Skema Ponzi dan Menunggu Godot

Senin, 07 Februari 2022 | 07:55 WIB
Skema Ponzi dan Menunggu Godot
[]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - En Attendant Godot (dalam bahasa Indonesia bisa diartikan Menunggu Godot) adalah naskah karya Samuel Beckett (1906-1989), pengarang Irlandia pemenang hadiah Nobel Sastra. Karya ini bercerita tentang dua sahabat karib, Vladimir dan Estragon, yang menunggu Godot.

Sejatinya, keduanya tidak mengenal Godot dan tidak tahu apakah Godot akan datang. Sehari, seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan puluhan tahun menunggu, Godot belum kunjung tiba. Waktu terus berlalu hingga wajah dua sahabat itu makin keriput dan rambutnya memutih.

Tetapi bukan Godot yang datang, melainkan seorang utusan Godot yang menyampaikan bahwa Godot tidak bisa datang sekarang, melainkan besok. Ini terus berulang, maka menunggu Godot adalah sebuah penantian yang sia-sia.

Seorang pemuda bertanya pada dirinya sendiri, mana yang lebih berat: berpisah dengan kekasih atau uang? Berpisah dengan kekasih sungguh berat. Namun setidaknya ada harapan besar untuk kembali bersua karena sang kekasih telah berjanji untuk setia menunggu. Bagi mereka, perpisahan hanya pertemuan yang tertunda. Berpisah dengan uang? Uang tidak bisa berjanji.

Baca Juga: Klaas Knot, Anggota Dewan Bank Sentral Eropa (ECB) Beri Sinyal Kenaikan Suku Bunga

Saat kita berinvestasi, kita harus berpisah sementara dengan uang yang kita kumpulkan sekeping demi sekeping. Apakah suatu saat bisa bertemu lagi dengan uang yang jumlahnya lebih banyak? Ketika kita berinvestasi, ketidakpastian langsung menyergap. Mau buka café, takut tidak laku. Mau beli saham, takut harganya jatuh. Banyak kasus di mana setelah berpisah dengan uangnya, sang investor bernasib sama dengan Vladimir dan Estragon saat menunggu Godot.

Itulah sebabnya jumlah pengusaha jauh lebih sedikit daripada jumlah karyawan. Bukan hanya masalah kendala modal, tetapi masalah keberanian mengambil risiko. Mayoritas masyarakat kita masih lebih suka menaruh uang di tabungan dan deposito bank yang dijamin oleh Lembaga Penmain Simpanan (LPS) hingga Rp 2 miliar.

Sayangnya alternatif investasi bebas risiko ini menawarkan imbal hasil yang rendah, kadang tidak cukup untuk menutup kenaikan harga barang (inflasi). Suatu ketika, kita harus rela berpisah dengan uang kita tanpa ada jaminan seperti jaminan LPS.

Maka untuk lebih berani mengambil risiko, kita harus belajar, selangkah demi selangkah. Mulai dari investasi skala kecil, kemudian bertumbuh seiring meningkatnya. Agar sukses berinvestasi kita membutuhkan lima hal: keberanian mengambil risiko, modal, pengetahuan, keterampilan dan kebijakan (wisdom atau “jam terbang”). Kalau hanya punya keberanian dan modal, kita bisa bangkrut karena hanya mengandalkan faktor keberuntungan.

Baca Juga: Bulan Depan, Apple Akan Merilis iPhone 5G Murah dan iPad yang Diperbarui

Banyak kasus di mana investor tidak pernah berjumpa lagi dengan uangnya karena tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Padahal kasus penipuan investasi melalui investasi bodong terus terjadi, seakan tidak pernah akan tamat.

Investor tidak sadar bahwa uangnya sedang diincar menggunakan skema piramida alias Ponzi Scheme. Mata mereka tertutup oleh janji keuntungan fantastis. Korbannya dari berbagai kalangan, dari artis hingga pejabat. Mereka rela berpisah dengan uang tercinta demi keuntungan besar yang, seperti Godot, tak akan pernah tiba.

Maka, sebelum berinvestasi, sebaiknya investor meningkatkan kehatian-hatian. Ingat peingatan di TVRI jaman dulu sebelum iklan ditayangkan, “Teliti Sebelum Membeli”.

Ada 3W yang mesti diingat oleh investor. Pertama, What. Apa yang ditawarkan kepada kita? Berapa imbal hasilnya? Apakah imbal hasil ini wajar atau “too good to be true”? Bagaimana imbal hasil tersebut dihasilkan?

Singkat kata, seperti kata fund manager legendaris Peter Lycnh, kita harus “Know what you buy and buy what you know”. Jangan segan bertanya kepada teman yang lebih tahu atau mencari informasi dari sumber yang bisa dipercaya, seperti Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia. Di dunia investasi berlaku pepatah: “Malu bertanya, uang tersesat di jalan”.

Baca Juga: Ukraina Kurangi Utang, Beli Kembali Sebagian Eurobond 2022 dan Sekuritas Waran PDB

Kedua, Who. Siapa yang menjual produk investasi tersebut? Bagaimana rekam jejaknya? Apakah bisa dipercaya?

