Terkait Revisi Laporan Keuangan, OJK: Kami Akan Panggil Auditor dan Manajemen Timah

Kamis, 16 April 2020 | 21:16 WIB
Terkait Revisi Laporan Keuangan, OJK: Kami Akan Panggil Auditor dan Manajemen Timah
[ILUSTRASI. Tambang PT Timah di Sungailiat, Bangka.]
Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi revisi laporan keuangan 31 Desember 2018 oleh manajemen PT Timah Tbk (TINS), memantik perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Fakhri Hilmi Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK menyatakan, OJK saat ini sedang menelusuri hal tersebut.

Dalam laporan keuangan TINS tahun 2019, terungkap adanya revisi atas data laporan keuangan tahun 2018 yang disajikan kembali.

revisi yang cukup signifikan. Bila sebelumnya laba bersih TINS per 31 Desember 2018 berjumlah Rp 531,35 miliar, kini nilainya direvisi menjadi Rp 132,29 miliar.

Sejarah tentu akan berubah. Revisi itu menyebabkan laba bersih TINS tahun 2018 turun 73,67% jika dibandingkan perolehan tahun 2017 yang sebesar Rp 502,43 miliar.

Sebelum revisi, laba bersih TINS tahun 2018 naik 5,76% jika dibandingkan perolehan tahun 2017.

Fakhri menyatakan, pada prinsipnya memang ada perbedaan dalam laporan keuangan tahun 2018 yang disajikan kembali di laporan keuangan tahun 2019. "Tentunya nanti (kami) juga akan memanggil auditor dan manajemen (TINS) untuk klarifikasi," terang Fakhri, kepada KONTAN, Kamis (16/4).

Auditor laporan keuangan TINS dalam hal ini adalah Kantor Akuntan Publik Tanudiredja, Rintis & Rekan, jaringan global dari PricewaterhouseCoopers (PwC) 

Fakhri menyatakan belum bisa memberikan keterangan lebih banyak. Hal ini dikarenakan proses penelaahan dan klarifikasi lebih lanjut sedang dikerjakan oleh tim teknisnya.

Kepada KONTAN, manajemen TINS pun akhirnya memberikan penjelasan terkait revisi tersebut.

Sekretaris Perusahaan TINS, Abdullah Umar bilang, pada saat menyusun laporan keuangan tahun 2019, manajemen TINS melakukan review atas laporan keuangan 2018.

"Manajemen menemukan hal-hal yang perlu dievaluasi lebih dalam. Sebagai bagian dari transparansi, manajemen sepakat untuk melaporkan apa adanya," tutur Abdullah, Kamis (16/4).

TINS, lanjut Abdullah, memberitahukan perubahan tersebut kepada pihak otoritas bersamaan dengan penyampaian laporan keuangan 2019.

"Kalau OJK memerlukan pendalaman, kami akan mematuhi," ujar Abdullah.

Baca Juga: Punya utang jatuh tempo Rp 8,79 triliun tahun ini, ini daftar kreditur bank TINS

Lonjakan harga

Seperti diberitakan sebelumnya, harga saham TINS melonjak signifikan jelang pengumuman laporan keuangan tahun 2018 yang dilaksanakan 8 Maret 2019.

Berdasarkan catatan KONTAN, harga saham TINS melonjak 158,87% antara periode 28 November 2018 hingga 25 Februari 2019. 

Harga saham TINS pada 28 November ditutup di posisi Rp 620.

Berangsur-angsur harga saham TINS menanjak hingga ke level Rp 1.605 per saham, pada 25 Februari 2019.

Lonjakan harga saham TINS kala itu disertai kenaikan volume perdagangan sahamnya yang cukup signifikan.

Jika saja laporan keuangan TINS saat itu sudah benar, mungkin yang terjadi justru sebaliknya. Saham TINS bisa terimbas sentimen negatif kala itu, lantaran laba bersihnya anjlok 73,67% dibandingkan perolehan tahun 2017.

