Perusahaan Tambang Besar Akan Bayar Pajak Lebih Besar

Rabu, 23 Januari 2019 | 08:47 WIB
Perusahaan Tambang Besar Akan Bayar Pajak Lebih Besar
[]
Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah ingin menggenjot penerimaan negara dari sektor pertambangan batubara. Tekad itu tercermin dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlakuan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang usaha pertambangan batubara.

Agaknya pemerintah memang ingin memaksimalkan penerimaan dari produsen batubara berskala besar, yakni pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Direktur eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia membenarkan, skema perpajakan PKP2B lewat beleid tersebut akan lebih besar dibandingkan tarif perpajakan sebelumnya.

"Karena pemerintah ingin memastikan, dalam hal perpanjangan izin PKP2B, pemerintah mendapatkan penerimaan negara lebih banyak sesuai amanat UU Minerba," ujar dia kepada KONTAN, Selasa (22/1).

Selain RPP Perlakuan Perpajakan dan PNBP, pemerintah ingin melonggarkan aturan perpanjangan izin usaha PKP2B. Sebelumnya, perusahaan hanya boleh mengajukan perpanjangan izin paling cepat dua tahun sebelum kontrak berakhir.

Melalui revisi keenam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah akan melonggarkan masa permohonan perpanjangan menjadi lima tahun sebelum kontrak berakhir.

Soal RPP Perlakuan Pajak, Hendra tidak bisa menjelaskan lebih mendetail kerangka yang diajukan pemerintah. Mengacu data yang diterima KONTAN, pemerintah akan mematok bagian negara atau dana hasil produksi batubara (DHPB) menjadi 15% dari sebelumnya 13,5%.

"Tapi kami tidak tahu info terakhir, apakah itu ada perubahan atau tidak dari RPP yang beredar sebelumnya," ucap Hendra.

Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Hufron Asrofi mengakui penerimaan negara dalam paket RPP itu nantinya akan lebih besar. "Iya dong, kita harus begitu," ujar dia, tanpa membeberkan detail skema perpajakan itu.

Saat ini, Rancangan PP tersebut tinggal menunggu tanda tangan Kementerian BUMN. "Menkeu (Sri Mulyani) sudah paraf, Menteri ESDM sudah. Tinggal paraf Menko (Kemaritiman), tapi kami menunggu diparaf terlebih dulu oleh Menteri BUMN (Rini Soemarno)," ungkap Hufron.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Rofianto Kurniawan menyampaikan, paket PP tersebut bisa segera terbit pada bulan ini. "Kami mengharapkan selesai pada bulan Januari ini," ujar dia.

Sebelumnya Rofianto mengatakan skema penerimaan negara di PP itu akan menggunakan skema campuran. Ada beberapa ketentuan perpajakan yang bersifat nail down alias persentase pajak yang bersifat tetap, namun ada pula beberapa komponen penerimaan negara yang memakai skema prevailing alias tarif bisa berubah mengikuti perubahan peraturan. "Beberapa pajak nail down dan beberapa prevailing," ungkap Rofianto.

Menganggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis(CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, skema pungutan pajak kombinasi antara nail down dan prevailing cukup ideal.

Hal tersebut lantaran menyesuaikan kondisi dan tren perpajakan di industri pertambangan batubara di masa mendatang. "UU Minerba sebenarnya prevailing. Sementara rezim Kontrak Karya (KK) dan PKP2B memang nail down, masing-masing ada kelebihan dan kekurangan," jelas dia kepada KONTAN.

Yustinus bilang, ada konteks yang melatari penerapan skema penerimaan negara. Saat kontrak diteken dalam rezim KK dan PKP2B, itu merupakan fase awal negara membutuhkan investasi yang cukup besar.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Pertaruhan Besar Nikel RI: Banjir Pasokan di Gudang LME, Kalah Saing Lawan LFP
| Minggu, 28 Desember 2025 | 13:00 WIB

Pertaruhan Besar Nikel RI: Banjir Pasokan di Gudang LME, Kalah Saing Lawan LFP

Indonesia mengalami ketergantungan akut pada China di saat minat Negeri Tirai Bambu terhadap baterai nikel justru memudar.

Restrukturisasi Garuda Indonesia Masuk Babak Baru, Simak Prospek GIAA Menuju 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 11:15 WIB

Restrukturisasi Garuda Indonesia Masuk Babak Baru, Simak Prospek GIAA Menuju 2026

Restrukturisasi finansial saja tidak cukup untuk mengembalikan kepercayaan pasar secara total terhadap GIAA.​

Agar Kinerja Lebih Seksi, TBS Energi Utama (TOBA) Menggelar Aksi Pembelian Kembali
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:27 WIB

Agar Kinerja Lebih Seksi, TBS Energi Utama (TOBA) Menggelar Aksi Pembelian Kembali

Perkiraan dana pembelian kembali menggunakan harga saham perusahaan pada penutupan perdagangan 23 Desember 2025, yaitu Rp 710 per saham.

Provident Investasi Bersama (PALM) Tetap Fokus di Tiga Sektor Investasi di 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:12 WIB

Provident Investasi Bersama (PALM) Tetap Fokus di Tiga Sektor Investasi di 2026

Tahun depan, PALM siap berinvetasi di sektor-sektor baru. Kami juga terbuka terhadap peluang investasi pada perusahaan tertutup.

Melalui Anak Usaha, Emiten Happy Hapsoro Ini Mencaplok Saham Kontraktor Hulu Migas
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:03 WIB

Melalui Anak Usaha, Emiten Happy Hapsoro Ini Mencaplok Saham Kontraktor Hulu Migas

HCM,  kontraktor kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada Wilayah Kerja Selat Madura berdasarkan production sharing contract dengan SKK Migas.

Okupansi Hotel Fluktuatif, DFAM Tancap Gas Garap Bisnis Katering
| Minggu, 28 Desember 2025 | 10:00 WIB

Okupansi Hotel Fluktuatif, DFAM Tancap Gas Garap Bisnis Katering

Penyesuaian pola belanja pemerintah pasca-efisiensi di tahun 2025 bisa membuat bisnis hotel lebih stabil.

Menjadi Adaptif Melalui Reksadana Campuran
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:20 WIB

Menjadi Adaptif Melalui Reksadana Campuran

Diversifikasi reksadana campuran memungkinkan investor menikmati pertumbuhan saham sekaligus stabilitas dari obligasi dan pasar uang 

Defensif Fondasi Keuangan, Agresif dalam Berinvestasi
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:15 WIB

Defensif Fondasi Keuangan, Agresif dalam Berinvestasi

Ekonomi dan konsumsi masyarakat berpotensi menguat di 2026. Simak strategi yang bisa Anda lakukan supaya keuangan tetap aman.

Cari Dana Modal Kerja dan Refinancing, Emiten Ramai-Ramai Rilis Surat Utang
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:02 WIB

Cari Dana Modal Kerja dan Refinancing, Emiten Ramai-Ramai Rilis Surat Utang

Ramainya rencana penerbitan obligasi yang berlangsung pada awal  tahun 2026 dipengaruhi kebutuhan refinancing dan pendanaan ekspansi.

Catat Perbaikan Kinerja di Kuartal III-2025, PANR Optimis Menatap Bisnis di 2026
| Minggu, 28 Desember 2025 | 08:00 WIB

Catat Perbaikan Kinerja di Kuartal III-2025, PANR Optimis Menatap Bisnis di 2026

Faktor cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah memaksa wisatawan domestik memilih destinasi yang dekat.​

INDEKS BERITA

Terpopuler