SKK Migas Kebut TKDN Hulu Migas, Kontrak Hingga Kuartal III Sudah Rp 39 Triliun
Jumat, 15 Oktober 2021 | 06:00 WIB
Reporter:
Azis Husaini, Filemon Agung |
Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pasokan komponen lokal infrastruktur migas berperan penting dalam memenuhi target produksi 1 juta barel pada tahun 2030. Hal itu juga sejalan dengan SK Dirjen Migas Nomor 0013.K/73/DJM.S/2019 tentang Tim Optimalisasi Pemanfaatan Produk Dalam Negeri dan Pengendalian Impor Barang Operasi pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Plt Deputi Pengendalian Pengadaan SKK Migas, Rudi Satwiko mengatakan, saat ini perusahan lokal yang sudah bisa memproduksi kebutuhan peralatan hulu migas sudah ada seperti jenis kapal, EPC dan rig. "Produksi rig di Bogor sudah ada, bahkan sudah ekspor," ungkap dia dalam forum Persiapan Kapasitas Nasional 2021, Kamis (14/10).
Rudi bilang, pihaknya juga terus meningkatkan kapasitas nasional dalam industri hulu migas. Nilai kontrak untuk komoditas utama dan penunjang migas mencapai Rp 85 triliun dari periode tahun lalu hingga kuartal III-2021. Dari nilai itu, sebesar 52% sudah memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN). "Kami berharap bisa naik 2%-3% tahun ini," kata dia.
Meski begitu, masih banyak tantangan yang dihadapi produsen lokal agar produknya bisa digunakan kontraktor migas (KKKS). Misalnya terkait spesifikasi produk, standardisasi, kualitas dan produk yang sesuai konsep health safety environment (HSE).
"Paling sulit memang produk yang HSE, jadi masih ada gap antara kualitas, HSE, standardisasi. Tetapi kami akan memperkecil gap itu agar produk nasional bisa digunakan KKKS," ujar Rudi.
Kepala Divisi Pengelolaan Rantai Suplai dan Analisis Biaya SKK Migas, Erwin Suryadi menambahkan, sampai kuartal III-2021 penggunaan TKDN sudah mencapai Rp 39 triliun. "Kami belum ada data siapa saja KKKS yang paling banyak memakai TKDN. Tetapi setiap bulan mereka melaporkan," ungkap dia.
Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM, Dwi Anggoro Ismukurnianto menyatakan, tantangan lain bagi produsen lokal adalah masalah harga dan pengiriman peralatan yang masih lambat. "Maka untuk mendukung 1 juta barel, maka kapasitas nasional TKDN harus ditingkatkan," kata dia.
Kementerian ESDM sudah membuat klasifikasi kategori untuk produsen lokal. "Tantangan TKDN adalah, bahan baku hulu masih sulit diperoleh. Kemudian spesifikasi produk belum standar, modal menjadi masalah, peralatan masih impor, dan pajak mahal," urai Dwi.
Sementara itu PT Elnusa Tbk (ELSA) berkomitmen memenuhi TKDN dalam upaya mendorong sektor migas.
Sekretaris Perusahaan ELSA, Ari Wijaya bilang, salah satu upaya mereka adalah melakukan fabrikasi peralatan yang sebelumnya dipenuhi melalui impor.
Ari mencontohkan, Hydraulic Rig yang sebelumnya impor penuh kini sebagian besar dapat difabrikasi secara mandiri oleh PT Elnusa Fabrikasi Konstruksi, anak usaha ELSA. "TKDN Hydraulic Rig bisa mencapai 70%," kata dia kepada KONTAN, kemarin.
ELSA pun melirik peluang potensial dari program 1 juta barel per hari dan 12 miliar standar kaki kubik per hari gas di 2030. Dengan mayoritas lapangan migas di isi sumur-sumur tua, maka ada peluang untuk mengimplementasikan metode enhanced oil recovery (EOR), operations & maintenance serta perbaikan fasilitas penunjang migas.
ELSA pun berkomitmen memenuhi TKDN melalui implementasi metode EOR. "Kami mengembangkan produk kimia yang diformulasikan secara mandiri dengan salah satu sumber atau komponen produk jadinya adalah dari produk samping refinery," ucap Ari.
Pengamat migas dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro berharap SKK Migas dapat terus melakukan pembinaan kepada industri dalam negeri agar mampu meningkatkan kompetensi dari aspek teknologi.
Bukan hanya itu, dukungan insentif juga diperlukan agar industri yang baru dibangun dengan nilai depresiasi yang tinggi dapat bersaing.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.