Simak Rekomendasi Analis untuk Saham Bank Tabungan Negara (BBTN)

Jumat, 31 Mei 2019 | 09:00 WIB
Simak Rekomendasi Analis untuk Saham Bank Tabungan Negara (BBTN)
[]
Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peluang PT Bank Tabungan Negara Tbk mencatatkan kinerja ciamik masih terbuka lebar. Tetapi para analis menilai, kemampuan perusahaan berkode saham BBTN ini dalam menyalurkan kredit masih menjadi batu sandungan.

Ini terlihat dari posisi loan to deposit ratio (LDR) BBTN di kuartal I-2019 yang mencapai 112%. Padahal setahun sebelumnya, LDR baru 104%. Asal tahu saja, Bank Indonesia (BI) telah menetapkan batas bawah LDR perbankan ada di rentang 78%–92%.

Analis MNC Sekuritas Nurulita Harwaningrum mengatakan, hal tersebut memperlihatkan likuiditas perbankan pelat merah ini terbilang ketat. Sebab, penyaluran kredit tinggi dan persaingan untuk mendapat likuiditas yang lebih baik juga tinggi.

Dia mengamati, kredit perumahan rakyat (KPR) menjadi salah satu penyumbang LDR yang tebal bagi BBTN. Mengingat KPR merupakan kredit jangka panjang. Tahun ini, KPR BBTN diprediksi tumbuh sampai 14%–15%.

Kepala Riset Trimegah Sekuritas Sebastian Tobing menambahkan, walau posisi LDR BBTN tinggi, tapi masih dalam rentang yang aman. "LDR masih tinggi, tapi masih wajar karena sejalan dengan capital adequacy ratio (CAR)," kata dia, Rabu (29/5).

Namun, BBTN juga harus mulai mewaspadai dana pihak ketiga (DPK). Perkembangan DPK bisa memengaruhi LDR perusahaan ini. Lihat saja, pada Maret lalu, permintaan kredit di BBTN melesat naik 19% secara year on year (yoy). Tetapi di saat yang sama, kenaikan DPK perbankan BUMN ini tak sederas pertumbuhan kredit, karena hanya naik 11% yoy.

Nurulita juga menilai posisi kredit bermasalah atau non peforming loan (NPL) BBTN masih wajar. "NPL BBTN diprediksi berada di level 2,7% sampai dengan akhir tahun ini," analisa dia.

Sebastian memaparkan, net interest margin (NIM) BBTN turun dari 4,3% di kuartal IV-2018 menjadi 3,6% di kuartal I-2019. Ini terjadi karena biaya dana meningkat dari 5,5% menjadi 6,1%.

Penyebabnya adalah krisis likuiditas pada akhir 2018 yang membuat BBTN menaikkan bunga deposito. Deposito berkontribusi sebesar 58% terhada dana pihak ketiga BTN, sehingga bank rentan terhadap volatilitas likuiditas.

Analis Deutsche Verdhana Sekuritas Indonesia Hadi Soegiarto menilai, saat ini suku bunga jauh lebih kondusif. Kondisi ini dapat menstimulus kinerja BBTN. "BBTN merupakan salah satu bank yang mendapatkan keuntungan dari kondisi suku bunga yang mendatar atau menurun," jelas Hadi dalam risetnya.

Hadi dan Sebastian sama-sama memasang rekomendasi beli untuk BBTN, dengan target harga masing-masing Rp 3.060 dan Rp 3.100 per saham. Sedangkan Nurulita menyarankan tahan BBTN dengan target harga Rp 2.600 per saham. Rabu (29/5), BBTN ditutup di Rp 2.420.

Bagikan

Berita Terbaru

The Fed Hentikan Quantitative Tightening, ini Arah Pasar Kripto di Akhir Tahun
| Sabtu, 06 Desember 2025 | 06:00 WIB

The Fed Hentikan Quantitative Tightening, ini Arah Pasar Kripto di Akhir Tahun

Bagi pasar aset digital seperti Bitcoin maupun altcoin, penghentian QT dipandang sebagai sinyal berpotensi positif.