Saat ini sedang heboh kasus penipuan di Indonesia dengan modus seorang mantan karyawan perusahaan sekuritas yang menawarkan produk investasi kepada investor. Mantan karyawan tersebut mencatut nama perusahaan tersebut, seolah-olah masih menjadi karyawan.

Investor yang tertarik diminta mentransfer dana ke sebuah rekening lain. Belakangan, investor tidak bisa menarik dana investasi mereka, dan sang mantan karyawan raib bak ditelan bumi.

Ketiga, Why. Mengapa kita harus membeli produk ini? Apa tujuan investasi kita? Apakah kita berinvestasi untuk pendidikan anak atau ingin memperoleh imbal hasil besar dalam waktu setahun? Apakah risiko yang melekat pada investasi ini cocok dengan profil kita? Apakah kita siap menanggung risiko yang besar?

Perlu diingat bahwa menjadi korban penipuan investasi bukan termasuk risiko investasi, tetapi sebuah tragedi atau musibah. Dalam sebuah risiko investasi masih ada sisi terang dan gelap. Ketidakpastian investasi masih menawarkan harapan sukses atau gagal. Janganlah petualangan investasi kita berakhir tragis seperti Vladimir dan Estragon.

Bagikan

Berita Terbaru

Pasar Modal Indonesia 2025 Didominasi Investor Muda dan Ritel
| Rabu, 31 Desember 2025 | 20:14 WIB

Pasar Modal Indonesia 2025 Didominasi Investor Muda dan Ritel

Hingga 24 Desember 2025, KSEI mencatat jumlah investor pasar modal telah menembus 20,32 juta Single Investor Identification (SID).

Produsen Menahan Diri, Konsumen Mulai Optimistis: Gambaran Ekonomi 2025
| Rabu, 31 Desember 2025 | 19:01 WIB

Produsen Menahan Diri, Konsumen Mulai Optimistis: Gambaran Ekonomi 2025

Ekonomi Indonesia menunjukkan dua wajah yang berbeda. Produsen mulai bersikap lebih hati-hati saat keyakinan konsumen mulai membaik.

IHSG Menguat 22,13%, Asing Net Sell Rp 17,34 Triliun Pada 2025, Prospek 2026 Membaik
| Rabu, 31 Desember 2025 | 17:27 WIB

IHSG Menguat 22,13%, Asing Net Sell Rp 17,34 Triliun Pada 2025, Prospek 2026 Membaik

IHSG menguat 22,13% di 2025, ditutup 8.646,94, didorong investor lokal. Asing net sell Rp 17,34 triliun.

Saham ESSA Terkoreksi ke Area Support, Simak Prospek ke Depan
| Rabu, 31 Desember 2025 | 15:00 WIB

Saham ESSA Terkoreksi ke Area Support, Simak Prospek ke Depan

ESSA mulai menunjukkan sinyal yang semakin konstruktif dan menarik bagi investor dengan profil risiko lebih agresif.

2025, Kesepakatan Merger Akuisisi Sektor Keuangan Indonesia Capai Rp 9,21 triliun
| Rabu, 31 Desember 2025 | 14:05 WIB

2025, Kesepakatan Merger Akuisisi Sektor Keuangan Indonesia Capai Rp 9,21 triliun

Kesepakatan merger dan akuisisi di sektor keuangan melesat 56,3% secara tahunan, di saat total aktivitas merger dan akuisisi turun

Saham-Saham Paling Cuan dan Paling Jeblok Saat IHSG Naik 22% pada 2025
| Rabu, 31 Desember 2025 | 13:50 WIB

Saham-Saham Paling Cuan dan Paling Jeblok Saat IHSG Naik 22% pada 2025

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 22,13% sepanjang tahun 2025. IHSG ditutup pada level 8.646,94 pada perdagangan terakhir.

Nilai Kesepakatan Merger dan Akuisisi di Indonesia Merosot 72,1% di 2025
| Rabu, 31 Desember 2025 | 13:01 WIB

Nilai Kesepakatan Merger dan Akuisisi di Indonesia Merosot 72,1% di 2025

Nilai kesepakatan merger dan akuisisi yang terjadi sepanjang 2025 mencapai US$ 5,3 miliar, atau setara sekitar Rp 88,46 triliun

Berhasil Breakout Resistance, Yuk Intip Prospek Saham Humpuss Maritim (HUMI)
| Rabu, 31 Desember 2025 | 13:00 WIB

Berhasil Breakout Resistance, Yuk Intip Prospek Saham Humpuss Maritim (HUMI)

Kombinasi pola pergerakan harga, indikator teknikal, serta strategi manajemen risiko menjadi faktor kunci yang kini diperhatikan pelaku pasar.

Pendapatan Ritel Diproyeksi Tumbuh 8,7% di Tahun 2026
| Rabu, 31 Desember 2025 | 11:00 WIB

Pendapatan Ritel Diproyeksi Tumbuh 8,7% di Tahun 2026

Fokus pemerintah pada belanja sosial, program gizi, serta stabilisasi harga kebutuhan pokok diyakini dapat memperbaiki likuiditas masyarakat.

Perketat Peredaran Minuman Beralkohol
| Rabu, 31 Desember 2025 | 09:01 WIB

Perketat Peredaran Minuman Beralkohol

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2025                   

INDEKS BERITA

Terpopuler