KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) kini ibarat berada di ujung tanduk. Sejak tersangkut kasus beras pada pertengahan 2017 lalu, perusahaan yang secara resmi berdiri sejak 1992 itu masih harus menghadapi pelbagai perkara yang belum terselesaikan.
Yang paling krusial tentu saja persoalan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang mendera Tiga Pilar maupun anak-anak usahanya. Maklum, penyelesaian proses PKPU akan menentukan nasib Tiga Pilar ke depan.
Seperti diketahui, Tiga Pilar dan anak-anak usahanya kini tengah menghadapi empat perkara PKPU sekaligus.
Holding divisi beras Tiga Pilar, PT Dunia Pangan, dan ketiga anak usahanya tercatat sebagai entitas Tiga Pilar pertama ditetapkan dalam kondisi PKPU.
Ketiga entitas anak Dunia Pangan tersebut adalah PT Jatisari Srirejeki (JSR), PT Indoberas Unggul (IBU), dan PT Sukses Abadi Karya Inti (SAKTI).
PKPU dengan nomor perkara 18/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Smg ini diajukan oleh PT Hardo Soloplast yang memiliki tagihan sebesar Rp 46,25 juta.
Pada 8 Agustus 2018, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang mengabulkan permohonan Hardo Soloplast sehingga Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya resmi berada dalam kondisi PKPU Tetap.
Pada 24 Agustus 2018, giliran PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) dan PT Poly Meditra Indonesia (PMI) resmi berada dalam kondisi PKPU. Perkara PKPU yang terdaftar dengan nomor 18/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Smg ini diajukan oleh Bank UOB Indonesia.
Dua anak usaha Tiga Pilar di divisi makanan menyusul masuk PKPU pada 4 September 2018. Keduanya adalah PT Balaraja Bisco Paloma (BBP) dan PT Putra Taro Paloma (PTP). Perkara PKPU keduanya diajukan oleh Bank UOB dan terdaftar dengan nomor 117/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Tiga Pilar sebagai induk usaha tak luput dari pengajuan PKPU. Pada 13 September 2019, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Sinarmas Asset Management dan PT Asuransi Simas Jiwa.
Putusan atas perkara yang terdaftar dengan nomor 121/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst itu membuat Tiga Pilar resmi menyandang status PKPU menyusul anak-anak usahanya.
PKPU Tiga Pilar Sejahtera Food dan Anak Usaha | ||||
---|---|---|---|---|
Nomor Perkara | 15/Pdt.Sus- PKPU/2018/PN.Niaga.Smg |
18/Pdt.Sus- PKPU/2018/PN.Niaga.Smg |
117/Pdt.Sus- PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst |
121/Pdt.Sus- PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst |
Pemohon | PT Hardo Soloplast | Bank UOB Indonesia | Bank UOB Indonesia | Sinarmas Asset Management dan Asuransi Simas Jiwa |
Termohon | Dunia Pangan, Jatisari Srirejeki, Indoberas Unggul , Sukses Abadi Karya Inti |
Tiga Pilar Sejahtera dan Poly Meditra Indonesia |
Balaraja Bisco Paloma dan Putra Taro Paloma |
Tiga Pilar Sejahtera Food |
Masuk PKPU | 9 Agustus 2018 | 24 Agustus 2018 | 5 September 2018 | 24 September 2018 |
Tenggat Waktu PKPU | 6 Mei 2019 | 21 Mei 2019 | 2 Juni 2019 | 10 Juni 2019 |
Status | Perpanjangan selama 21 hari sampai Mei 2019 |
Perpanjangan selama 30 hari sampai 8 Mei 2019 |
Perpanjangan selama 30 hari | Perpanjangan selama 17 hari sampai 29 April 2019 |
Manajemen baru hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Tiga Pilar yang digelar pada Oktober 2018 lalu jelas pusing tujuh keliling lantaran harus menyelesaikan keempat perkara PKPU itu.
Belum lagi, masih ada banyak persoalan akibat perseteruan dengan manajemen lama Tiga Pilar yang dipimpin oleh Joko Mogoginta.
Sejak diangkat menjadi direksi pada RUPSLB Oktober lalu hingga saat ini, Direktur Tiga Pilar Sejahtera Food Hengky Koestanto mengatakan, manajemen baru Tiga Pilar belum bisa mengambil alih pengelolaan seluruh anak usaha.
Manajemen baru Tiga Pilar baru menguasai Balaraja Bisco, Putra Taro, dan PT Subafood pangan Jaya. Pada 28 November lalu, masing-masing entitas anak Tiga Pilar itu telah menggelar RUPSLB dan mengangkat Hengky Koestanto sebagai direktur sementara Kang Hongkie Widjaja sebagai komisaris.
