Usai Belasan Tahun Bersengketa dengan BFI Finance (BFIN), Aryaputra Teguharta Bubar

Senin, 10 Februari 2020 | 09:09 WIB
Usai Belasan Tahun Bersengketa dengan BFI Finance (BFIN), Aryaputra Teguharta Bubar
[ILUSTRASI. Director Finance and Corporate Secretary PT BFI Finance Indonesia Tbk Sudjono (kiri) didampingi Kuasa Hukum PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI) Hotman Paris Hutapea (Tengah)dan Anthony P. Hutapea (kanan) memberikan tanggapan terkait pengumuman yang disampa]
Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai berseteru dengan PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) selama belasan tahun, PT Aryaputra Teguharta akhirnya dibubarkan.

Mengutip pengumuman di media massa pada 22 Januari 2020, pemegang saham Aryaputra telah memutuskan untuk membubarkan PT Aryaputra Teguharta. Pembubaran tersebut berdasarkan keputusan pemegang saham di luar rapat pada 13 Januari 2020.

Berdasarkan pengumuman tersebut, Aryaputra telah menunjuk Hari Dhoho Tampubolon sebagai likuidator. Sebelumnya, Hari Dhoho menjabat sebagai direktur di Aryaputra.

Baca Juga: Industri Migas Antisipasi Efek Virus Corona

Aryaputra juga meminta kreditur yang memiliki tagihan kepada perusahaan segera mengajukan tagihan dan menghubungi Hari Dhoho sebagai likuidator paling lambat 60 hari setelah pengumuman tersebut dibuat.

Sayang, tak ada penjelasan mengenai alasan pembubaran Aryaputra. Yang jelas, keputusan pembubaran tersebut hanya berselang kurang dari dua bulan setelah Aryaputra meneken perjanjian perdamaian dengan BFI Finance. Padahal, keduanya telah bersengketa di pengadilan selama 16 tahun.

Baca Juga: Cadangan di Tambang Terbuka Sudah Habis, Freeport Andalkan Tambang Bawah Tanah

Sekadar menyegarkan ingatan, pada 2003, Aryaputra mengugat BFI Finance di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk mengembalikan 111,8 juta saham BFI Finance miliknya yang telah digadaikan kepada BFI Finance. Aryaputra juga meminta pengadilan untuk menyatakan Aryaputra sebagai pemilik sah atas 111,8 juta saham BFI Finance yang saat itu setara dengan 32,32% dari total saham BFI Finance.

Menang di pengadilan tingkat pertama, Aryaputra kalah di pengadilan tingkat banding maupun kasasi. Namun, pada 2007, permohonan peninjauan kembali (PK) Aryaputra dikabulkan majelis hakim. Putusan PK tersebut menyatakan Aryaputra sebagai pemilik sah atas 111.804.732 saham di BFI Finance.

Baca Juga: Virus Corona Bisa Hambat Produksi Obat

Putusan Mahkamah Agung (MA) dalam Peninjauan Kembali itu juga menghukum The Law Debenture Trust Corporation P.L.C., Francis Lay Sioe Ho, Cornellius Henry Kho, Yan Peter Wangkar, untuk mengembalikan dan menyerahkan saham BFIN milik Aryaputra.

Ketiga nama terakhir adalah Direksi BFI Finance yang pada 2001 mengalihkan saham BFI Finance yang telah digadaikan oleh Aryaputra. Sementara The Law Debenture merupakan perusahaan offshore trustee dari  Inggris yang saat itu membeli saham BFI Finance.

Baca Juga: Aryaputra ajukan tiga gugatan ke BFI Finance (BFIN)

Namun, Putusan Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali Nomor 240/PK/PDT/2006 itu tidak dapat dieksekusi. PN Jakarta Pusat pada 2007 dan 2015 telah mengeluarkan penetapan yang menyebutkan bahwa putusan PK tersebut tidak dapat dilaksanakan alias non executable. Pertimbangannya, objek eksekusi berupa saham milik Aryaputra telah dijual dan tidak berada pada penguasaan para tergugat.

