KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham yang berada di batas terbawah bursa, yaitu saham Rp 50 alias saham gocap. sekilas bak saham tidur. Namun, siapa sangka di pasar negosiasi, saham-saham ini ramai diperdagangkan.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Bursa Efek Indonesia, Laksono Widodo mengatakan, hampir 66% transaksi di pasar negosiasi terjadi untuk saham-saham dengan harga Rp 50 per saham. "Hampir dua-pertiga transaksinya memang untuk saham yang harganya Rp 50," ujar Laksono, Selasa (12/3).
Nyatanya, di pasar negosiasi, saham-saham gocap tersebut banyak ditransaksikan dengan nominal harga di bawah harga batas bawah pasar reguler. Berdasarkan riset Kontan, hingga perdagangan kemarin, Rabu (13/3), terdapat 34 saham yang ditutup di harga Rp 50 per saham.
Di antara saham-saham tersebut, yang paling banyak ditransaksikan sepanjang Maret (month to date) yakni BEKS, CPRO, DEWA, ELTY, BRMS dan BTEL.
Bahkan, harga terendah saham BTEL di pasar negosiasi mencapai Rp 5 per saham. Kendati begitu, nilai transaksi jual-beli saham BTEL mencapai sekitar Rp 9,2 miliar sepanjang bulan Maret ini.
Potensi keuntungan yang diperoleh oleh investor pun bikin geleng-geleng kepala. Jika membeli BTEL di pasar negosiasi seharga Rp 5 per saham dan dijual di pasar reguler dengan harga Rp 50 per saham, keuntungannya mencapai 900%.
Namun, menjual saham gocap di pasar reguler bukan hal yang mudah dan perlu waktu yang cukup lama, sampai harga di pasar reguler merangkak naik. Ini menjadi salah satu alasan BEI ingin membebaskan batas bawah harga saham dan menjadikan perdagangan semacam ini dilakukan di pasar reguler. Tujuannya, agar perdagangan lebih transparan.
Saham turun
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan, pihak bursa efek masih mengkaji perubahan aturan batas bawah harga saham. Maklum saja, perubahan ini akan berimbas pada peraturan lain.
Di antaranya aturan soal fraksi fluktuasi harga saham dan sistem auto rejection. "Karena kalau harga jadi satu perak (Rp 1), auto rejection-nya jadi seperti apa, harus diatur," ujar Inarno.
Jika melihat data perdagangan sepanjang tahun 2018 di BEI, transaksi di pasar negosiasi tercatat 201.000 kali dengan nilai transaksi mencapai Rp 530 triliun. Sedang volume perdagangan mencapai 829,29 miliar saham.
Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan mengakui, fenomena tersebut memang ada di pasar modal dalam negeri. Menurut dia, fenomena itu hanya dilakukan oleh investor yang memiliki pengetahuan lebih dari sekadar investor awam yang hanya paham mekanisme pasar reguler.
Tetapi, dengan adanya penghilangan batas bawah, harga saham akan menjadi lebih fair. Pergerakan saham juga mencerminkan harga sesungguhnya.
Memang, ada kekhawatiran, harga saham langsung melorot begitu batas dibuka. "Positifnya, harga saham akan real. Pembatasan ruang gerak tidak ada. Bisa dibilang tidak ada intervensi regulasi atas ruang gerak di pasar," ujar Alfred.
Dengan hilangnya daya tarik saham gocap di pasar negosiasi, Alfred menilai, fenomena beli murah di pasar nego dan jual mahal di pasar reguler bisa hilang jika batas bawah dibebaskan.