Saham UNTR Diprediksi bisa Capai Rp 32.000 tapi Disertai Lampu Kuning Akibat Batubara
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang pekan lalu (15-19 Desember), saham PT United Tractors Tbk (UNTR) kembali unjuk gigi. Harga sahamnya terapresiasi sebesar 3,20% ke level Rp 29.800 per saham. Momentum kenaikan ini salah satunya didorong oleh derasnya arus modal masuk dari investor asing.
Tercatat, aksi borong asing mencapai Rp 107 miliar pada perdagangan Jumat (19/12). Jika diakumulasi selama sepekan, total aksi beli asing (net buy) pada saham UNTR menembus angka Rp 228,5 miliar. Nilai ini menempatkan UNTR sebagai satu dari tiga saham dengan top net buy terbesar di pasar reguler.
Menelusuri data Bloomberg, terlihat sejumlah institusi asing aktif melakukan akumulasi maupun distribusi saham UNTR pada pertengahan Desember 2025. Di sisi pembeli, Goldman Sachs Group Inc. terpantau menambah kepemilikannya dengan membeli 1.618 saham pada tanggal data 19 Desember 2025. Transaksi ini membuat total saham UNTR yang dikelola Goldman Sachs menjadi 502.275 saham.
Langkah serupa dilakukan oleh Nomura Holdings Inc. yang memborong 81.998 saham UNTR pada tanggal data yang sama. Dengan pembelian tersebut, portofolio saham UNTR milik Nomura bertambah menjadi 232.763 saham.
Namun, di tengah maraknya aksi beli, Victory Capital Management Inc. justru mengambil posisi jual (sell). Institusi ini melepas volume yang cukup besar, yakni 954.200 saham pada tanggal data 19 Desember 2025, sehingga sisa kepemilikannya kini tercatat sebanyak 3,77 juta saham. Aksi jual sebelumnya juga dilakukan oleh UBS AG yang melego 35.000 saham UNTR pada tanggal data 16 Desember 2025, menyisakan kepemilikan sebesar 2,55 juta saham.
Baca Juga: Menakar Titik Balik AMMN: Asing Mulai Borong, Proyeksi Laba 2026 Tembus US$ 1 Miliar
Prospek Bisnis: Antara Tantangan dan Diversifikasi
Terlepas dari dinamika transaksi asing, prospek bisnis UNTR di tahun depan dinilai masih menarik meski disertai "lampu kuning" alias perlu kehati-hatian. Tantangan utama datang dari harga komoditas. Tim analis BRI Danareksa Sekuritas menyoroti bahwa proyeksi harga batubara yang rendah di tahun depan akan menekan potensi permintaan alat berat Komatsu, khususnya unit berukuran besar.
Manajemen UNTR sendiri sebelumnya telah memperkirakan prospek penjualan Komatsu dan volume kontrak pertambangan akan sedikit melandai pada 2025 akibat harga batubara yang lebih rendah serta faktor cuaca yang tidak bersahabat. Tren harga batubara yang rendah ini diperkirakan berlanjut hingga tahun fiskal 2026, yang berpotensi membebani permintaan alat berat.
Sebagai respons, target penjualan alat berat untuk tahun fiskal 2026 dipatok di angka 4.300 unit. Kendati demikian, masih ada potensi kenaikan permintaan dari sektor non-pertambangan.
Sementara itu, aktivitas pemindahan lapisan tanah penutup atau overburden (OB) oleh unit usaha Pamapersada Nusantara (Pama) diperkirakan masih akan tumbuh secara moderat.
Untuk menjaga margin, manajemen mengisyaratkan optimalisasi biaya dalam operasi Pama, meskipun risiko cuaca tetap menjadi sorotan utama. Selain itu, dampak dari implementasi program biodiesel B50 dipastikan akan diteruskan sepenuhnya kepada pelanggan.
Dari sisi volume, UNTR melihat potensi penjualan batubara yang lebih tinggi tahun depan, yakni menjadi 18,8 juta ton (termasuk volume dari pihak ketiga), naik dari volume tambang sendiri yang sebesar 15,6 juta ton.
Baca Juga: Segmen Korporasi Jadi Penopang Kredit Perbankan
Beralih ke segmen emas, UNTR memproyeksikan tambang Martabe akan memproduksi 230.000 ons pada tahun fiskal 2025. Namun, angka ini diprediksi turun menjadi sekitar 190.000 ons pada 2026 akibat terbatasnya ketersediaan penyimpanan limbah sisa pengolahan atau tailing. Fasilitas penyimpanan baru diperkirakan baru akan rampung pada 2027.
Penurunan produksi di Martabe ini sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan produksi dari tambang Sumbawa Jutaraya (SJR) yang ditargetkan mencapai 25.000 ons pada 2026.
Dari sisi strategi pasar, manajemen mengindikasikan bahwa saat ini Martabe menjual 80%-90% produksinya ke pasar ekspor, namun berencana beralih ke pasar domestik menyusul rencana implementasi bea ekspor.
Di sektor nikel, UNTR memberikan sinyal positif bahwa pabrik peleburan Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) dijadwalkan memulai produksi komersial pada semester pertama tahun 2026. Hasil produksi nikel tahun depan diperkirakan mencapai 12.000 ton.
Baca Juga: Moratorium Izin Properti Mengusik Investasi Jabar
Rekomendasi Analis
Menyikapi kondisi tersebut, BRI Danareksa Sekuritas melakukan penyesuaian estimasi. Penjualan unit Komatsu yang lebih rendah, pertumbuhan produksi Pama yang melambat menjadi 3% year on year (YoY) dibandingkan prediksi sebelumnya 5%, serta prediksi volume produksi emas 2026 yang lebih rendah (220.000 ons dibanding 240.000 ons sebelumnya) menjadi pertimbangan utama. Meski begitu, volume penjualan batubara tahun depan diprediksi naik mencapai 18,8 juta ton dari sebelumnya 15,6 juta ton.
“Namun kami sedikit menurunkan estimasi dan target harga 2025-2026 sebesar 0,4%-2,5% tetapi tetap mempertahankan peringkat Beli kami berdasarkan arus kas (free cash flow) yang utuh dan potensi peningkatan,” ujar analis BRI Danareksa Sekuritas dalam riset yang diterbitkan (20/11/2025).
BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli dengan target harga yang sedikit dikoreksi menjadi Rp 32.000 per saham.
Pandangan senada disampaikan oleh analis RHB Sekuritas yang juga mempertahankan rekomendasi beli. Menariknya, RHB justru mematok target harga lebih tinggi di level Rp 30.900, naik dari sebelumnya Rp 29.800 per saham. Target ini menyiratkan potensi kenaikan (upside) sebesar 10% dan imbal hasil (yield) sekitar 7% untuk tahun 2026.
“Kami memangkas perkiraan pendapatan 2025-2026 kami sebesar 2% untuk United Tractors mencerminkan volume pengangkatan lapisan tanah penutup (OB) yang dinormalisasi di Pamapersada Nusantara (PAMA) dan tren ASP yang lebih lemah setelah penurunan harga batubara acuan,” tulis Tim Analis RHB Sekuritas dalam risetnya (17/11/2025).
RHB Sekuritas meyakini nilai jangka panjang UNTR tetap solid karena didukung oleh basis pendapatan yang terdiversifikasi, terutama dari peningkatan produksi emas dan permintaan alat berat yang stabil. Segmen-segmen ini diyakini mampu menjadi bantalan terhadap tantangan jangka pendek di sektor batubara sekaligus mempertahankan arus kas yang kuat.
