Rusia Bisa Manfaatkan Kepemilikan atas Obligasi China untuk Menyiasati Sanksi Barat

Kamis, 03 Maret 2022 | 14:06 WIB
Rusia Bisa Manfaatkan Kepemilikan atas Obligasi China untuk Menyiasati Sanksi Barat
[ILUSTRASI. Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing, China, Jumat (4/2/2022). Aleksey Druzhinin/Kremlin via REUTERS]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Bank sentral Rusia dan pengelola dana kekayaan di negeri itu menyumbang hampir seperempat dari kepemilikan asing atas obligasi China, demikian perkiraan analis dari ANZ Research. Rusia bisa memanfaatkan kepemilikan atas yuan itu dari serangkaian sanksi yang dijatuhkan negara-negara Barat atas aksi Moskow menyerbu Ukraina.

Pasar keuangan Rusia saat ini terganggu oleh oleh sanksi yang dijatuhkan atas invasi Rusia ke Uraina. Negara barat menyebut aksi Rusia itu sebagai serangan terbesar sebuah negara ke negara lain di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. 

Menghadapi sanksi tersebut, perusahaan Rusia telah menjajaki solusi dengan sekutu negaranya di pasar berkembang, terutama China. Penyelesaian transaksi perdagangan global dalam yuan pun terlihat meningkat, sementara transaksi dalam dolar terpangkas.

Baca Juga: Reli Kuat Terhenti, Harga Bitcoin dan Mata Uang Kripto Ini Tetap Menang Banyak

Dalam sebuah catatan minggu ini, ekonom dan ahli strategi ANZ mengatakan mereka memperkirakan kepemilikan obligasi yuan oleh bank sentral Rusia dan Dana Kekayaan Nasional Rusia masing-masing sebesar US$ 80 miliar dan US$ 60 miliar.

Kepemilikan obligasi asing di pasar obligasi antar bank China mencapai 4,07 triliun yuan ($644,13 miliar) per akhir Januari, yang merupakan data terbaru yang tersedia.  "Kami mengawasi apakah Rusia akan melikuidasi aset jika uang tunai (yuan) diperlukan untuk memenuhi kewajiban pembayaran lainnya," kata ANZ.

Yuan menyumbang 13,1% dari cadangan mata uang asing bank sentral Rusia pada Juni 2021, dibandingkan dengan hanya 0,1% pada Juni 2017. Kepemilikan dolar turun menjadi 16,4%, dari 46,3%.

Baca Juga: Ditawari Chelsea oleh Roman Abramovich Miliarder Swiss Hansjorg Wyss Sebut Kemahalan  

Tetapi sementara Rusia berpotensi menggunakan aset yuan dan Sistem Pembayaran Antar Bank Lintas Perbatasan (CIPS) China untuk melawan dampak sanksi Barat, termasuk larangan beberapa bank Rusia dari sistem pesan keuangan global SWIFT, krisis tidak mungkin meningkatkan penggunaan yuan secara signifikan, kata mereka.

"CIPS sebagian besar merupakan sistem kliring RMB dan lebih dari 80% transaksi di CIPS bergantung pada telegram SWIFT. Ini bukan pengganti langsung untuk SWIFT."

Menggarisbawahi dampak sanksi atas invasi, lembaga pemeringkat Fitch dan Moody's memangkas peringkat kredit negara Rusia menjadi status "sampah", menyusul langkah serupa dari S&P Global pekan lalu. Baca cerita selengkapnya 

Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi khusus".

Bagikan

Berita Terbaru

TINS Terangkat Harga Timah Global
| Jumat, 26 Desember 2025 | 06:00 WIB

TINS Terangkat Harga Timah Global

Penutupan tambang ilegal di Belitung membuka peluang PT Timah Tbk (TINS) memenuhi target produksi ke depan 

Asuransi Syariah Siapkan Strategi Mempertebal Modal
| Jumat, 26 Desember 2025 | 04:15 WIB

Asuransi Syariah Siapkan Strategi Mempertebal Modal

Di tahun depan, industri asuransi syariah harus mempersiapkan diri untuk memenuhi kenaikan ekuitas minimal yang akan berlaku pada tahun 2028.

Inovasi Digital dan Prospek Ekonomi 2026
| Jumat, 26 Desember 2025 | 04:11 WIB

Inovasi Digital dan Prospek Ekonomi 2026

Kita tak bisa lagi hanya mengandalkan komoditas, tenaga kerja murah, atau pasar domestik yang besar.

Imbal Hasil SBN Naik: Beban Utang APBN Meningkat, Bagaimana Dampaknya?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 19:34 WIB

Imbal Hasil SBN Naik: Beban Utang APBN Meningkat, Bagaimana Dampaknya?

Kenaikan imbal hasil SBN menjadi salah satu tanda perubahan sentimen pasar terhadap risiko fiskal dan arah ekonomi domestik.

IHSG Paling Bapuk di Asia Tenggara Pekan Ini, Turun 0,83% Dalam 3 Hari
| Kamis, 25 Desember 2025 | 13:43 WIB

IHSG Paling Bapuk di Asia Tenggara Pekan Ini, Turun 0,83% Dalam 3 Hari

IHSG melemah 0,83% untuk periode 22-24 Desember 2025. IHSG ditutup pada level 8.537,91 di perdagangan terakhir, Rabu (24/12).

Saham Terafiliasi Grup Bakrie Terbang, Kini Tersisa Jebakan atau Masih Ada Peluang?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 11:05 WIB

Saham Terafiliasi Grup Bakrie Terbang, Kini Tersisa Jebakan atau Masih Ada Peluang?

Potensi kenaikan harga saham terafiliasi Bakrie boleh jadi sudah terbatas lantaran sentimen-sentimen positif sudah priced in.

Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil
| Kamis, 25 Desember 2025 | 10:08 WIB

Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil

Imbal hasil instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang turun sejak awal tahun, berbalik naik dalam dua bulan terakhir tahun 2025.

Laba Diprediksi Tergerus, PTBA Terjepit Bea Keluar Batubara dan Downtrend Harga Saham
| Kamis, 25 Desember 2025 | 10:05 WIB

Laba Diprediksi Tergerus, PTBA Terjepit Bea Keluar Batubara dan Downtrend Harga Saham

Sebagai pelopor, PTBA berpeluang menikmati insentif royalti khusus untuk batubara yang dihilirisasi.

Prospek Batubara 2026 Menantang, Indonesia di Posisi Maju Kena Mundur Juga Kena
| Kamis, 25 Desember 2025 | 09:05 WIB

Prospek Batubara 2026 Menantang, Indonesia di Posisi Maju Kena Mundur Juga Kena

Harga batubara Australia, yang menjadi acuan global, diproyeksikan lanjut melemah 7% pada 2026, setelah anjlok 21% di 2025. 

Bisnis Blue Bird Diprediksi Masih Kuat di 2026, Tidak Digoyah Taksi Listrik Vietnam
| Kamis, 25 Desember 2025 | 08:10 WIB

Bisnis Blue Bird Diprediksi Masih Kuat di 2026, Tidak Digoyah Taksi Listrik Vietnam

Fitur Fixed Price di aplikasi MyBluebird mencatatkan pertumbuhan penggunaan tertinggi, menandakan preferensi konsumen terhadap kepastian harga.

INDEKS BERITA

Terpopuler