Menanggapi hal ini, Abdullah menegaskan TINS sama sekali tidak tahu menahu soal pergerakan harga saham, karena itu domain pemegang saham.

Yang jelas, lanjut Abdullah, pengumuman hasil kinerja keuangan perusahaan tidak selalu berbanding lurus dengan pergerakan harga saham.

"Proyeksi oleh analis tidak hanya dilakukan dalam periode kuartalan. Bila dia memakai divident discount model, proyeksinya bisa sampai 5 tahun ke depan," kata Abdullah.

Baca Juga: PT Timah (TINS) merugi Rp 611,28 miliar di 2019, bagaimana nasib kredit jatuh tempo?

Dengan pertimbangan tersebut, lanjut Abdullah, lonjakan harga TINS bisa terjadi karena analis sudah memprediksi dalam jangka panjang.

Lonjakan volume perdagangan juga bisa diartikan banyak investor institusi yang tertarik masuk.

Alasan revisi

Dalam laporan keuangannya tahun 2019, manajemen TINS memang mencantumkan alasan revisi yang mereka lakukan.

Laporan keuangan TINS 31 Desember 2019 catatan nomor 4 menyebutkan, manajemen TINS mempertimbangkan ulang interpretasi atas fakta, keadaan dan perlakuan akuntansi yang relevan.

Pertimbangan tersebut merujuk pada keuangan konsolidasian 31 Desember 2018. Adapun sejumlah pertimbangan penting revisi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kurang catat beban pokok pendapatan atas penjualan logam timah

Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2018, terdapat kurang catat beban pokok pendapatan atas penjualan logam timah sebesar Rp 640 miliar.

Salah satu sebabnya adalah TINS kurang melakukan pencatatan atas biaya jasa kompensasi bijih timah dan biaya jasa penglogaman bijih timah yang dilakukan oleh mitra usaha perusahaan.

2. Saldo properti investasi yang tidak tepat

Manajemen TINS menyebutkan, pada tanggal 31 Desember 2018 saldo properti investasi kurang catat sebesar Rp119 miliar dan aset tetap kelebihan catat sebesar Rp 25 miliar.

Selain itu, pada tahun 2018 keuntungan atas revaluasi properti investasi dalam laba rugi beserta penghasilan komprehensif lainnya, juga kurang catat masing-masing sebesar Rp 45 miliar dan Rp 53 miliar. Demikian pula beban lainnya kurang catat sebesar Rp 4 miliar.

Hal tersebut terjadi, salah satunya disebabkan keuntungan atas revaluasi tanah di Kota Legenda Mustikasari, Bekasi, berdasarkan laporan penilai independen yang dicatat lebih rendah sebesar Rp 87 miliar pada tahun 2018.

Baca Juga: Timah (TINS) Merevisi Laporan Keuangan Tahun 2018, Ada Apa?

Selain itu terdapat tanah dan bangunan di Pangkal Pinang yang sudah disewa oleh PT Trans Retail Indonesia (TRI) di tahun 2019.

Manajemen TINS melakukan penelaahan ulang atas perjanjian dan dokumen yang ada dan berkesimpulan bahwa peruntukan dari atas tanah dan bangunan telah berubah sejak ditandatanganinya letter of intent antara TINS dengan TRI per Maret 2018.

Oleh karena itu, tanah yang sebelumnya dicatat sebagai aset tetap seharusnya direklasifikasi dan disajikan sebagai properti investasi dan diukur ke nilai wajarnya sejak Maret 2018.

Kenaikan atas revaluasi tersebut seharusnya dicatatkan sebagai penghasilan komprehensif lainnya.

