KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Holcim Indonesia Tbk resmi bersalin nama menjadi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. Pergantian nama tersebut menindaklanjuti proses akuisisi oleh PT Semen Indonesia Tbk (SMGR).
Ini menjadi babak baru bagi kelanjutan bisnis perusahaan yang tetap berkode saham SMCB itu. Kemarin, Solusi Bangun menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Salah satu agendanya adalah pergantian nama perusahaan. Adapun dua anak perusahaan yaitu, PT Holcim Beton dan PT Lafarge Cement Indonesia juga resmi berganti nama menjadi PT Solusi Bangun Beton dan PT Solusi Bangun Andalas.
Agung Wiharto, Direktur PT Solusi Bangun Indonesia Tbk memaparkan, manajemen SMCB akan terus memperluas jaringan pabrik semen di dalam negeri. "Kami juga akan memperkuat bisnis ready mix dengan berbagai variasi produk dan solusi," ungkap dia, Senin (11/2).
Per 31 Januari 2019, PT Semen Indonesia Tbk telah closing pengambilalihan saham Holderfin B.V. yang ditempatkan dan disetor ke Holcim Indonesia. Pengambilalihan itu dilakukan anak usaha SMGR, yakni PT Semen Indonesia Industri Bangunan (SIBB) dengan jumlah saham yang dibeli sebanyak 6,18 miliar unit (80,64% kepemilikan Holderfin B.V.) dengan harga senilai Rp 2.097 per unit atau senilai total Rp 12,95 triliun.
Menurut Agung, pasca akuisisi oleh Grup Semen Indonesia, pihaknya akan terus melakukan efisiensi bisnis. "Apalagi saat ini pasar nasional masih over supply, kurang lebih (over supply-nya) sekitar 30% dari kapasitas terpasang nasional saat ini 110 juta ton per tahun," ungkap dia.
Perlebar pasar
Program efisiensi memang perlu digenjot, yang salah satunya dari sisi bahan baku. Pasalnya, SMCB masih membukukan rapor merah di bottomline-nya. Lantas, apakah setelah bergabung dengan SMGR dapat beroleh laba? "Kami lihat dulu, kalau mau fair coba lihat di satu tahun ini dulu," sebut Agung.
Demikian pula mengenai proyeksi bisnis SMCB ke depan, Agung yang juga menjabat Sekretaris Perusahaan SMGR tak mau berspekulasi lebih jauh. "Kami masih terus menghitung kekuatan produksi dan daya serap pasar," ungkap dia.
Yang jelas, proyeksi industri semen nasional masih berkisar antara 4%-5%. Atas dasar itulah, manajemen tengah membenahi strategi grup menghadapi tantangan di industri yang berupa supply chain dan kaitannya dengan transportasi. Selain itu, harga bahan baku yang turut mempengaruhi perolehan laba bersih perusahaan.
Keberadaan SMCB bagi SMGR diharapkan bakal memperlebar sayap grup Semen Indonesia, khususnya di daerah seperti Sumatra dan Jawa Barat. Sebagai salah satu produsen merek semen terbesar di dunia, SMGR berharap bisa mengadopsi ragam teknologi baru dalam menciptakan varian produk khususnya turunan semen.
Selama ini, SMCB selain menjual semen curah dan kantung, juga menyediakan solusi agregat dan beton inovatif mulai dari readymix hingga mortar. Saat ini, SMCB memiliki sekitar 30 ready mix plant. Soal bisnis produk turunan semen, bagi SMCB rata-rata porsinya masih sekitar 30% dari bisnis perusahaan. Sedangkan sebagian besarnya yakni 70% dari semen curah dan kantung.
Meski pasar domestik masih prioritas, kesempatan untuk meningkatkan penjualan ekspor sangat berpeluang besar. Manajemen SMGR melihat potensi untuk mengerek penjualan ekspor. "Kami berharap ekspor (SMGR) tahun lalu 3 juta ton bisa menjadi 4 juta ton-5 juta ton di tahun ini," harap Agung.