Tak Melirik Junk Bond, Investor di Indonesia Lebih Memilih MTN

Selasa, 23 Juli 2019 | 06:10 WIB
Tak Melirik Junk Bond, Investor di Indonesia Lebih Memilih MTN
[]
Reporter: Arfyana Citra Rahayu, Dimas Andi | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Instrumen junk bond atau obligasi berperingkat di luar investment grade tergolong minim di Indonesia. Selain karena junk bond memiliki risiko tinggi dibandingkan obligasi lainnya, iklim pasar obligasi korporasi domestik juga kurang mendukung keberadaan instrumen ini.

Jika ditelusuri, beberapa surat utang korporasi asal Indonesia yang beredar di luar negeri masuk dalam kategori junk bond.

Ambil contoh pada obligasi global milik PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT) yang mendapat sorotan usai mengalami penurunan peringkat dari BB- menjadi CCC- oleh Standard and Poor's Global Ratings. Hal ini terjadi akibat produsen tekstil terbesar di Indonesia tersebut gagal membayar kupon obligasi dollar AS yang jatuh tempo pada 10 Juli lalu.

Padahal, Delta Merlin baru saja merilis obligasi global senilai US$ 300 juta dengan tenor 5 tahun dan kupon sebesar 8,625% pada Maret lalu. Saat itu, obligasi tersebut sempat memperoleh permintaan lebih dari US$ 1 miliar.

Dengan peringkat CCC-, jelas obligasi Delta Merlin ini tak lagi berada dalam kategori investment grade.

Namun, Direktur Utama PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Salyadi Saputra mengatakan, pasar junk bond bisa dibilang tidak ada dalam lingkup domestik Indonesia. Pasalnya, risiko gagal bayar yang ditanggung investor lebih tinggi dibandingkan obligasi korporasi lainnya yang peringkat investment grade.

"Tidak ada investor yang mau beli obligasi yang non-investment grade," kata dia kepada Kontan, Senin (22/7). Karena itu, Pefindo hanya melakukan pemeringkatan pada obligasi korporasi lokal yang masuk dalam kategori ini.

Analis Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Roby Rushandie menambahkan, pihaknya juga tidak melakukan valuasi terhadap obligasi yang masuk kategori junk bond. "Kami mengklasifikasikan junk bond jika peringkatnya di bawah BBB-," kata dia.

Kalaupun ada junk bond yang beredar di Indonesia, instrumen ini muncul akibat adanya penurunan peringkat jadi non-investment grade.

Roby mencatat, saat ini ada tiga seri obligasi non-investment grade yang aktif. Dua seri di antaranya merupakan obligasi milik PT Sumberdaya Sewatama, sisanya berasal dari obligasi milik PT Greenwood Sejahtera Tbk (GWSA).

Roby menambahkan, porsi outstanding junk bond tak lebih dari 1% dari total outstanding di pasar obligasi korporasi di Indonesia. Mengacu data IDX per akhir Juni 2019, nilai outstanding obligasi korporasi tercatat sebesar Rp 417,25 triliun.

Research Analyst Capital Asset Management Desmon Silitonga bilang, obligasi junk bond sulit berkembang di Indonesia. Sebagian besar investor obligasi korporasi di Indonesia merupakan investor institusi. Biasanya jenis investor ini memiliki acuan dari pihak regulator terkait obligasi yang layak dikoleksi.

Ketimbang junk bond, investor lebih mencari instrumen seperti medium term notes (MTN) yang juga menawarkan kupon tinggi.

Perusahaan berperingkat rendah juga kerap memanfaatkan MTN untuk mencari dana secara cepat tanpa harus berhadapan dengan persyaratan yang ketat. "Kalau menerbitkan obligasi korporasi dengan peringkat rendah, khawatirnya tidak laku saat penawaran," tandasnya.

Bagikan

Berita Terbaru

Timah (TINS) Memacu Produksi Bijih Timah
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:45 WIB

Timah (TINS) Memacu Produksi Bijih Timah

TINS berhasil memproduksi bijih timah sebesar 15.189 ton hingga kuartal III-2024 atau naik 36% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Total Bangun Persada (TOTL) Menembus Target Kontrak Baru
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:40 WIB

Total Bangun Persada (TOTL) Menembus Target Kontrak Baru

TOTL menerima nilai kontrak baru senilai Rp4,4 triliun per Oktober 2024. Perolehan ini melampaui target awal TOTL sebesar Rp 3,5 triliun.

Mobil Baru Siap Meluncur Menjelang Akhir Tahun
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:30 WIB

Mobil Baru Siap Meluncur Menjelang Akhir Tahun

Keberadaan pameran otomotif diharapkan mampu mendorong penjualan mobil baru menjelang akhir tahun ini.

Lion Air Group Mendominasi Pasar Penerbangan di Indonesia
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:25 WIB

Lion Air Group Mendominasi Pasar Penerbangan di Indonesia

Menurut INACA, Lion Air Group menguasai 62% pasar penerbangan domestik di Indonesia, khususunya segmen LCC.

Produk Terstruktur BEI Sepi Peminat
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:20 WIB

Produk Terstruktur BEI Sepi Peminat

Masalah likuiditas membuat produk terstruktur kurang diminati. Berdasarkan data KSEI, AUM ETF sebesar Rp 14,46 triliun hingga Oktober 2024.

Mempertahankan dan Perebutan Kekuasaan
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:15 WIB

Mempertahankan dan Perebutan Kekuasaan

Rakyat harus cerdas dan kritis dalam membaca peta pertarungan politik di ajang pilkada pada saat ini.

Darurat Judi Online
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:10 WIB

Darurat Judi Online

Pemerintah harus berupaya keras menumpas judi online lewat beragam aspek tidak hanya pemblokiran semata.

Oleh-Oleh Janji Investasi Miliaran Dolar
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:05 WIB

Oleh-Oleh Janji Investasi Miliaran Dolar

Hasil lawatan Presiden Prabowo Subianto menjaring komitmen investasi jumbo dari China dan Inggris senilai US$ 18,5 miliar.

Hingga Oktober 2024, Pembiayaan Multiguna Tumbuh Pesat
| Sabtu, 23 November 2024 | 03:00 WIB

Hingga Oktober 2024, Pembiayaan Multiguna Tumbuh Pesat

Pertumbuhan permintaan pembiayaan multifinance di segmen multiguna masih akan berlanjut hingga tahun depan

Serapan Belanja Modal Siber Perbankan Capai 50%
| Jumat, 22 November 2024 | 23:44 WIB

Serapan Belanja Modal Siber Perbankan Capai 50%

Bank Tabungan Negara (BTN) misalnya, telah menyerap 60% capex untuk teknologo informasi (TI) yang dianggarkan mencapai Rp 790 miliar di 2024

INDEKS BERITA

Terpopuler