Tarif Trump dan Koreksi Strategi Ekonomi Indonesia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan tarif balasan yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2 April 2025 menciptakan tekanan baru terhadap arah perdagangan global. Dalam pidato yang ia sebut sebagai "Hari Pembebasan", Trump memberlakukan tarif hingga 46% terhadap lebih dari 20 mitra dagang, termasuk Indonesia. Produk ekspor utama Indonesia ke AS seperti tekstil, furnitur dan alas kaki kini dikenai tarif tambahan sebesar 32%. Ini bukan kebetulan. Data resmi dari US Census Bureau menunjukkan bahwa pada 2024, total ekspor Indonesia ke AS mencapai US$ 28,08 miliar, sementara impor dari AS senilai US$ 10,2 miliar. Dengan surplus dagang US$ 17,88 miliar, Indonesia masuk dalam daftar negara yang dianggap "menguntungkan diri secara tidak adil" menurut logika dagang Trump.
Ketika disandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tren ini makin jelas. Surplus perdagangan RI terhadap AS mencapai US$ 16,96 miliar pada 2023 dan US$ 24,7 miliar pada 2022. Tahun ini, bahkan dalam satu bulan pertama 2025, surplus sudah tercatat US$ 1,82 miliar. Dalam logika kampanye proteksionis yang dianut Trump, angka-angka ini adalah justifikasi politis untuk mempersempit akses ekspor negara berkembang ke pasar domestik Amerika.
Baca Juga: Beban Bank BUMN Kian Berat, Mengejar Laba Sambil Menopang Negara
