak usaha Pertamina, jadi selisihnya saja yang dicatat. Misalnya dia beli lebih mahal dari pendapatan, ya dianggap sebagai impor," kata Lana. Meski menyambut baik kebijakan ini, Lana memprediksi ini tidak berdampak banyak ke penurunan defisit.

Bagikan

Berita Terbaru

Usmile Mulai Menjajaki Pasar Indonesia
| Selasa, 25 November 2025 | 05:40 WIB

Usmile Mulai Menjajaki Pasar Indonesia

Perusahaan asal Tiongkok bakal merangsek pasar produk kesehatan mulut dan gigi di Indonesia dengan ragam produk.

Pemerintah Investigasi Sengketa Lahan Kalla  & GMTD
| Selasa, 25 November 2025 | 05:25 WIB

Pemerintah Investigasi Sengketa Lahan Kalla & GMTD

Pemerintah berencana memanggil kedua belah pihak yang bersengketa untuk memberikan hasil investigasinya.

Impor Beras Ilegal Terkuak Saat Produksi Melimpah
| Selasa, 25 November 2025 | 05:10 WIB

Impor Beras Ilegal Terkuak Saat Produksi Melimpah

Pemerintah telah menyegel sebanyak 250 ton beras impor ilegal yang berasal dari Thailand di Pelabuhan Sabang.

Sulit Tambah Modal Akibat Profitabilitas Tipis
| Selasa, 25 November 2025 | 04:55 WIB

Sulit Tambah Modal Akibat Profitabilitas Tipis

Bahkan berdasarkan pemetaan AAUI, ada lima hingga sepuluh perusahaan yang belum bisa memenuhi ketentuan ekuitas minimum hingga batas waktu habis.

IHSG Pecahkan Rekor di Level 8.570, Saham Ini Jadi Penopang
| Selasa, 25 November 2025 | 04:45 WIB

IHSG Pecahkan Rekor di Level 8.570, Saham Ini Jadi Penopang

Senin (24/11), IHSG melonjak 1,85% ke 8.570,25, mencapai ATH. Pelajari sentimen pendorong dan rekomendasi saham pilihan untuk besok.

Tren Bunga Rendah, NIM Perbankan Berangsur Meningkat
| Selasa, 25 November 2025 | 04:35 WIB

Tren Bunga Rendah, NIM Perbankan Berangsur Meningkat

Hasil survei OJK mnemperkirakan jika bankir yakin NIM berpotensi meningkat seiring penurunan biaya dana bank

Bisnis Pembiayaan Mobil Listrik Semakin Menyengat
| Selasa, 25 November 2025 | 04:15 WIB

Bisnis Pembiayaan Mobil Listrik Semakin Menyengat

Sejumlah perusahaan leasing ikut ketiban berkah dengan mencetak pertumbuhan kredit hingga tiga digit.

Indonesian Tobacco (ITIC) Ingin Memperbaiki Kinerja di Kuartal IV 2025
| Senin, 24 November 2025 | 09:45 WIB

Indonesian Tobacco (ITIC) Ingin Memperbaiki Kinerja di Kuartal IV 2025

Penjualan ITIC berasal dari pasar lokal Rp 233,23 miliar dan ekspor Rp 898,86 juta, yang kemudian dikurangi retur dan diskon Rp 4,23 miliar.

Menakar Dampak Pergeseran Pasien Swasta dan BPJS ke Emiten, MIKA dan KLBF Diunggulkan
| Senin, 24 November 2025 | 09:07 WIB

Menakar Dampak Pergeseran Pasien Swasta dan BPJS ke Emiten, MIKA dan KLBF Diunggulkan

Emiten-emiten rumah sakit besar tetap menarik untuk dicermati karena cenderung defensif dari tantangan BPJS. 

Keputusan Korea Menutup 40 PLTU Bakal Berdampak ke ADRO, GEMS, BYAN, PTBA Hingga BUMI
| Senin, 24 November 2025 | 08:32 WIB

Keputusan Korea Menutup 40 PLTU Bakal Berdampak ke ADRO, GEMS, BYAN, PTBA Hingga BUMI

Transisi energi yang dilakoni Korea Selatan memicu penurunan permintaan batubara, termasuk dari Indonesia.

INDEKS BERITA