Itu sebabnya, sengketa antara Aryaputra dengan BFI Finance terus berlanjut. Pada September-Oktober 2018 lalu, Aryaputra kembali melayangkan tiga gugatan perbuatan melawan hukum di PN Jakarta Pusat. Intinya, Aryaputra ingin dinyatakan sebagai pemilik sah atas 32,32% saham BFI Finance.

Baca Juga: Drama tak berujung sengketa Aryaputra vs BFI Finance

Dalam gugatannya, Aryaputra juga meminta BFI Finance membayarkan dividen untuk tahun buku 2002-2017 senilai Rp 644,8 miliar, ganti rugi yang beradal dari bunga sebesar 6% per tahun akibat kelalaian membayar dividen senilai Rp 133,9 miliar, dan ganti rugi immaterial sebesar Rp 500 miliar.

Setelah proses persidangan berjalan selama setahun, Aryaputra dan BFI Finance akhirnya memilih berdamai. "Sudah ada perdamaian di luar pengadilan oleh para pihak bersengketa," ujar Pheo Hutabarat yang sebelumnya menjadi kuasa hukum Aryaputra.

Kesepakatan perdamaian Aryaputra dan BFI Finance

Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) November 2019 lalu, Sekretaris Perusahaan BFI Finance Sudjono mengatakan, BFI Finance dan Aryaputra telah sepakat untuk membuat perjanjian perdamaian atas seluruh perkara hukum antara kedua belah pihak, termasuk perkara Putusan MA dalam Peninjauan Kembali Nomor 240/PK/Pdt/2006. Perjanjian perdamaian tersebut diteken kedua belah pihak pada 20 November 2019.

Baca Juga: Pre-Booking Tiket MotoGP Indonesia Laris Manis

Dalam perjanjian perdamaian tersebut, Aryaputra juga sepakat untuk mencabut empat perkara yang melibatkan BFI Finance.  Pertama, perkara perdata Nomor 521/Pdt.G/2018/Pn.Jkt.Pst di PN Jakarta Pusat yang diajukan Aryaputra terhadap BFI Finanance dan beberapa pihak lain . Dalam perkara ini, Aryaputra menuntut antara lain pembayaran ganti kerugian berupa dwangsom.

Kedua, perkara perdata Nomor 527/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst di PN Jakarta Pusat yang diajukan Aryaputra terhadap BFI Finance. Dalam perkara ini, Aryaputra menuntut antara lain pembayaran dividen beserta bunga.

Baca Juga: Harga Saham TKIM dan INKP Masih Tertekan, Berikut Rekomendasinya

Ketiga, perkara perdata Nomor 545/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst di PN Jakarta Pusat yang diajukan Aryaputra terhadap BFI Finance, pemegang saham BFI Finance dan beberapa pihak lain. Dalam perkara ini, Aryaputra menuntunt antara lain pengembalian dan penyerahan saham BFI Finance milik Aryaputra.

Keempat, perkara tata usaha negara Nomor 120G/2018/PTUN-JKT jo. Nomor 27/B/2019/PT.TUN.JKT jo Nomor 368/TUN/2019 yang diajukan Aryaputra terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan BFI Finance. Dalam perkara ini, Aryaputra menuntut pembatalan persetujuan dan penerimaan laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar BFI Finance.

Baca Juga: Holding Asuransi Meluncur, Pemegang Polis Tradisional Jiwasraya Bisa Bernapas Lega

BFI dan Aryaputra juga sepakat untuk mengakhiri setiap dan seluruh hak menuntut dan melakukan upaya hukum apa pun di masa yang akan datang. Kesepakatan ini juga berlaku terhadap PT Mitra Investindo Multicorpora yang sebelumnya bernama PT Ongko Multicorpora.

Dalam persidangan di PN Jakarta Pusat pada 27 November 2019 lalu, majelis hakim telah membacakan penetapan pencabutan perkara atas perkara yang diajukan Aryaputra terhadap BFI Finance. Dalam putusannya, majelis hakim meminta semua pihak untuk mentaati akta perdamaian yang diteken pada 20 November 2019.

