Rasio Pajak Indonesia Paling Rendah di Kawasan Asia dan Pasifik

Jumat, 26 Juli 2019 | 01:02 WIB
Rasio Pajak Indonesia Paling Rendah di Kawasan Asia dan Pasifik
[]
Reporter: Bidara Pink, Grace Olivia | Editor: Yuwono Triatmodjo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas negara-negara kawasan Asia dan Pasifik mencatatkan penurunan rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau tax ratio. Sayangnya, pertumbuhan itu tidak dialami Indonesia. Bahkan, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tax ratio terendah pada tahun 2017.

Dalam laporan terbaru Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tentang perkembangan peningkatan tax ratio di sejumlah negara, menunjukkan bahwa 11 dari 17 negara yang disurvei mengalami kenaikan tax ratio dalam periode 2007-2017. Sedangkan tax ratio enam negara sisanya, mengalami penurunan, yaitu Australia, Indonesia, Kazakhstan, Papua Nugini, Selandia Baru, dan Vanuatu.

Kenaikan tax ratio tertinggi dialami oleh Fiji dan Kepulauan Solomon dengan masing-masing kenaikan 4,4% dan 4,5%. Kenaikan ini didorong oleh penerimaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak lain dari barang dan jasa di kedua negara.

Sebaliknya, Kazakhstan dan Papua Nugini mengalami penurunan tax ratio paling dalam yaitu masing-masing 9,7% dan 7%, akibat menurunnya penerimaan PPh badan sejalan dengan jatuhnya harga komoditas alam. Selain itu, di Kazakhstan, terjadi penurunan tarif PPh badan.

Secara umum, tax ratio di negara-negara Pasifik lebih besar dibandingkan dengan negara-negara Asia. Perekonomian Pasifik memiliki tax ratio di atas 24% kecuali Tokelau dan Vanuatu. Sedangkan Asia ada di bawah 18%, kecuali Korea dan Jepang.

Sementara itu, pada tahun 2017, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tax ratio terendah yaitu hanya 11,5%. Capaian tax ratio Indonesia juga berbeda jauh dibandingkan dengan rata-rata tax ratio OECD yang mencapai 34,2%.

Pada survei itu OECD menyebut porsi sektor pertanian yang besar (di atas 10% dari PDB) dibandingkan negara lain. Selain itu tingkat keterbukaan perdagangan yang rendah berkontribusi pada tax ratio Indonesia.

Sektor agrikultur atau pertanian kerap dianggap sebagai sektor yang sulit untuk dipajaki. Pertama, karena masyarakat sektor pertanian terutama di negara berkembang umumnya berpendapatan rendah dan tidak tergolong wajib pajak. Kedua, sektor pertanian kerap mendapat banyak keuntungan dari pengecualian pajak (tax exemptions).

Selain itu, rendahnya tax ratio Indonesia menurut OECD, juga disebabkan oleh besarnya porsi tenaga kerja informal yang mencapai 57,6% dari total tenaga kerja Indonesia, masih banyaknya penghindaran pajak (tax evasion), dan basis pajak yang sempit.

Di sisi lain OECD menilai, kebijakan dan administrasi perpajakan sangat berpengaruh terhadap capaian tax ratio Indonesia. Hal ini termasuk seberapa kuat administrasi pajak, tingkat korupsi pada institusi otoritas pajak, hingga kepatuhan dan keinginan masyarakat membayar pajak.

Reformasi jadi kunci

Menanggapi survei OECD ini, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa perhitungan tax ratio untuk Indonesia itu belum termasuk pajak-pajak daerah, serta jaminan sosial. Sementara jaminan sosial untuk negara seperti Jepang dan Korea Selatan terbilang besar.

Meskipun demikian, ia menyadari bahwa tax ratio Indonesia belum optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan. Apalagi, dalam konteks sustainable development goals (SDG) yang mensyaratkan tax ratio 16%.

Saat ini, upaya utama otoritas pajak untuk meningkatkan penerimaan adalah melalui reformasi perpajakan jangka menengah. "Pilar utamanya adalah pembangunan sistem IT dan basis data yang didukung proses bisnis yang efisien untuk meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat," kata Hestu kepada KONTAN, Kamis (25/7).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo melihat tax ratio Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Sebab, ekonomi Indonesia jauh lebih besar dengan struktur yang kompleks. Belum lagi, Indonesia juga banyak memberikan insentif perpajakan untuk dunia usaha.

Meskipun demikian, persoalan kapasitas memungut memang menjadi tantangan. "Tax reform jadi kunci, pemanfaatan data harus lebih kuat," katanya. Dus, sistem inti perpajakan (core tax system) harus segera selesai.

Selain itu, integrasi data juga menjadi tantangan. Sebab, Indonesia belum memiliki common identifier untuk memudahkan gambaran potensi penerimaan.