Perbankan Pasang Kuda-Kuda Memangkas Suku Bunga Kredit
| Sabtu, 06 Desember 2025 | 05:25 WIB

Perbankan Pasang Kuda-Kuda Memangkas Suku Bunga Kredit

Industri perbankan diproyeksikan pangkas suku bunga kredit lebih dalam di 2026.                           

Jelang Akhir Tahun, Bank Masih Terus Kejar Penyaluran Target FLPP
| Sabtu, 06 Desember 2025 | 05:22 WIB

Jelang Akhir Tahun, Bank Masih Terus Kejar Penyaluran Target FLPP

Simak strategi perbankan dan BP Tapera dalam mempercepat realisasi KPR FLPP 2025. Kendala pasokan rumah jadi fokus utama penyaluran.

Ada Skema Baru, Premi Asuransi Barang Milik Negara Bisa Tumbuh Lebih Cepat
| Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:15 WIB

Ada Skema Baru, Premi Asuransi Barang Milik Negara Bisa Tumbuh Lebih Cepat

Pemerintah memiliki dana abadi khusus bencana yang dikelola terpusat oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) 

Tren Bullish Diproyeksi Masih Akan Ikuti Samudera Indonesia (SMDR) Tahun 2026
| Jumat, 05 Desember 2025 | 15:00 WIB

Tren Bullish Diproyeksi Masih Akan Ikuti Samudera Indonesia (SMDR) Tahun 2026

SMDR tahun ini mengalokasikan belanja modal senilai Rp 4 triliun ayang dialokasikan untuk menambah kapal baru.

Menguatnya Saham Tommy Soeharto (GTSI) Didominasi Volume Pembelian
| Jumat, 05 Desember 2025 | 14:00 WIB

Menguatnya Saham Tommy Soeharto (GTSI) Didominasi Volume Pembelian

Target GTSI adalah juga mencari sumber pendapatan baru agar tidak tergantung dari LNG shipping dan FSRU.

Didorong Sentimen Rights Issue, Begini Proyeksi Saham IMAS dan IMJS Menurut Analis
| Jumat, 05 Desember 2025 | 12:50 WIB

Didorong Sentimen Rights Issue, Begini Proyeksi Saham IMAS dan IMJS Menurut Analis

Pendapatan IMAS sampai dengan September 2025 ditopang dari PT IMG Sejahtera Langgeng senilai Rp 14,79 triliun atau tumbuh 15,46% YoY.

Butuh Duit Jumbo Menyerap Kenaikan Free Float, Mampukah Pasar?
| Jumat, 05 Desember 2025 | 10:03 WIB

Butuh Duit Jumbo Menyerap Kenaikan Free Float, Mampukah Pasar?

Dengan target transaksi harian hanya Rp 14,5 triliun, besaran dana untuk menyerap saham free float 15% sekitar Rp 203 triliun termasuk besar.

Melambung Tinggi, Saham Teknologi Masih Terus Unjuk Gigi
| Jumat, 05 Desember 2025 | 09:53 WIB

Melambung Tinggi, Saham Teknologi Masih Terus Unjuk Gigi

Pergerakan saham teknologi ke depan akan jauh lebih selektif dan berbasis kinerja, bukan lagi sekadar euforia sentimen.

WALHI Beberkan Akumulasi Alih Fungsi Hutan 10.795 Ha Pemicu Banjir di Sumut
| Jumat, 05 Desember 2025 | 09:00 WIB

WALHI Beberkan Akumulasi Alih Fungsi Hutan 10.795 Ha Pemicu Banjir di Sumut

Banjir ini mencerminkan akumulasi krisis ekologis yang dipicu ekspansi tambang, proyek energi, hingga perkebunan sawit skala besar.

INDEKS BERITA