3. Metode pengakuan pendapatan penjualan bangunan rumah yang tidak tepat

4. Pajak dibayar dimuka tidak tertagih

5. Transaksi antar perusahaan dalam satu grup

6. Lainnya

Adapun hingga penutupan perdagangan pasar Kamis (16/4), harga saham TINS berada di posisi Rp 480 per saham. Harga tersebut turun 6,80% jika dibandingkan harga penutupan perdagangan hari sebelumnya, Rabu (15/4) di level Rp 515 per saham.

Bagikan

Berita Terbaru

Setoran Pajak Rokok 2025 Mencapai Rp 22,98 Triliun
| Selasa, 26 November 2024 | 09:01 WIB

Setoran Pajak Rokok 2025 Mencapai Rp 22,98 Triliun

Estimasi setoran pajak rokok pada tahun depan, naik tipis dibandingkan dengan estimasi setoran pajak rokok 2024

Kenaikan Tarif PPN Hambat Proyek Infrastruktur
| Selasa, 26 November 2024 | 08:51 WIB

Kenaikan Tarif PPN Hambat Proyek Infrastruktur

Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) juga ikut menolak kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12%

Target Laju Ekonomi Tahun Ini Bisa Meleset
| Selasa, 26 November 2024 | 08:42 WIB

Target Laju Ekonomi Tahun Ini Bisa Meleset

Ekonom memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak mungkin mencapai target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024

Credit Agricole Hingga FMR Rajin Borong, Begini Prospek dan Rekomendasi Saham BBCA
| Selasa, 26 November 2024 | 08:05 WIB

Credit Agricole Hingga FMR Rajin Borong, Begini Prospek dan Rekomendasi Saham BBCA

Perdagangan saham BBCA oleh investor asing institusi sepanjang pekan lalu didominasi oleh transaksi beli.

ABM Investama (ABMM) Akuisisi Entitas Anak Usaha Citra Tubindo (CTBN)
| Selasa, 26 November 2024 | 08:00 WIB

ABM Investama (ABMM) Akuisisi Entitas Anak Usaha Citra Tubindo (CTBN)

Pada 21 November 2024, PT Cipta Krida Bahari (CKB) telah melakukan penandatanganan perjanjian pengikatan jual beli saham (PPJB) dengan CTBN.

Delta Dunia Makmur (DOID) Akuisisi Tambang Batubara di Australia
| Selasa, 26 November 2024 | 07:55 WIB

Delta Dunia Makmur (DOID) Akuisisi Tambang Batubara di Australia

Aksi ini memberikan BUMA International kepemilikan pengendali atas salah satu tambang batubara metalurgi terbesar di Australia.​

Jelang Tutup Tahun 2024, Korporasi Gencar Berburu Dana
| Selasa, 26 November 2024 | 07:50 WIB

Jelang Tutup Tahun 2024, Korporasi Gencar Berburu Dana

Tak hanya lewat perbankan, emiten juga gencar menjaring dana lewat pasar modal dan penerbitan obligasi.

Tarif PPN Naik, Pasar Properti Bisa Menukik
| Selasa, 26 November 2024 | 07:50 WIB

Tarif PPN Naik, Pasar Properti Bisa Menukik

Kenaikan PPN menjadi 12% di awal tahun depan bakal memicu kenaikan harga rumah, sehingga penjualan properti dipastikan menurun.

Gelar IPO, MR DIY Siap Ekspansi Bisnis
| Selasa, 26 November 2024 | 07:38 WIB

Gelar IPO, MR DIY Siap Ekspansi Bisnis

Langkah MR DIY menggelar IPO sebagai langkah strategis mempercepat ekspansi dan memperkuat posisi di industri ritel berbasis non-grocery. 

Keyakinan Konsumen Jadi Tantangan Emiten Konsumer
| Selasa, 26 November 2024 | 07:32 WIB

Keyakinan Konsumen Jadi Tantangan Emiten Konsumer

Pelemahan daya beli konsumen di Tanah Air ​terus menghantui prospek kinerja dan saham emiten konsumer.

INDEKS BERITA

Terpopuler