Sementara pengelolaan Tiga Pilar Sejahtera, Poly Meditra, dan Dunia Pangan beserta entitas anaknya masih di luar kendali manajemen baru Tiga Pilar.
Manajemen Tiga Pilar telah mengirimkan permintaan kepada direksi masing-masing entitas anak untuk menggelar RUPSLB dengan agenda perubahan susunan direksi dan komisaris.
Bahkan, Desember 2018 lalu, Tiga Pilar juga telah mengajukan permohonan penetapan RUPSLB pada Pengadilan Negeri Sragen dan Pengadilan Negeri Karanganyar terhadap ketiga anak usahanya.
Permasalahan lainnya, manajemen baru Tiga Pilar juga terkendala lantaran belum memperoleh transisi dari manajemen lama terkait data, informasi, dan aset perusahaan.
Selain itu, permintaan klarifikasi dan data yang telah beberapa kali manajemen baru layangkan tidak mendapat tanggapan dari manajemen lama.
Cash sweep
Dari setumpuk masalah itu, Hengky mengatakan, manajemen Tiga Pilar memilih untuk fokus kepada persoalan yang ada di depan mata, yakni membereskan urusan PKPU.
Bagaimana pun, Hengky bilang, Tiga Pilar dan entitas anak harus lolos PKPU. "Kalau tidak lolos, perusahaan pailit. Mau apa lagi?" ujar Hengky.
Jika sampai pailit, otomatis tidak ada lagi yang akan dipertahankan dari Tiga Pilar. Reputasi dan nama baik perusahaan yang cikal bakalnya telah dimulai sejak lebih dari separuh abad lalu itu bakal hilang. Ribuan karyawan juga kehilangan pekerjaan.
Sejak Desember lalu, Tiga Pilar telah menggandeng Deloitte selaku penasihat keuangan untuk menyusun proposal perdamaian.
Meski belum menguasai seluruh entitas anak, Tiga Pilar menyusun proposal perdamaian secara holistik untuk seluruh entitas anak yang terlibat PKPU.
Jadi, Hengky bilang, proposal perdamaian yang disusun bersama Deloitte mencakup rencana perdamaian untuk empat perkara PKPU.
Bukan tanpa alasan manajemen Tiga Pilar menyusun proposal perdamaian untuk seluruh entitas anak yang menghadapi PKPU. Sebab, masing-masing entitas anak saling terkait.
Dana hasil penerbitan obligasi dan sukuk ijarah yang dirilis Tiga Pilar, misalnya, mengalir ke Dunia Pangan dan anak usahanya. Makanya, Dunia Pangan memiliki utang antar anak perusahaan.
"Nah, saat mau mengembalikan utang, alurnya tinggal dibalik. Karena itulah, kami membikin skema restrukturisasi secara holistik dan saling terkait," ujar Hengky.
Maret lalu, Tiga Pilar dan Deloitte telah merampungkan proposal perdamaian. Rancangan perdamaian itu juga telah diajukan kepada kreditur.
Dalam rancangan perdamaian itu, Tiga Pilar mengusulkan restrukturisasi pembayaran utang melalui mekanisme cash sweep. Artinya, seluruh kas yang Tiga Pilar miliki, kecuali kas yang disisihkan untuk modal kerja, langsung akan disapu ke atas untuk membayar utang.
Rencananya, pembayaran kembali melalui mekanisme cash sweep ini akan digelar mulai akhir Juni 2020. Pembayaran akan dilakukan setiap enam bulan sekali. Artinya, saban tahun, Tiga Pilar akan melakukan pembayaran kembali utang sebanyak dua kali.
Kreditur konkuren alias tanpa jaminan dan pemasok alias suplier akan mendapat prioritas. Artinya, mereka akan memperoleh persentase pembayaran kembali lebih besar dibandingkan kreditur separatis alias kreditur dengan jaminan.
Baru setelah pembayaran kembali kepada kreditur konkuren dan pemasok rampung, pembayaran kembali sebesar 100% akan ditujukan kepada kreditur separatis.
Yang jelas, dalam mekanisme cash sweep ini, kas yang digunakan untuk membayar kembali utang kepada kreditur berasal dari masing-masing entitas. Jadi, kas dari Putra Taro, misalnya, tidak bisa digunakan untuk membayar kembali utang Tiga Pilar Sejahtera.
Jika rencana berjalan lancar, Hengky memperkirakan, restrukturisasi utang melalui cash sweep akan selesai paling cepat pada 2024. Jika Tiga Pilar memperoleh injeksi dana segar maupun berhasil mengantongi tagihan atas piutang, penyelesaian restrukturisasi bisa lebih cepat.