Baca Juga: Pembayaran JS Saving Plan Jiwasraya Menunggu Resty DPR

Dalam keterbukaan informasi di BEI November lalu, Sudjono mengatakan, perjanjian perdamaian dengan Aryaputra merupakan yang terbaik bagi BFI. Perdamaian ini akan memberikan kepastian hukum di masa yang akan datang. Sehingga, manajemen bisa fokus pada pengembangan bisnis dan operasional perusahaan.

“Ada settlement agreement yang bersifat confidential dan tidak dapat disampaikan ke pihak lain diluar yang diperjanjikan,” bisik sumber KONTAN.

Bagikan

Berita Terbaru

Transaksi Pembayaran Lewat QRIS Semakin Semarak
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 10:11 WIB

Transaksi Pembayaran Lewat QRIS Semakin Semarak

BI menargetkan volume transaksi QRIS tahun 2025 mencapai 15,37 miliar atau melonjak 146,4% secara tahunan dengan nilai Rp 1.486,8 triliun 

CIMB Niaga Syariah Jajaki Konsolidasi dengan BUS
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 10:07 WIB

CIMB Niaga Syariah Jajaki Konsolidasi dengan BUS

Bank CIMB Niaga berpotensi memiliki bank syariah beraset jumbo. Pasalnya, bank melakukan penjajakan untuk konsolidasi dengan bank syariah​

Ekonomi Tak Pasti, Kolektor Barang Mewah Berhati-hati
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 08:00 WIB

Ekonomi Tak Pasti, Kolektor Barang Mewah Berhati-hati

Kondisi ekonomi global yang tak pasti serta suku bunga tinggi menekan industri barang mewah di tahun 2025

Berhentilah Menebang Masa Depan
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 07:10 WIB

Berhentilah Menebang Masa Depan

Bencana  banjir dan longsor di tiga provinsi Sumatra jadi momentum reformasi kebijakan perizinan dan tata ruang Indonesia.​

Jangan Jadi Tradisi
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 07:00 WIB

Jangan Jadi Tradisi

Lonjakan harga-harga komoditas pangan menjelang Nataru ataupun saat puasa dan Lebaran harus disikapi serius pemerintah lewat kebijakan.

Bos Martina Berto (MBTO) Memilih Investasi Berhorizon Menengah hingga Panjang
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:55 WIB

Bos Martina Berto (MBTO) Memilih Investasi Berhorizon Menengah hingga Panjang

Direktur Utama PT Martina Berto Tbk (MBTO), Bryan David Emil, memilih aset berjangka menengah panjang dalam portofolio investasinya.

Multifinance Kejar Pembiayaan Mobil
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:50 WIB

Multifinance Kejar Pembiayaan Mobil

Pemangkasan target penjualan mobil baru oleh Gaikindo menjadi 780.000 unit menegaskan tekanan pada industri otomotif belum mereda.

Daya Beli Pulih, Kredit Masih Tertahan
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:48 WIB

Daya Beli Pulih, Kredit Masih Tertahan

Pemulihan daya beli masyarakat mulai terlihat di Oktober 2025, namun belum merata. Kredit rumahtangga jadi penopang utama pertumbuhan kredit OJK.

Rupiah Pekan Ini Terangkat Pelemahan Dolar
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:30 WIB

Rupiah Pekan Ini Terangkat Pelemahan Dolar

Mengutip Bloomberg, rupiah di pasar spot menguat 0,18% secara harian ke Rp 16.646 per dolar AS pada Jumat (12/12).

Sinergi Multi (SMLE) Bersiap Mengekspor Minyak Nilam
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 05:20 WIB

Sinergi Multi (SMLE) Bersiap Mengekspor Minyak Nilam

SMLE memperkuat bisnis nilam sebagai salah satu komoditas strategis di Indonesia dengan fokus pada kategori wewangian (fragrance & flavors).

INDEKS BERITA