Target tax ratio lima tahun mendatang 12,2%-13,3%

Pemerintah dalam rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMN) 2020-2024 mematok target tax ratio di kisaran 12,2%-13,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Target ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi mampu naik ke level 5,4%-6% pada lima tahun mendatang.

Pemerintah memasang target di Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2020 dengan tax ratio sebesar 11,8%-12,4%. Target tersebut lebih pesimistis dibandingkan dengan kisaran dalam RAPBN 2019 lalu yaitu 11,4% -13,6%.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro, mengakui tax ratio Indonesia masih rendah dan sulit memenuhi kebutuhan  pembangunan nasional. "APBN kita belum besar karena tax ratio sangat terbatas," kata Bambang, Rabu (24/7).

Namun, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan tetap meyakini penerimaan negara akan makin meningkat sehingga bisa meningkatkan tax ratio. "Reformasi perpajakan juga terus merespon perkembangan ekonomi, serta mendorong daya saing investasi dan ekspor melalui pemberian insentif fiskal," katanya.

Bagikan

Berita Terbaru

Ikhtiar Leasing Mengejar Cuan Saat Pasar Masih Terjepit
| Jumat, 19 Desember 2025 | 04:55 WIB

Ikhtiar Leasing Mengejar Cuan Saat Pasar Masih Terjepit

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perusahaan leasing membukukan laba Rp 16,14 triliun hingga kuartal III-2025. 

Lender Tuntut DSI Lebih Terbuka Terkait Penyelesaian Gagal Bayar
| Jumat, 19 Desember 2025 | 04:55 WIB

Lender Tuntut DSI Lebih Terbuka Terkait Penyelesaian Gagal Bayar

Para pemberi pinjaman DSI menuntut keterbukaan platform fintech lending tersebut lebih terbuka dalam memberikan informasi.

Korupsi dan Ancaman Agenda Keberlanjutan Indonesia
| Jumat, 19 Desember 2025 | 04:46 WIB

Korupsi dan Ancaman Agenda Keberlanjutan Indonesia

Kepemimpinan yang lahir dari sistem oligarki yang koruptif dan kolutif akan menciptakan siklus yang sama.

IHSG Turun Meski Asing Net Buy, Intip Prediksi dan Rekomendasi Saham Hari Ini (19/12)
| Jumat, 19 Desember 2025 | 04:45 WIB

IHSG Turun Meski Asing Net Buy, Intip Prediksi dan Rekomendasi Saham Hari Ini (19/12)

IHSG mengakumulasi pelemahan 0,03% dalam sepekan terakhir. Sedangkan sejak awal tahun, IHSG menguat 21,73%.​

Industri Penjaminan Antisipasi Efek Jangka Menengah Kebijakan Relaksasi KUR
| Jumat, 19 Desember 2025 | 04:15 WIB

Industri Penjaminan Antisipasi Efek Jangka Menengah Kebijakan Relaksasi KUR

Pelaku industri penjaminan kini tengah bersiap untuk mengantisipasi efek dari kebijakan relaksasi KUR bencana Sumatra

Merdeka Battery Material (MBMA) Suntik Modal Anak Usaha US$ 51 juta
| Kamis, 18 Desember 2025 | 10:30 WIB

Merdeka Battery Material (MBMA) Suntik Modal Anak Usaha US$ 51 juta

PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) mengumumkan transaksi pemberian pinjaman ke anak usaha terkendali yakni PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM).​

Pengendali Tambah Porsi Kepemilikan 66,5 Juta Saham di SILO
| Kamis, 18 Desember 2025 | 10:14 WIB

Pengendali Tambah Porsi Kepemilikan 66,5 Juta Saham di SILO

Pengendali PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO), Sight Investment Company Pte Ltd selaku menambah porsi kepemilikan sahamnya di SILO. 

Sucor Sekuritas Siap Bawa Tiga Perusahaan Melantai di BEI
| Kamis, 18 Desember 2025 | 10:10 WIB

Sucor Sekuritas Siap Bawa Tiga Perusahaan Melantai di BEI

Sucor Sekuritas akan membawa tiga perusahaan jumbo untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) di tahun 2026.

Ada Libur Natal dan Tahun Baru, Penjualan AMRT Bisa Menderu
| Kamis, 18 Desember 2025 | 10:04 WIB

Ada Libur Natal dan Tahun Baru, Penjualan AMRT Bisa Menderu

Salah satu emiten ritel yang diproyeksi bakal kecipratan rezeki dari momen Natal dan tahun baru 2025 adalah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT).

Emiten MIND ID Siap Genjot Kinerja Pada 2026
| Kamis, 18 Desember 2025 | 09:58 WIB

Emiten MIND ID Siap Genjot Kinerja Pada 2026

Emiten pertambangan anggota holding MIND ID membidik pertumbuhan kinerja keuangan dan produksi pada 2026​.

INDEKS BERITA