Sejak pekan ketiga Maret lalu, Hengky bilang, Tiga Pilar telah berkeliling ke kreditur mengedarkan usulan perdamaian. Ada banyak masukan yang kreditur sampaikan menanggapi usulan perdamaian tersebut.
Yang jelas, Hengky bilang, kreditur pada prinsipnya memberikan dukungan kepada Tiga Pilar dalam proses restrukturisasi. Paling penting, mereka meminta kejelasan pembayaran.
Atas masukan para kreditur, Tiga Pilar dan Deloitte tengah melakukan finalisasi atas rencana perdamaian. "Minggu ini, Deloitte sedang mematangkan perhitungan," ujar Hengky dua pekan lalu.
Hengky bilang, manajemen berupaya bekerja sangat keras untuk menyelesaikan PKPU. Maklum, tenggat waktu yang manajemen miliki untuk menyelmatkan Tiga Pilar dan anak-anak usahanya tinggal sedikit.
Tenggat waktu PKPU Dunia Pangan dan anak usahanya dijadwalkan pada 6 Mei 2019. Pada saat itu, proses PKPU harus sudah mencapai homologasi. Sementara tenggat waktu untuk Tiga Pilar paling terakhir, yakni pada 10 Juni 2019.
Meski begitu, Hengky menargetkan, semua PKPU Tiga Pilar dan anak usaha harus sudah mencapai homologasi pada minggu kedua atau minggu ketiga Mei 2019.
Upaya rekonsiliasi
Di tengah tenggat waktu yang makin mepet, manajemen Tiga Pilar juga masih harus berupaya memperoleh persetujuan dari direksi seluruh entitas anak yang menghadapi PKPU untuk menyerahkan menyerahkan sepenuhnya penyusunan isi, materi, dan penyampaian rencana perdamaian kepada Tiga Pilar.
Maklum, baik Tiga Pilar Sejahtera, Poly Meditra, maupun Dunia Pangan beserta ketiga entitas anak belum berada di bawah kendali manajemen baru Tiga Pilar. Sementara Tiga Pilar telah merancang usulan perdamaian yang mencakup seluruh PKPU yang dihadapi Tiga Pilar dan anak usahanya.
Karena itulah, pada Februari lalu, manajemen baru Tiga Pilar mengadakan pembicaraan dengan Joko Mogoginta yang saat ini masih menjabat sebagai Komisaris Tiga Pilar Sejahtera. Pembicaraan tersebut dalam rangka pengelolaan PKPU.
Pada 22 Maret 2019 lalu, Direksi Tiga Pilar Sejahtera dan Poly Meditra telah meneken perjanjian yang berisi kesepakatan untuk menyerahkan urusan rencana perdamaian dalam PKPU kepada Tiga Pilar dan Deloitte.
Direksi Dunia Pangan, Sukses Abadi, Indo Beras Unggul, dan Jatisari Sri Rejeki sebetulnya juga telah meneken perjanjian serupa pada 22 Maret lalu.
Namun, Sekretaris Perusahaan Tiga Pilar Michael H. Hadylaya mengatakan, Tiga Pilar hingga saat ini belum menerima surat asli yang telah ditandatangani tersebut. Karena itu, Tiga Pilar secara de facto belum ikut terlibat dalam PKPU Dunia Pangan.
Persetujuan dari Direksi Dunia Pangan dan entitas anaknya penting. Sebab, Michael bilang, dalam proses PKPU, yang berwenang untuk bertemu dengan kreditur, menghadiri sidang, dan tanda tangan dokumen adalah direksi masing-masing perusahaan. Kewenangan tersebut tidak bisa diwakilkan.
Di sisi lain, manajemen Tiga Pilar sejak Desember lalu juga telah mengadakan pembicaraan dengan Joko Mogoginta selaku manajemen lama. Pembicaraan tersebut dalam rangka rekonsiliasi.
Hengky mengatakan, ada 14 poin yang dibicarakan dalam rangka perdamaian dengan manajemen lama. Namun, dari 14 poin itu, seluruhnya belum matang.
Dalam upaya perdamaian itu, Hengky bilang, Joko Mogoginta meminta posisi sebagai komisaris utama di seluruh anak perusahaan.
Sementara, manajemen baru meminta Joko Mogoginta mengembalikan dana terkait transaksi penjualan PT Golden Plantation Tbk (GOLL). seperti diketahui, pada Mei 2016 lalu, Tiga Pilar menjual 2,86 miliar saham Golden Plantation kepada PT Jom Prawarsa Indonesia.
Jom Prawarsa adalah perusahaan milik Joko Mogoginta yang kala itu menjabat sebagai Direktur Utama Tiga Pilar.
Nilai transaksi penjualan saham Golden Plantation sebesar Rp 521,4 miliar. Namun, hingga kini, Jom Prawarsa belum sepeser pun membayar transaksi tersebut.
Dengan bunga 10,25% per tahun, nilai tagihan piutang tersebut per akhir Februari 2019 sudah mencapai Rp 650 miliar. "Kami juga minta pengembalian deposito Putra Taro senilai Rp 20 miliar," kata Hengky.
Sayang, sejak Tiga Pilar merilis laporan investigasi berbasis fakta yang digelar Ernst & Young Indonesia (EY) akhir Maret lalu, pembicaraan rekonsiliasi seakan mandek.
Seperti diketahui, investigasi yang digelar sejak 20 Desember 2018 itu menunjukkan sejumlah kejanggalan dan praktik pengelolaan yang tidak baik dalam laporan keuangan tahun buku 2017. "Sejak ada laporan EY sudah tidak ada komunikasi lagi," ujar Hengky.
Pemulihan operasional
Padahal, jika berhasil menagih piutang senilai Rp 600 miliar itu, pemulihan Tiga Pilar dan anak usaha akan lebih cepat. Maklum, Tiga Pilar membutuhkan modal kerja untuk menjalankan kegiatan operasional.
Memang, kegiatan operasional entitas anak yang berada di bawah manajemen baru seperti Balaraja Bisco, Putra Taro, dan Subafood Pangan masih berjalan. Namun, kegiatan produksi entitas anak tersebut belum benar-benar pulih seperti sediakala.
Sejak tersangkut PKPU, bank telah menyetop fasilitas modal kerja bagi Tiga Pilar dan anak usaha. Fasilitas surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN) juga berhenti.
Pada saat bersamaan, pemasok alias suplier tidak lagi mau memberikan tempo pembayaran. Mereka meminta pembayaran bahan baku secara tunai.
Di sisi pelanggan, toko modern seperti minimarket menunda pembayaran barang. Sebab, mereka takut Tiga Pilar akan pailit sehingga tidak bisa mengembalikan atau meretur barang.
Berbagai persoalan ini membuat penjualan Putra Taro jatuh cukup dalam. Karena itulah, Hengky bilang, manajemen terus berupaya menggelar negosiasi dengan pemasok.
Maklum, jika harus membayar bahan baku secara tunai, modal kerja Tiga Pilar akan semakin menyusut. Alhasil, omzet juga akan terus tergerus.
Taruh kata, pada bulan ini, Tiga Pilar memperoleh omzet Rp 50 miliar. Dari jumlah tersebut, hanya sebesar Rp 45 miliar yang bisa digunakan untuk modal kerja lantaran Rp 5 miliar sisanya berupa persediaan barang. Begitu seterusnya sehingga modal kerja dan omzet terus menyusut.
Makanya, Hengky mencoba menemui beberapa pemasok besar. Kepada mereka, Hengku memberikan penjelasan dan meminta maaf. Akhirnya, mereka setuju untuk memberikan tempo pembayaran. "Tempo pembayaran macam-macam, ada yang tujuh hari, 14 hari, 21 hari," kata Hengky.
Dari situlah, kegiatan produksi anak usaha Tiga Pilar bisa pulih. Makanya, kegiatan produksi Subafood kini sudah normal. Pendapatan Putra Taro pada bulan lalu sudah kembali di atas Rp 50 miliar. Hengky berharap, penjualan Putra Taro sudah mulai normal bulan ini.
Tiga Pilar juga sudah menemui pemilik toko modern. Menurut Hengky, jika pemasok mau memberikan tempo pembayaran dan toko modern tidak lagi menunda pembayaran, pemulihan Tiga Pilar akan lebih cepat.
Makanya, Hengky bilang, fokus kedua setelah PKPU adalah stabilisasi operasional anak usaha. Hengky juga menargetkan bisa mengambil alih semua anak usaha pada tahun ini. "Target tahun ini back to normal," ujar Hengky.
Manajemen baru Tiga Pilar tampaknya memang benar-benar harus bekerja ekstra keras untuk memulihkan kondisi perusahaan.
Pasca PKPU, masih ada sederet pekerjaan rumah lainnya yang harus diselesaikan seperti pelaporan kembali alias restatement laporan keuangan tahun buku 2017.
Yang jelas, hasil kerja keras manajemen baru Tiga Pilar akan dinanti penuh harap oleh para investor ritel.