Rita Efendy Mencari Cerita di Setiap Pergerakan Harga Saham
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Andai tidak mengikuti intuisinya kala itu, mungkin sosok Rita Efendy, VP Equity Sales Maybank Kim Eng Securities, tak akan pernah kenal dengan bursa saham.
Alih-alih jadi investor top di pasar saham, Rita awalnya sempat hampir menjadi sekretaris. Keluarga Rita yang menganjurkan agar ia menjadi sekretaris, terutama orangtuanya.
"Ibu saya dulu agak kuno. Menurut dia perempuan nanti juga menikah, enggak perlu pendididikan tinggi," kenang Rita mengulangi nasihat ibunya ketika memberikan saran untuk menjadi seorang sekretaris.
Rita sempat menurut. Dia kuliah di Tarakanita mengambil jurusan sekretaris. Wanita ini juga sempat mencicipi profesi sesuai latar belakang pendidikannya tersebut.
Bahkan, Rita muda sempat ditawari pekerjaan sebagai sekrtaris perusahaan sebuah emiten.
Namun, Rita merasa tidak cocok. Bahkan, ia sempat menyesali pilihannya. "Saya merasa, passion saya tidak di situ," kenang dia.
Lantaran merasa profesi yang ia geluti saat itu kurang menantang, Rita memutuskan untuk beralih profesi.
Pada 1993, Rita masuk ke salah satu broker asing kala itu, Deutsche Morgan Grenfell yang saat ini bernama Deutsche Securities Indonesia. Rita bergabung di divisi investment banking.
Keputusan Rita ini tak sejalan dengan keinginan keluarga. Namun ia membuktikan pilihannya tepat.
Memang, profesi di pasar modal sangat hectic. Padahal, hectic menjadi salah satu kata kunci bagi Rita saat mempertimbangkan sebuah profesi.
"Saya menemukan passion di pasar modal. Di sektor ini banyak sekali tantangannya," jelas Rita.
Rita sempat hijrah ke UOB Securities pada medio 1999. Namun, tidak untuk waktu yang lama. Pada tahun 2000, dia bergabung dengan Maybank Kim Eng Securities hingga saat ini.
Jika ditotal, Rita sudah berkecimpung di dunia pasar modal selama lebih dari 18 tahun.
Ini tentu bukan waktu yang sebentar untuk mengetahui seluk-beluk bursa saham domestik.
Baca Juga: Temukan Makin Banyak Saham Salah Harga, Lo Kheng Hong Beli 20 Saham Setiap Hari
Pengalamannya selama ini dia aplikasikan untuk investasi pribadinya. Terlebih, dirinya meniti karir dari bawah.
Ini membuat intuisinya untuk memiliki portofolio saham kian terasah.
Mencari story saham
Sejatinya, Rita memiliki portofolio yang lain. Salah satunya, reksadana. Namun, saat ini pasarmya sedang kurang bagus. Ada juga properti.
Tapi, kesibukan membuat dirinya tak memiliki banyak waktu untuk merawat properti. Inilah alasan Rita lebih memilih saham.
Meski begitu, bukan berarti perjalanan investasi Rita terus berjalan lancar. Pernah suatu ketika, Rita berhenti berinvestasi. Ini terjadi ketika krisis moneter terjadi di 1998 silam.
Toh, Rita hanya absen sebentar. Ia akhirnya kembali masuk dan berinvestasi di pasar modal.
Rita juga melewati krisis lain. Pada 2014, krisis yang berawal dari kasus subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) menyeruak. Imbasnya kembali menghampiri bursa saham lokal.
"Saya belajar dari pengalaman beberapa krisis. Kadang, kita memang harus stop loss. Kalau perlu lebih banyak pegang cash," jelas Rita.
Saran dia, selama pasar masih masih lesu, sabar. Lebih baik tahan dulu. Jika kondisi sudah tak seburuk yang dibayangkan, bisa kembali masuk.
"Buyback lagi, selama ini tidak pernah ketinggalan," tutur dia.
Tip dari Rita, sering-sering membaca dan mencari informasi. Dus, intuisi bakal makin terbentuk.
Baca Juga: Mochtar Riady: Ada Teman-Teman Menantang Saya
Ini diperlukan di bursa saham. Sebab, menurut Rita, selalu ada cerita atawa story di setiap pergerakan harga saham. Ini bisa membantu investor berinvestasi.
"Cari informasi, nanti terlihat story sebuah saham masuk akal atau tidak. Jadi, kalau soal mazhab, saya lebih ke story dan fundamental," saran Rita.