Produksi Kaca Terganjal Pasokan Gas Murah

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kaca menghadapi sejumlah kendala pada tahun ini. Tantangan datang mengimpit dari sisi produksi maupun pemasaran. Pasokan gas murah tersendat di tengah permintaan yang berpotensi melambat.
Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) Henry T. Susanto memprediksi tingkat pemanfaatan kapasitas produksi (utilisasi) industri gelas kaca bakal merosot pada 2025. Utilisasi diperkirakan hanya menyentuh 70%, bahkan berpotensi di bawah level tersebut.
Estimasi itu lebih rendah daripada rata-rata utilisasi industri gelas kaca pada 2024, yang kala itu mencapai 77%. "Utilisasi 2025 dikhawatirkan lebih rendah dari 70% bila situasi pasar yang lesu dan ketidakpastian pasokan yang mengakibatkan harga gas berfluktuasi ini terus berlanjut," ungkap Henry kepada KONTAN, Senin (19/5).
Dia membeberkan, total kapasitas produksi gelas kaca dari 13 pabrik anggota APGI mencapai 650.000 ton per tahun. Mayoritas hasil produksi terserap di dalam negeri dengan perbandingan 75% ke pasar domestik dan 25% ke pasar ekspor.
Ekspor produk botol kaca terutama menyasar negara Asia Tenggara dan Australia. Sedangkan jenis produk tableware dipasarkan ke sejumlah negara Asia, Amerika Selatan, Amerika Serikat (AS) dan Afrika Selatan.
Dari sisi produksi, Henry menyoroti realisasi pasokan dari Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Industri kaca menjadi salah satu sektor penerima HGBT. Harga gas bumi sebagai bahan bakar dipatok sebesar US$ 7 per million british thermal unit (mmbtu), sedangkan untuk bahan baku sebesar US$ 6,5 per mmbtu.
Hanya saja, Henry mengatakan, ada ketidakpastian harga dengan kuota gas yang hanya sekitar 70%. Sejumlah pabrik pun memakai gas di atas kuota untuk membayar gas regasifikasi seharga US$ 16,88 per mmbtu.
Kondisi tersebut menyebabkan harga rata-rata gas yang dibayarkan sejumlah pabrik di atas US$ 12 per mmbtu. Padahal, harga gas menjadi bagian dari biaya energi yang berkontribusi berkisar 25%-30% terhadap biaya produksi pabrik gelas.
"Banyak pabrik gelas bekerja di bawah kapasitas. Pabrik lebih suka berproduksi sesuai kuota gas," kata Henry.
Selanjutnya: Aspirasi Hidup Indonesia (ACES) Genjot Kinerja di Kuartal II Tahun 2025
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan.
Sudah berlangganan? MasukBerlangganan dengan Google
Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.
Kontan Digital Premium Access
Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari
Rp 120.000
Business Insight
Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan