KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian perkembangan hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China menjadi pemberat mata uang garuda untuk menguat sepanjang pekan ini. Di pasar spot, Jumat (22/11), kurs rupiah stagnan di Rp 14.092 per dollar AS.
Namun, dalam sepekan rupiah melemah 0,11%. Sementara, pada kurs tengah Bank Indonesia, rupiah menguat tipis 0,09% ke Rp 14.100 per dollar AS. Sedangkan, sepekan terakhir, rupiah melemah 0,22%.
Baca Juga: Harga emas kembali di jalur merah, ini faktor penyebabnya
Hubungan dagang antara China dan AS kembali memanas karena Senat dan DPR AS meloloskan UU Hak Asasi Manusia dan demokrasi Hong Kong. Keputusan ini akan membuat Hong Kong bisa melakukan perdagangan dengan AS.
UU ini memungkinkan AS menjatuhkan sanksi terhadap pejabat bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Hong Kong. Kondisi ini membuat China geram, karena menganggap ini sebuah intervensi internal China.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kondisi ini membuat kesepakatan dagang AS dan China semakin jauh dari kata positif. Bahkan, langkah Bank Indonesia mempertahankan suku bunga di 5% pekan ini tidak berhasil membuat rupiah menguat, karena kuatnya sentimen eksternal. "Pelaku pasar khawatir kondisi global dan kembali ke aset safe haven," kata dia, Jumat (22/11).
Baca Juga: Nilai belanja modal tinggi, TGRA akan right issue di tahun depan
Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong mengatakan, kini sentimen yang akan mempengaruhi arah rupiah adalah pertemuan AS dan China yang akan dijadwalkan dua pekan lagi. Josua menambahkan, pelaku pasar juga menanti data pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2019.
Pekan depan, sentimen yang bisa mendorong rupiah masih minim. Perkembangan negosiasi dagang menjadi penggerak utama. Lukman memprediksi, rupiah bergerak antara Rp 14.050-Rp 14.150 per dollar AS. Josua juga memperkirakan rupiah bergerak di kisaran sama.